Pages

Senin, 31 Juli 2017

Anak Zaman Sekarang Gak Mau Denger Orangtua

Anak Zaman Sekarang Gak Mau Denger Orangtua

Seorang anak cowok, tetiba menatap saya tanpa berkedip. Dia berjalan semakin mendekati saya dengan mata yang masih terpaku menatap wajah saya. Saya pun tidak mau kalah, saya tatap wajah anak laki-laki yang masih kelas 2 SD tersebut.

Dia tiba di dekat saya sambil masih menatap wajah saya. Karena dia pendek, jadi harus mendongakkan kepala untuk melihat saya. Matanya menyorotkan bahwa dia sedang meremehkan saya.

Zia menghampiri saya, lalu berkata kepada temannya tersebut, "Ini papiku."

Setiap saya menjemput Zia pulang sekolah, saya memang selalu bertemu dengan teman-teman Zia. Tapi baru kali ini saya bertemu temannya Zia yang berani menatap saya langsung.

"Om masih SMA yah?" Celetuk anak cowok bertubuh gempal tersebut.

Saya kira dia bercanda, jadi saya tanggapi dengan bercanda juga, "Saya masih SMP."

"Ah engga. Om kaya masih SMA kelas 1." Ternyata anak itu menanggapi dengan serius.

Saya pun menimpalinya dengan serius, "Saya masih SMP kok."

"Ah engga, kaya SMA kelas 1." Dia masih ngotot bahwa sama SMA.

"Saya masih SMP."

Duh, anak sekarang, dibilangin orangtua ga mau dengerin. Masa saya bilang saya masih SMP dia ga percaya.

Kamis, 27 Juli 2017

Bolehkah Tuhan Digugat?

Bolehkah Tuhan Digugat?

Jika tuhan bersalah bolehkah digugat dan dihakimi?
Jika tuhan melakukan tindakan yang lalim bolehkah dihakimi?
Jika tuhan berpihak kepada orang jahat bolehkah dihakimi?

Saya lagi membayangkan bahwa tuhan-tuhan yang ada di bumi, memiliki persidangannya sendiri. Jika mereka ada yang bertindak tidak selayaknya tuhan maka mereka harus dihukum. Dan ternyata imajinasi saya itu ada loh di kitab Mazmur 82:1-7, berikut bunyinya:

Allah berdiri dalam sidang ilahi, di antara para allah Ia menghakimi:

"Berapa lama lagi kamu menghakimi dengan lalim dan memihak kepada orang fasik? Berilah keadilan kepada orang yang lemah dan kepada anak yatim, belalah hak orang sengsara dan orang yang kekurangan!  Luputkanlah orang yang lemah dan yang miskin, lepaskanlah mereka dari tangan orang fasik!"

Mereka tidak tahu dan tidak mengerti apa-apa, dalam kegelapan mereka berjalan; goyanglah segala dasar bumi.

Aku sendiri telah berfirman: "Kamu adalah allah, dan anak-anak Yang Mahatinggi kamu sekalian.
Namun seperti manusia kamu akan mati dan seperti salah seorang pembesar kamu akan tewas."

---- Akhir kutipan ayat.

Tapi, tuhan itu kekal dan tidak bisa mati. Jadi bagaimana mungkin mereka bisa dihukum mati? Dalam film The Bride of Habaek, kematian tuhan adalah saat mereka dilupakan oleh manusia. Walaupun mereka hidup, namun saat mereka dilupakan oleh manusia, maka mereka sudah mati.

Seorang filsuf (maaf tiba-tiba lupa namanya, nanti kalo inget saya tambahkan) mengatakan bahwa sesuatu yang tidak ada, tidak mungkin bisa kita pikirkan. Saat tuhan sudah dilupakan (tidak lagi dipikirkan) maka sesungguhnya dia sudah tidak ada.

Tuhan-tuhan yang lalim dan mengajarkan kejahatan, sudah selayaknya menerima hukuman "dilupakan."

