Pages

Minggu, 13 Mei 2018

APAKAH TERORIS BERAGAMA?

APAKAH TERORIS BERAGAMA?

Sebelum melanjutkan tulisan ini, saya sadar bahwa tulisan ini sensitif untuk beberapa orang. Oleh karena itu saya perlu menekankan beberapa hal:
1. Baca tulisan ini sampai habis, jangan setengah-setengah
2. Tulisan ini tidak bermaksud menyerang atau menyalahkan agama manapun tapi untuk mengajak kita memerangi terorisme bersama-sama. Kita punya kewajiban yang sama untuk menjaga kedamaian di Indonesia, jadi kita juga punya kewajiban yang sama untuk mencegah semakin berkembang biaknya teroris di bumi Indonesia
3. Sebisa mungkin saya tidak akan menyebut agama lain dalam tulisan ini, selain agama saya sendiri yaitu Kristen. Hal ini saya lakukan demi mengurangi kesalahpahaman yang bisa timbul.

Oke mari kita mulai.

Pertama, apakah kita setuju bahwa dalam setiap agama pasti ada umat yang melakukan tindakan kriminal? Misal di dalam Kristen pasti ada umatnya yang mencuri, membunuh, memperkosa, merampok dan tindakan-tindakan kriminal lainnya. Saya pernah melayani khotbah di rutan Kalimantan tengah selama 2 bulan dan beberapa kali melakukan pelayanan kesehatan di Nusa kambangan, di sana saya bertemu dengan banyak narapidana yang beragama, bahkan yang beragama Kristen juga banyak. Jadi, para kriminal itu tidak bisa kita menutup mata bahwa mereka beragama. Jika kita mengatakan bahwa teroris tidak punya agama, maka pembunuh, pencuri, pemerkosa, dan perampok juga harus kita katakan bahwa mereka tidak beragama. Karena terorisme dan perampokan sama-sama tindakan kriminal. Kita memang tidak menyalahkan agamanya karena agama tidak bisa salah (menurut para pengikutnya masing-masing) tapi umat beragama bisa salah. Yang kita kritik adalah umat beragama yang salah itu, bukan agamanya.

Kedua, berbeda dengan tindakan kriminal lainnya, terorisme ada yang lahir karena ajaran agama yang menyimpang. Kita juga tidak bisa menutup mata akan hal ini. Mereka lahir hasil dari cuci otak para pengkhotbah yang memiliki idealisme menyimpang dan penuh kebencian kepada orang lain yang berbeda. Memang, ada juga teroris yang lahir karena dibayar, tapi jika sampai siap mati dan meledakkan diri apalagi sampai satu keluarga, maka tidak mungkinlah ini karena uang. Pasti ada keyakinan yang diperjuangkannya sehingga dia siap untuk mati. Dalam sejarah, kita akan menemukan banyak umat beragama yang siap mati demi keyakinannya. Dari yang siap mati demi pemahaman yang positif hingga pemahaman negatif. Misal dalam kekristenan ada istilah martir, yaitu mereka yang rela mati demi mempertahankan imannya. Martir tidak bisa disamakan dengan teroris, tetapi saya hanya ingin menunjukkan bahwa keyakinan iman, bisa membuat kita siap mati. Hal ini, dipakai oleh para pengkhotbah teror untuk mencuci otak para pengikutnya.

Ketiga, teroris adalah pion yang siap dikorbankan untuk kepentingan sekuler bukan rohani. Teroris pastilah digerakkan oleh sesuatu yang sekuler untuk mencapai kepentingan mereka. Para teroris ini merasa bahwa mereka sedang memperjuangkan agama mereka padahal mereka diperalat oleh orang-orang jahat.

