KHOTBAH HARUSNYA MEMBUAT KITA PINTAR
Dalam beberapa fungsi khotbah, ada satu yang seringkali dilupakan oleh para pendeta yaitu mendidik. Selama ini khotbah para pendeta hanya berfokus pada membuat umat yakin pada injil, mengingatkan akan Allah, sadar akan dosa-dosanya (dan juga mengingatkan untuk memberi perpuluhan/persembahan), menguatkan di tengah masalah hidup dan membantu umat mengambil keputusan moral. Terkadang juga ada pendeta yang menjadikan mimbar sebagai tempat curhat colongan, atau mengkritik umat yang tidak sepandangan.
Khotbah pendeta banyak yang jauh dari fungsi mendidik. Suatu hal dapat dianggap mendidik, 2 di antaranya adalah jika dapat meningkatkan pengetahuan, dan melibatkan proses pengembangan pikiran kritis.
Apakah ada pengetahuan umat yang bertambah setelah mendengar khotbah dari pendeta? Apakah umat didukung untuk mengembangkan pikiran kritis mereka atau justru dipaksa untuk percaya saja dengan khotbah para pendeta?
Bayangkan jika fungsi mendidik dalam khotbah dilaksanakan dengan baik, akan secerdas apa orang-orang Kristen? Puluhan tahun menjadi Kristen, mungkin sudah mendengar ratusan khotbah. Jika khotbah para pendetanya mendidik, mungkin pengetahuan mereka sudah setara master teologi, atau minimal sarjana teologi.
Tapi banyak pendeta yang sulit melakukan ini, kenapa?
1. Pendeta takut jemaat semakin pintar akhirnya sulit ditakut-takuti atau dikendalikan.
2. Pendetanya sendiri kurang mendapatkan pendidikan. Bayangkan ada pendeta yang hanya sekolah Alkitab selama 6 bulan. Banyak di antara mereka yang menganggap bahwa ilmu pengetahuan tidak penting dalam khotbah, yang penting adalah khotbah yang menyentuh hati. Akhirnya, fungsi mendidik dalam khotbah pun timpang.
3. Pendeta alergi dengan penggunaan akal dalam memahami iman. Jadi isi khotbah hanya berkutat pada memainkan emosi umat.
Oleh karena itu, izinkan saya membantu kalian memberikan beberapa perangkat online yang bisa membantu kalian bertambah ilmunya setiap kali mendengarkan khotbah.
1. Alkitab dalam bahasa Ibrani dan Yunani. Seringkali banyak pendeta yang berkhotbah dengan mengutip bahasa Ibrani dan Yunani, tapi kutipan mereka hanya berasal dari "katanya", entah kata siapa. Umat yang mendengar itu, percaya saja karena mereka yakin pendeta pasti ahlinya. Akhirnya hoax bahasa itu berputar-putar terus menjadi "katanya".
Untuk bahasa Ibrani kita bisa cek di sini https://www.chabad.org/library/bible_cdo/aid/63255/jewish/The-Bible-with-Rashi.htm
Untuk bahasa Yunani bisa cek di sini https://www.greekbible.com/
Untuk septuaginta (Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani) bisa cek di sini https://www.septuagint.bible/genesis
Tapi kita ga bisa bahasa Ibrani dan Yunani? Tidak apa, kan kita hanya mau mengecek apakah yang dikutip pendeta adalah benar atau salah. Kita bisa belajar menghafal alfabet Ibrani dan Yunani atau mau mudahnya, tinggal copas ke google translate, nanti muncul cara bacanya (lihat di screenshot)
2. Kemajuan AI bisa kita gunakan untuk belajar pada proses paling dasar. Misal untuk mengecek apakah yang dikatakan pendeta itu ada datanya atau tidak. Kita bisa menggunakan chatgpt di sini chat.openai.com
Ya betul, chatgpt tidak bisa dianggap benar 100%, tapi bisa dipakai untuk pengecekan awal. Pengecekan selanjutnya jika kita rajin, bisa membuka www.libgen.is
atau www.openlibrary.org
di 2 web ini, kita bisa mencari buku apapun yang kita mau, untuk proses belajar kita.
Bayangkan jika orang kristen melakukan hal-hal di atas setiap minggu, saya yakin mereka tidak hanya merasa dikuatkan oleh firman Tuhan tapi juga bertambah cerdas. Tapi sayangnya, umat kita sudah dibiasakan dengan "percaya saja" serta "dikunyahi dan disuapi".
Atau mari mulai dulu dari para pendetanya, membuat khotbah yang cerdas sehingga selesai khotbah, yang merasa cerdas bukan hanya umat tetapi juga pendetanya. Bukankah orang pertama yang harusnya mendapatkan manfaat dari khobah adalah si pengkhotbah itu sendiri?
Nuryanto Gracia,
Mahasiswa S2 Filsafat Keilahian di STF Driyarkara
0 komentar:
Posting Komentar