Pertanyaannya:

Memangnya ada tuhan yang jahat? Coba mulai dari tuhan kita masing-masing. Jahat apa engga. Kalo jahat, yah lupakan. Kalo tidak, yah ikuti.

Rabu, 26 Juli 2017

Pendeta, Profesi atau Panggilan?

Pendeta, Profesi atau Panggilan?

1. Ada yang menganggap bahwa Pendeta bukanlah sebuah profesi, dia adalah panggilan. Jika mau ditilik lebih dalam, sebenarnya Pendeta juga merupakan profesi. Mengapa?
a. Ada tugas layaknya profesi tertentu yang harus dilakukan secara profesional
b. Ada etika jabatan, misalnya masalah anggota jemaat seburuk apapun tidak boleh diceritakan keluar
c. Ada penghasilan. Setiap aliran kekristenan memiliki perhitungan sendiri untuk penghasilan pendetanya, ada yang didapat dari persembahan dan perpuluhan, ada yang didapat dengan perhitungan gaji seperti PNS, dan ada yang didapat dari perhitungan lainnya yang tidak mengikuti gaji PNS. Namun kebanyakan gereja enggan menyebut penghasilan ini sebagai "gaji pendeta." Setiap perhitungan penghasilan tersebut memiliki konsekuensinya sendiri bagi kehidupan pendeta dan gerejanya. Misalnya gereja yang menggunakan persembahan/perpuluhan sebagai penghasilan pendetanya maka semakin besar persembahannya maka semakin kaya pendetanya, semakin kecil persembahannya semakin tidak kaya pendetanya. Pendeta yang penghasilannya berasal dari persembahan, jika mau diperhatikan akan lebih sering berkhotbah dan menekankan tentang perpuluhan. Berbeda dengan pendeta yang penghasilannya sudah tetap. Persembahannya sedikit atau banyak, penghasilan pendeta tetap sama sehingga pendeta jarang sekali berkhotbah tentang perpuluhan. Pendeta yang penghasilannya tetap tidak akan pernah merasakan yang namanya kelaparan atau kekurangan. Sehingga banyak yang menyindir bahwa pendeta berpendapatan tetap ini tidak sesuai Kristus, karena hidupnya berkelimpahan. Tapi di lain pihak, pendeta yang berpenghasilan tetap ini, menyindir mereka yang penghasilannya mengandalkan perpuluhan, sebagai pendeta yang menggunakan ayat-ayat Alkitab untuk memenuhi pundi-pundi tabungan pribadi. Yah, sindiran-sindran lah sana sampai Tuhan Yesus datang, tanpa sadar apa panggilan mereka sebagai pendeta. Haha
d. Ada ilmu yang harus dikuasi. Itulah kenapa pendeta juga ada kuliahnya. Kuliah 4-5 tahun dalam fakultas teologi. Walau ada juga gereja yang alergi dengan teologi. Katanya teologi itu ilmu yang mempelajari Tuhan, padahal Tuhan tidak bisa dipelajari. Mereka juga yang menganggap bahwa jadi pendeta adalah panggilan jadi ga usah kuliah teologi, murid Yesus juga ga ada yang kuliah teologi. Akhirnya pendeta di gereja mereka hanya sekolah Alkitab beberapa bulan. Sekolah Alkitab dan sekolah teologi adalah dua hal yang berbeda.

2. Argumen yang menolak pendeta sebagai profesi karena bagi mereka pendeta adalah panggilan. Tapi pertanyaannya, apakah profesi yang lain bukan panggilan? Hal ini akhirnya bisa menimbulkan eksklusifikasi jabatan. Seakan pendeta adalah jabatan yang turun dari langit. Padahal sesungguhnya semua profesi adalah panggilan. Setiap kita mendapatkan panggilan hidup masing-masing. Ada yang dipanggil jadi pendeta, ada yang dipanggil jadi tukang sulap. Setiap panggilan itu harus dijalani dengan penuh kesungguhan.