Lalu apa yang bisa kita lakukan sebagai umat beragama?
1. Membuka diri bahwa pemuka agama bukan Tuhan, mereka bisa salah. Itulah kenapa kita harus kritis dengan semua ajaran yang sifatnya menebarkan kebencian. Jangan ditelan bulat-bulat.
2. Cek kebenaran ajaran yang disampaikan pemuka agama yang tampaknya meragukan. Bagaimana cara ngeceknya? Tanyakan kepada pemuka agama kita yang lainnya apakah ayat yang dimaksud memang seperti itu. Baca buku-buku dari kalangan akademisi, bukan hanya buku renungan. Karena buku-buku akademis, ditulis dengan kaidah-kaidah ilmiah yang kritis dan lebih bisa dipertanggungjawabkan
3. Jika ada pemuka agama yang menebarkan kebencian apalagi sampai menyuruh kita membunuh, maka tegurlah dia. Apabila masih tidak mempan, rekam video khotbahnya dan laporkan kepada yang berwajib.
4. Jangan mudah terprovokasi untuk langsung menyalahkan agama tertentu. Ingatlah bahwa yang salah adalah individu atau kelompok yang kebetulan agamanya sama dengan teman kita tapi bukan berarti semua penganut agama itu adalah teroris. Misal, ada perampok beragama Kristen maka bukan berarti agama Kristen adalah agama perampok.

Mari jaga Indonesia ini bersama-sama. Mari lawan teroris bersama-sama.

Sabtu, 07 April 2018

HATI-HATI SANDIWARA KAMPANYE

HATI-HATI SANDIWARA KAMPANYE

Korupsi, kesenjangan sosial, aset dikuasai asing dari dulu sudah begitu ga ada yang baru. Itu kan kampanye dari tahun ke tahun. Tapi setelah selesai, ga ada yang bisa menyelesaikan ini.
Apa masalahnya?
1. Tersandera kejahatan jabatan masa lalu (zaman orde baru, undang-undang bisa dipesan sesuai kebutuhan). Misalnya Freeport, mereka punya dokumen yang membuat mereka kuat secara hukum (undang-undang tahun 91). Setiap 10 tahun sekali mereka diperpanjang. Tidak ada satu pun presiden yang mampu menyelesaikan.
2. Moralitas kita bobrok. Setiap periode baru, muncul penjahat-penjahat baru.

Di atas adalah parafrase dari penjelasan Pak Mahfud MD.

Tanpa mengetahui semua ini, rakyat hanya jadi korban sandiwara kampanye. Setiap pendukung diberikan harapan setinggi-tingginya sehingga mengkultuskan tokoh politik tertentu, setelah itu mereka saling dibenturkan dengan pendukung lain. Alhasil, kampanye telah selesai, kebencian masih berlanjut. Padahal para elit politik sudah saling berpelukan dan berganti pasangan politik, tapi kita masih jotos-jotosan.

Mari cerdaslah melihat setiap kampanye yang akan datang. Apalagi yang sudah bawa-bawa agama. Jangan sampai kita jadi korban kebencian berikutnya.

Selasa, 27 Februari 2018

Beberapa Kekeliruan Pemahaman Tentang Doa

Beberapa Kekeliruan Pemahaman Tentang Doa

1. Doa bukanlah mantra pengabul keinginan melainkan sarana berkomunikasi dengan Tuhan sehingga kita tahu apa yang Tuhan ingin kita lakukan dalam usaha menggapai yang kita inginkan.
2. Doa bukanlah mantra penyelesai masalah melainkan sarana berkomunikasi dengan Tuhan sehingga kita tahu apa yang Tuhan ingin kita lakukan dalam menyelesaikan masalah kita.
3. Doa bukan hanya berisi daftar permintaan tetapi tetapi juga ucapan syukur dan pujian kepada Tuhan
4. Doa bukanlah sesuatu yang tidak boleh diajarkan melainkan justru harus diajarkan. Bukankah murid-murid Yesus dan murid-murid Yohanes juga meminta gurunya mengajarkan mereka berdoa. Yesus dan Yohanes juga mengajarkan murid-murid mereka berdoa (Luk 11:1).
5. Berdoa dengan mata tertutup, kepala tertunduk dan tangan dilipat bukanlah satu-satunya cara berdoa. Ada banyak cara dalam berdoa. Ada yang sambil menangis tersedu-sedu (1 Sam 1:10; Ezr 10:1). Ada yang sambil menghadap dinding atau kiblat tertentu (1Raj 8:44; 2Raj 20:2). Ada yang sambil mengenakan kain kabung dan abu (Dan 9:3). Ada yang sambil menengadahkan tangannya ke langit ( Yes 1:15). Ada yang sambil berlutut dan sujud (Mat 26: 39; Luk 22:41; Kis 9:40, 20:36, 21:5; Kej 24:26,28). Ada yang sampai tersungkur atau merebahkan diri ke tanah (Kej 24:52; Mrk 14:35, Markus menggunakan kata πιπτω / pipto oleh LAI diterjemahkan dengan “merebahkan” padahal dalam arti sesungguhnya dapat juga diartikan sebagai tersungkur atau suduh/merebahkan diri sampai mencium tanah) dan masih ada yang lainnya.
6. Berdoa tidak selalu harus dalam keadaan diam (berhenti) dengan mata tertutup, dalam keadaan apapun (berjalan, menyeberang, di dalam bus atau yang lain) kita dapat tetap berdoa dengan mata tetap terbuka. Doa bukan soal mata tertutup atau terbuka tetapi soal fokus kepada siapa kita berbicara. Menutup mata hanyalah cara agar dapat fokus.

