Pages

Kamis, 04 Agustus 2016

DULU SAYA USTADZ, DULU SAYA PASTOR

DULU SAYA USTADZ, DULU SAYA PASTOR

Bosen saya mendengar berita atau cerita:
"Dulu saya Ustadz dan saya sekarang menjadi pendeta. Agama saya yang dahulu itu bla bla bla (menjelekkan agamanya)."
"Dulu saya pastor/pendeta. Lulusan sekolah filsafat dan teologi dengan cumlaude. Sekarang saya menjadi ustadz. Agama saya yang dahulu itu bla bla bla (menjelekkan agamanya)."

Eh pas dicek, entah mereka belajar agama di pesantren, filsafat atau sekolah teologi yang mana. Mereka kira bisa asal sebut lalu semua orang bisa dengan mudah dibohongi dan percaya? Zaman sudah canggih, dengan mudah kita bisa mengecek apa yang diucapkan oleh orang itu benar atau tidak. Bahkan saat saya berkhotbah di mimbar dan memberikan informasi tertentu, saya yakin jemaat pasti dengan cepat akan mencari kebenaran itu melalui gadget mereka.

Apakah agama sudah menjadi barang dagangan yang 'murahan'? Asal dia mengatakan bahwa dia dari agama lain, lalu menceritakan keburukan agamanya, maka kita percaya dan begitu senangnya. Apakah begitu bahagianya kita saat mendengar keburukan agama lain?

Hati-hati, orang yang lebih suka mendengarkan keburukan agama lain, jika suatu saat dia mendengarkan kebaikan yang ada di agama lain, hati dan pikirannya pasti akan panas sekali. Sama seperti orang-orang yang suka mendengarkan keburukan orang lain, saat dia mendengar orang yang biasa dia dengar keburukannya kini melakukan sesuatu yang sangat baik, pasti dia akan seperti cacing kepanasan. Tidak percaya, tidak rela, tidak mau terima dan akhirnya menciptakan fitnah.

Mana tanganmu? Sini, aku ingin menggenggamnya dan mengatakan, "Jika memang agamamu memiliki keburukan, perbaikilah dengan perilakumu yang baik, jangan ceritakan padaku. Tapi jika agamamu memiliki kebaikan, ceritakanlah padaku, agar kebaikan itu mengubah perilakuku juga."

Nuryanto Gracia

Protected by Copyscape Duplicate Content Detection Tool

Delete this element to display blogger navbar