3. Efek dari menolak bahwa pendeta bukanlah profesi adalah:
a. Banyak jemaat yang mengira bahwa pendeta ga kerja apa-apa tapi dapat duit.
b. Banyak jemaat yang menganggap bahwa "enak yah jadi pendeta, cuma cuap-cuap di mimbar dapat duit."
c. Banyak jemaat mengira bahwa pendeta hidupnya bergantung dari belas kasihan orang lain. Saya jadi ingat dahulu waktu masih smester awal sekolah teologi, pernah suka sama seorang perempuan (duh jadi curhat, ga apa-apalah yah curhat colongan, haha). Perempuan itu kristen tapi orangtuanya bukan. Dia punya prinsip jika mau pacaran harus izin sama orangtuanya. Nah orangtuanya saat itu menganggap bahwa jika saya lulus kuliah akan jadi pendeta, dan pendeta ga kerja tapi minta-minta duit sama jemaat. Hidupnya bergantung sama belas kasih jemaatnya. Saya berusaha menjelaskan bahwa di gereja saya tidak seperti itu sistemnya, pendeta bekerja dan tidak meminta-minta dari jemaat. Tapi, orangtuanya tetap tidak setuju karena dahulu dia pernah ke gereja yang pendetanya seperti itu sehingga dia beranggapan bahwa semua pendeta pasti seperti itu. Alhasil, saya ga jadi pacaran deh. Hiks... haha
Yah, jangan marah jika dibilang seperti itu. Kita sendiri yang bilang pendeta bukan profesi maka siap-siaplah disebut pendeta tidak bekerja. Padahal, pendeta itu bekerja 7 hari dalam seminggu, 24 jam dalam sehari secara prinsipil. Apa kerjanya? Banyak sekali. Semakin besar gerejanya, semakin banyak tugasnya. Tugasnya cuma khotbah? Itu hanya sebagian sangat kecil dari tugas pendeta. Di luar itu ada banyak sekali tugas yang bahkan membuat mereka sulit untuk sekadar jalan-jalan menikmati hidup atau mencari pacar. Bahkan ada pendeta yang jadwal tugasnya sudah ditentukan 1-2 tahun sebelumnya.

Jadi, pendeta itu profesi atau panggilan?

Selasa, 25 Juli 2017

KRISTEN SUSAH SEKALI MENGKRITIK ISRAEL

KRISTEN SUSAH SEKALI MENGKRITIK ISRAEL

Konflik sesungguhnya dari Israel dan Palestina sudah terjadi sejak berpuluh-puluh tahun lalu sampai sekarang. Tapi selama berpuluh-puluh tahun itu juga, ada kelompok dari aliran kekristenan susah menerima bahwa apa yang dilakukan Israel itu salah. Menindas, menyiksa dan membunuh masyarakat sipil adalah kesalahan.

Tapi orang-orang Kristen ini susah menerima kenyataan tersebut. Saat Israel dikritik biasanya orang-orang kristen ini susah menerimanya:
1. Mereka akan mencari-cari kesalahan palestina, sekecil apapun akan dicari kesalahannya untuk dijadikan pembelaan.
2. Mereka menganggap bahwa wajar Israel menyerang palestina karena tanah yang di tempati palestina sekarang adalah tanah yang sudah Tuhan janjikan untuk Israel.
3. Seburuk apapun Israel, mereka adalah umat pilihan Tuhan.

Susahkah melihat bahwa konflik ini bukan lagi masalah agama tapi sudah menjadi masalah politik dan kemanusiaan? Yang salah harus dikatakan salah. Saat bangsa Israel salah, walaupun mereka adalah umat pilihan-Nya, Allah tetap menghukum mereka, bahkan Tuhan tak segan membinasakan mereka. Masih ingat kisah pemberontakan Korah (Bilangan 16:1-50)? Allah membinasakan Korah beserta para pengikutnya. Mereka ditelan bumi.

Mau mereka umat pilihan atau bukan, jika mereka bersalah tetap harus dikatakan salah. Bahkan, umat Israel yang sekarang bukanlah umat pilihan seperti yang tertulis dalam Perjanjian Lama.