Kamis, 18 Januari 2018

MASIH BANYAK ORANG BAIK DI SOSMED

MASIH BANYAK ORANG BAIK DI SOSMED

Katanya orang baik mulai langka di negara ini. Sesungguhnya orang baik masih banyak kok. Apalagi di sosmed. Mereka hanya sembunyi. Mau tahu ga cara supaya mereka muncul?

Buatlah kesalahan, kebodohan atau hal-hal buruk lainnya maka mereka akan segera muncul. Entah mengkhotbahi kamu atau menghakimimu.

Kamu akan lihat bahwa orang baik itu tidak hanya ada 10 tapi ratusan. Apalagi jika kesalahan kamu dibagikan ke mana-mana maka puluhan ribu sampai jutaan orang baik akan segera muncul.

Tapi kalo kamu berbuat kebaikan, orang baik itu tidak akan muncul. Mereka tidak akan memujimu atau mendukungmu. Mereka akan bersembunyi sampai kamu melakukan kesalahan kembali.

KRITIK, PERLU KAH?

KRITIK, PERLU KAH?

Kata “kritik” sering disalahartikan sama seperti kata mitos dan mistis.
Mitos sering diartikan sebagai cerita bohong-bohongan, padahal mitos adalah cara suatu masyarakat untuk menjelaskan sesuatu yang tidak dapat dijelaskan. Mitos digunakan saat pendekatan rasio dan sains belum lumrah dipakai. Mitos digunakan untuk menjelaskan hal-hal adikodrati. Itulah kenapa di kitab suci banyak sekali mitos tapi bukan dalam arti cerita bohong-bohongan.
Kata mistis sering diterjemahkan sebagai hal menyeramkan yang berhubungan dengan dunia horor. Padahal mistis adalah usaha untuk menyatu dengan Tuhan. Itulah kenapa orang-orang yang melakukannya disebut mistikus.
Nah, kritik juga sering disalahartikan sebagai celaan, menjelek-jelekkan. Padahal kritik merupakan hal positif yang telah membawa banyak hal positif bagi dunia ini.
Apakah ada kritik yang membangun? Jelas saja kritik seharusnya membangun. Tanpa ada kritik feminisme maka perempuan akan terus berada di dapur, tidak ada wanita karir apalagi pendeta perempuan. Tanpa kritik humaniora maka perbudakan tetap ada. Tanpa banyaknya kritik dalam dunia sains, maka teknologi tidak akan berkembang seperti sekarang. Tanpa adanya kritik dalam dunia tafsir kitab suci, maka dengan mudahnya kita akan didoktrin oleh para pemuka agama agar percaya dengan semua ucapannya, yang penting ada ayatnya.

Saya sering ketemu dengan pendeta yang suka bilang begini, "Alkitab itu jangan dikritik-kritik. Apa yang tertulis di sana, cukup dipahami, ikuti dan imani."