Tapi saya juga tidak mau menyamaratakan semua orang kristen. Masih banyak juga umat kristen yang mengkritik dan mengutuk tindakan Israel. Tapi perlu diingat juga bahwa bukan berarti semua umat Israel ikut bersalah, karena tidak semua rakyat Israel juga setuju dengan tindakan tersebut.

Mari peduli dengan kemanusiaan. Saatnya mendukung mereka yang tertindas dan terpinggirkan, karena untuk itulah Yesus datang.

Untuk bacaan lebih mendalam silakan baca di sini http://www.satuharapan.com/read-detail/read/konflik-gaza-mengapa-ada-orang-kristen-dukung-israel

Jumat, 21 Juli 2017

BUNUH DIRI DAN PARA ORANG HEBAT

BUNUH DIRI DAN PARA ORANG HEBAT

Beberapa hari ini, timeline penuh dengan berita bunuh diri. Ada yang berkhotbah tentang orang-orang bunuh diri akan masuk neraka, ada yang memberikan kata-kata bijak agar orang lemah tidak bunuh diri dan ada yang kurang ajar karena membagikan foto jenazah yang bunuh diri tanpa disensor. Kenapa saya bilang kurang ajar? Yah, pikir aja sendiri.

Oke biarkan yang kurang ajar memikirkan apanya yang kurang ajar. Mari kita bicarakan yang lainnya.

Untuk kita yang merasa kuat dan tidak mungkin berharap mati atau sampai bunuh diri, mari kita lihat seberapa kuat kita.

Dalam kitab suci umat kristen setidaknya saya menemukan 2 kisah tentang betapa frustasinya nabi yang dipilih Tuhan. Saking frustasinya mereka memilih untuk mati daripada hidup.

Yang pertama adalah kisah Nabi Yunus.

Yunus 4:3
Jadi sekarang, ya TUHAN, cabutlah kiranya nyawaku, karena lebih baik aku mati dari pada hidup.

Yang kedua adalah kisah nabi Elia

1 Raja-raja 19:4
Tetapi ia sendiri masuk ke padang gurun sehari perjalanan jauhnya, lalu duduk di bawah sebuah pohon arar. Kemudian ia ingin mati, katanya: "Cukuplah itu! Sekarang, ya TUHAN, ambillah nyawaku, sebab aku ini tidak lebih baik dari pada nenek moyangku."

Mari kita fokus ke satu kisah saja yaitu Elia. Tahukah kita betapa hebatnya Elia? Bisa jadi jauh lebih hebat dari kita yang sekarang merasa tidak mungkin bunuh diri. Kenapa?

Elia seorang diri melawan 450 orang nabi baal. Kita melawan 10 orang saja mungkin sudah ketakutan.

1 Raja-raja 18:22 Lalu Elia berkata kepada rakyat itu: "Hanya aku seorang diri yang tinggal sebagai nabi TUHAN, padahal nabi-nabi Baal itu ada empat ratus lima puluh orang banyaknya.

Tapi Elia yang luar biasa itu pun akhirnya terseok-seok. Dia terjatuh dalam depresi dan keinginan untuk mati. Tidak ada jaminan orang hebat akan selamanya hebat, dan orang kuat tidak selamanya tak kepikiran untuk mati. Mungkin saja saat ini kita belum tertimpa masalah seberat mereka yang memutuskan untuk bunuh diri. Berat dan kecil setiap masalah memang relatif. Ada yang diputusin pacar rasanya berat, ada yang diputusin strap CSM kamen ridernya udah terasa berat. Setiap orang punya badainya sendiri.

Kita tidak pernah tahu kapan kita akan mengalami depresi akut. Oleh karena itu, saat mendengar berita bunuh diri, tidak selayaknyalah kita menyombongkan diri bahwa kita hebat dan mereka yang bunuh diri bodoh. Atau jutaan kalimat penghakiman lainnya. Tapi juga bukan berarti tindakan bunuh diri itu dibenarkan.

Seringkali bunuh diri terjadi karena mereka merasa sudah tidak ada lagi yang mau mengerti mereka. Saat ada yang mengatakan mereka depresi dan ingin bunuh diri, kebanyakan dari kita langsung menceramahi atau memberikan kata-kata bijak. Padahal belum tentu itu yang mereka butuhkan.

Kisah Elia menarik sekali, saat tahu Elia begitu depresinya, Tuhan tidak lantas mengkhotbahinya. Tuhan menyediakannya makan.

1 Raja-raja 19:5
Sesudah itu ia berbaring dan tidur di bawah pohon arar itu. Tetapi tiba-tiba seorang malaikat menyentuh dia serta berkata kepadanya: "Bangunlah, makanlah!"

Tuhan menunjukkan kepeduliannya. 2 kali Tuhan mengingatkan Elia untuk makan. Ada kebutuhan yang lebih penting untuk disentuh sebelum kita menjadi penceramah untuk teman-teman kita yang mau bunuh diri. Tunjukkanlah bahwa kita peduli kepada mereka, bukan ingin menghakimi atau menceramahi mereka.

Jumat, 14 Juli 2017

APAKAH HANYA TUHAN YANG PATUT DIPUJI?

APAKAH HANYA TUHAN YANG PATUT DIPUJI?

Pernahkah kita mendengar kisah tentang Yesus yang memberi makan dengan 5 roti dan 2 ikan? Pasti pernah dong... cerita itu sangat booming karena dari 5 roti dan 2 ikan bisa memberi makan 5000 orang laki-laki dewasa (saja).

Ketiga injil (Matius, Markus, Lukas) mengisahkan bahwa 5 roti dan 2 ikan itu berasal dari bekal para murid. Tapi Yohanes 6:1-15 memberikan perspektif yang berbeda. Roti dan ikan itu berasal dari seorang anak.

Dengan rela si anak memberikan roti itu kepada murid-murid. Kemungkinan besar ada pembicaraan terlebih dahulu antara murid-murid dengan anak tersebut. Mungkin pembicaraannya adalah, "Orang-orang di sini semuanya butuh makan. Dan hanya kamu yang bawa makanan, bolehkah kami memintanya. Nanti Yesus akan membuatnya menjadi cukup untuk semua orang di sini." Dan tanpa keraguan, anak itu percaya.

Tapi setelah roti dan ikannya diserahkan, dan juga setelah Yesus membuat mukjizat dengan roti dan ikan itu, apakah ada yang mengapresiasi anak tersebut? Tidak. Yang dipuji dan diapresiasi adalah Yesus karena mukjizatnya.

Tradisi hanya memuji Tuhan ini berlangsung sampai saat ini. Tidak ada yang salah dengan memuji Tuhan, tapi tidak adakah tempat untuk mengapresiasi karya dan kebaikan manusia?

Mungkin akan ada yang berpikir, "Kita harus berendah hati, jangan mau dipuji. Biarlah kemuliaan itu hanya milik Tuhan."

Apakah dengan mengapresiasi karya dan kebaikan sesama kita, akan mengurangi kemuliaan Tuhan? Jujur, kekristenan sekarang kurang apresiasi terhadap  karya jemaatnya. Setiap ada umat yang  berkarya, yang diserukan selalu, "Luar biasa Tuhan kita." Sekali lagi itu baik, tapi bisakah juga ditambahkan dengan apresiasi kepada mereka yang telah berkarya? Tidak adakah ruang apresiasi kepada manusia?

Coba lihat dalam khotbah-khotbah di gereja kita saat membicarakan 5 roti dan 2 ikan yang diambil dari Yohanes 6 tersebut, apakah ada yang mengapresiasi tindakan anak kecil tersebut?

Coba lihat gereja kita. Saat ada yang melayani dan menghasilkan karya baik, apakah kita mengapresiasinya? Pelayanan memang bukan untuk mengharapkan pujian, tapi apreasiasi dalam pelayanan dan gereja juga dibutuhkan. Yesus dalam pelayanan dan perumpamaan yang Dia berikan, tidak segan-segan untuk memberikan apresiasi, misal Matius 25: 21-23.