Membaca kitab suci tanpa kritik adalah hal mustahil. Bahkan yang katanya baca dan ikuti saja seperti yang tertulis, sudah melakukan 3 kritik terhadap kitab suci, yaitu kritik tanggapan pembaca (reader-response), kritik naratif, dan kritik tatabahasa. Untuk mengenal ragam kritik terhadap kitab suci, bisa baca di sini http://ioanesrakhmat.blogspot.co.id/search?q=metode+kritik

Lalu sebenarnya, apa sih kritik itu?

Sebenarnya, akan panjang sekali pembahasan ini. Mereka yang sudah kuliah, biasanya pernah mendapatkan materi ini. Apalagi yang kuliah filsafat dan teologi seperti saya. Oleh karena itu biar tulisan ini tidak terlampau panjang, saya batasi saja pembahasan kritik ini menurut beberapa aliran filsafat.
1. Kritik dalam pengertian Kantian (Imanuel Kant dan para pengikutnya) berarti kegiatan menguji sahih tidaknya klaim-klaim pengetahuan tanpa prasangka dan kegiatan ini dlakukan oleh rasio belaka.
2. Kritik dalam pengertian Hegelian (Hegel dan para pengikutnya), berarti refleksi atau proses menjadi sadar atau refleksi atas asal-usul kesadaran. Secara singkat, kritik berarti negasi atau dialektika karena bagi Hegel kesadaran timbul melalui rintangan-rintangan, yaitu dengan cara menegasi atau mengingkari rintangan-rintangan itu.
3. Kritik dalam pengertian Marxian (Karl Marx dan para pengikutnya), berarti usaha-usaha mengemansipasi diri dari penindasan dan alienasi yang dihasilkan oleh hubungan-hubungan kekuasaan di dalam masyarakat.
4. Kritik dalam pengertian Freudian (Sigmund Freud dan para pengikutnya), berarti refleksi, baik dari pihak individu maupun masyarakat, atas konflik-konflik psikis yang menghasilkan represi dan ketidakbebasan internal sehingga dengan cara refleksi itu masyarakat dan individu dapat membebaskan diri dari kekuatan-kekuatan asing yang mengacaukan kesadarannya. Dengan singkat, kritik dapat diartikan sebagai pembebasan individu dari irrasionalitas menjadi rasional, dari ketidaksadaran menjadi sadar.

Kita bisa melihat bahwa dari 4 definisi di atas, kritik adalah suatu yang penting bagi perkembangan individu dan kelompok. Dengan kritik kita semakin sadar akan sesuatu yang belum kita sadari, entah itu kelebihan maupun kekurangan.

Lalu mengapa kritik seringkali dianggap buruk? Saya menemukan setidaknya beberapa alasan:
1. Sang pemberi kritik tidak berilmu. Alih-alih menyampaikan kritikan, dia malah justru menyampaikan hinaan. Seorang kritikus haruslah berilmu. Dia menguasai bidang yang akan dikritiknya. Di dalam kritikannya banyak ilmu yang bisa diambil, bukan malah kebencian. Itulah kenapa ga sembarang orang bisa memberi kritik. Jika membacot, semua orang bisa.
2. Banyaknya orang-orang anti kritik dan baperan. Kritik adalah musuh terberatnya kenyamanan. Mereka yang sudah nyaman akan sesuatu, tidak suka dikritik. Sehingga kritik yang datang dianggap hal buruk.
3. Orang ketiga, yang sok bijak, ga tahu permasalahan antara kritikus dan yang dikritik, tiba-tiba masuk dan berkhotbah, "Daripada mengkritik lebih baik saling memahami." Padahal jika dilihat dari 4 definisi di atas, kritik adalah juga usaha untuk memahami dan menggali kesadaran. Orang-orang sok bijak ini memang seringkali membuat kritik menjadi tampak buruk. Waktu masih aktif di gereja, saya seringkali ketemu dengan orang-orang semacam ini. Bukan hanya di gereja. di segala macam bidang, orang-orang seperti ini juga akan kita temui.

Nah demikian yang bisa saya bagikan. Akhir kata, kritik itu bukan soal seberapa kejam tapi seberapa tajam ulasan kita terhadap sesuatu yang sedang kita kritik. Itulah kenapa, butuh ilmu.

Protected by Copyscape Duplicate Content Detection Tool

Delete this element to display blogger navbar