TIDAK BOLEH MENIKMATI DUNIA, KECUALI PENDETA

TIDAK BOLEH MENIKMATI DUNIA, KECUALI PENDETA

Seorang pendeta (pdt) mendatangi anggota jemaat yang selama ini terkenal begitu up to date, semua perkembangan zaman dia ikuti.

Pdt: Kamu tampaknya begitu cinta dengan dunia yah?

Umat: Memangnya kenapa kalo saya cinta dunia pak pendeta?

Pdt: Sebagai umat kristen, kita ga boleh mencintai dunia.

Umat: Tapi, bukankah Yesus datang ke dunia karena rasa cinta-Nya yang begitu besar kepada dunia? Yohanes 3:16 mengatakan,  "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal."

Pdt: Tapi 1 Yohanes 2:15 mengatakan,  "Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu."

Umat: Oh gitu, jadi Bapak pendeta menikmati dunia, dari hasil melarang umat menikmati dunia?

Pdt: Hah? Maksudnya?

Minggu, 02 Juli 2017

DIHANCURKAN SEMAKIN BESAR

DIHANCURKAN SEMAKIN BESAR

Saya kembali, setelah me-recharge diri selama beberapa hari ini. Saya akan bagikan kisah-kisah menarik yang saya dapatkan selama 'pengasingan diri' ini.

Saya memulai perjalanan saya dengan berkunjung dan tinggal di tempat cici saya yang merupakan pendeta di lombok. Gerejanya termasuk dalam aliran pentakosta. Namun yang menarik adalah, gerejanya sudah menggunakan banyak sekali pendekatan untuk melihat suatu masalah keagamaan. Misalnya mengenai pendeta perempuan, di beberapa gereja pentakosta masih dilarang seorang perempuan menjadi pendeta namun di gerejanya sudah tidak masalah karena mereka melihat juga dari sudut sosiologi. Masalah-masalah lain juga dilihat lintas ilmu, tidak hanya dari Alkitab saja. Gerejanya juga sering mengadakan dialog lintas agama. Dia mengajak umat kristen untuk mengenal juga ajaran agama lain. Bagaimana mau berteman jika tidak mau kenal? Bagaimana hidup damai jika yang dikhotbahkan hanya keburukan agama lain?

Oh iya ada satu lagi yang menarik. Gereja ini (tempat saya berfoto). Dahulunya hanya gereja kecil yang kumuh. Pada tahun 2000, gereja tersebut dihancurkan karena efek dari peristiwa mei 1998 masuk ke Lombok. Tapi 2 tahun kemudian, gereja ini sedikit demi sedikit dibangun dan berkembang menjadi jauh lebih besar dari sebelumnya.

Walau gereja sudah bertumbuh menjadi besar, cici saya ini tidak mendoakan keburukan bagi pembakarnya atau mengajarkan jemaat untuk membenci para pembakar atau agama para pembakar yang membakar gerejanya. Dia kini justru mengajak jemaatnya untuk mau mengenal kebaikan agama lain. Setiap bulan pasti ada pertemuan lintas agama.

Dihancurkan bukan menghilang justru semakin besar, bukan hanya gedungnya tetapi juga hatinya. Saya mendapat pelajaran berharga dari sini.

LELAH ITU MANUSIAWI

LELAH ITU MANUSIAWI

Banyak yang menganggap bahwa orang yang mendaki gunung pastilah kuat. Banyak yang mengira, pendaki gunung itu dari awal pendakian sampai puncak mendaki tanpa kelelahan dan istirahat. Padahal kenyataannya, kami lelah setiap saat dan beristirahat setiap 5-15 menit sekali. Tergantung jalur pendakiannya. Kalo datar, tidak perlu sering istirahat. Jika menanjak maka kami akan sering istirahat.

Kami bukanlah orang-orang yang kuat menahan derita, kami hanyalah orang-orang yang tahu kapan harus jeda dan kapan harus berjalan kembali. Perjalanan yang penuh kelelahan ini, kami jalani dengan iringan semangat dan istirahat.

Begitu juga perjalanan hidup kita. Banyak hal yang membuat kita kelelahan. Jangan sok kuat, jika butuh istirahat maka istirahatlah. Lelah itu manusiawi, tidak dosa.

Dan juga jangan kebanyakan mengasihani diri sendiri. Semua orang sama-sama lelah. Mungkin bedanya mereka terus melanjutkan hidupnya sedangkan kita masih terus saja mengasihani diri sendiri. Yang lain sudah berjalan jauh tapi kita masih tertunduk lesu. Mau sampai kapan?

PERGI KE MANAPUN, KEBENCIAN TETAP ADA

PERGI KE MANAPUN, KEBENCIAN TETAP ADA

Awalnya, saya mendaki gunung memang ingin mencari hening dalam setiap lelah yang dijalani. Keluar dari semua penat dan benci yang merasuk dalam setiap aktivitas rutin setiap hari. Namun saat proses mendaki, justru saya menemukan kebencian itu ikut mendaki juga ke gunung.

Saat saya beristirahat sejenak menghilangkan lelah mendaki gunung yang begitu terjal, saya mendengar satu orang berteriak kepada temannya, "Haleluya". Seruan tersebut ternyata untuk meledek. Karena pembicaraan berikutnya menunjukkan kebencian mereka kepada kekristenan.

Terdengar seorang dari mereka dengan lantang berseru, "Mereka yang harus ikut kita, bukan kita yang ikut mereka. Tidak ada kompromi dalam hal ini. Gorok kalo ga mau."

Ternyata, mau pergi ke manapun, kita akan tetap bertemu dengan kebencian selama kita masih bertemu dengan manusia. Kita tidak bisa kabur dari kebencian. Bahkan seandainya kita hanya sendirian di suatu pulau pun, kita tetap akan bertemu dengan kebencian di dalam diri kita sendiri. Kita benci dengan kesendirian kita, kita benci dengan sekitar kita dan kita benci dengan diri kita sendiri.

Kita memang tidak bisa kabur dari kebencian, tapi kita bisa memilih untuk terpengaruh oleh kebencian itu atau tidak.

SESUMBAR

SESUMBAR

"Kalo jalurnya udh ada seperti ini, pasti ga mungkin ada yang tersesat di gunung yah mas?" tanya saya kepada teman sependakian saya di gunung semeru.
Jalan di gunung semeru (dan di beberapa gunung lain) telah terbentuk dengan jelas sehingga para pendaki hanya perlu mengikutinya begitu saja. Oleh karena itu, saya berpikir tidak mungkin ada yang tersesat jika hanya mengikuti jalur yang sudah diberikan.

"Itu namanya sesumbar," tegur teman saya itu menanggapi pertanyaan saya. Awalnya saya tidak terlalu setuju dengan kata-katanya. Tapi tidak berapa lama setelah saya mengucapkan pernyataan tersebut, tersebar berita bahwa ada satu pendaki yang menghilang saat turun dari puncak mahameru.

Dia berada di puncak berdua sama temannya, tapi karena tidak kuat dingin maka dia turun terlebih dahulu. Tidak lama kemudian temannya yang satu lagi menyusul. Temannya sampai di kalimati dengan selamat tapi sayangnya dia tidak ada kabarnya sampai saya turun dari gunung dan tim SAR dikerahkan untuk mencarinya.

Dua orang turun dari puncak, yang satu turun dengan selamat tapi yang satu lagi menghilang. Walau berpijak di tempat yang sama, dan dengan arah perjalanan yang sama tapi apa yang terjadi berikutnya tidak bisa diduga.

Dalam hidup memang banyak hal yang tidak terduga bisa terjadi. Itulah kenapa kita jangan terlalu khawatir karena ketidakpastian hidup dan juga jangan terlalu sombong karena kepastian hidup. Ingat, tidak ada yang pasti di dalam hidup selain ketidakpastian itu sendiri.

Protected by Copyscape Duplicate Content Detection Tool

Delete this element to display blogger navbar