Pages

Rabu, 15 April 2015

JANGAN MENAFSIR KITAB SUCI

JANGAN MENAFSIR KITAB SUCI

Saya teringat dengan percakapan di suatu hari Minggu saat selesai berkhotbah di satu gereja. Ada beberapa orang yang sedang bercakap-cakap membahas beberapa ayat di dalam alkitab. Awalnya saya hanya senyum-senyum saja mendengarkan percakapan mereka, sampai satu titik, lidah saya mulai gatal untuk berujar karena mendengar seorang Bapak mengutip ayat-ayat alkitab lepas dari konteksnya, sebut saja Mr. X.

Saya: Maaf Pak, dari tadi saya mendengarkan Bapak mengutip beberapa ayat lalu menjelaskan begitu saja tanpa melihat ayat-ayat setelah dan sebelumnya atau lebih jauh lagi tidak melihat konteks ayat tersebut.

Mr. X: Untuk apa? Tiap ayat itu punya pesannya masing-masing. Dan Alkitab itu jangan ditafsir, bisa sesat. Seperti pendeta-pendeta di sini. Baca dan terima saja apa yang tertulis, itu baru benar.


Untuk beberapa saat saya mencoba memberikan beberapa pemahaman tentang tafsir, konteks, perikop dan lain sebagainya yang berkaitan dengan alkitab hingga akhirnya dia menyeletuk.

Mr. X: Wah semakin ngawur sekali kamu. Kamu masih muda dan awam, tidak tahu apa-apa. Jadi belum mengerti apa-apa tentang firman Tuhan. Kamu juga kan belum pernah belajar di sekolah alkitab jadi belajar dulu yah... Lain kali kalo bukan bidangnya jangan sok tahu yah...

Sepertinya bapak ini tidak mengenal saya, saya juga tidak mengenal beliau.

Saya: Bapak belajar di sekolah alkitab?

Mr. X: Tentu, saya sekolah di Sekolah Alkitab selama 6 bulan. Jadi saya tahu apa yang saya ucapkan tadi, mungkin kamu yang tidak tahu apa yang kamu ucapkan.

Saya: Oh iya maaf kalo gitu Pak, saya sepertinya belajar teologi kelamaan sampai 5 tahun, jadi tidak semengerti Bapak yang belajar alkitab 6 bulan. Maaf Pak. Mari Pak, saya pulang dulu.

Saya merasa harus menyudahi diskusi tersebut karena saat rekan diskusi sudah merasa dirinya lebih tinggi dan yang lainnya lebih rendah, maka diskusi tidak lagi perlu dilanjutkan karena dia sudah merasa benar bahkan sebelum diskusi dilakukan.

Sepertinya masih banyak orang-orang yang baru belajar agama sedikit lalu merasa paling tahu segalanya. Bahkan hanya belajar 6 bulan sudah seperti mengetahui seluruh isi alkitab.
Saya juga menemui fenomenon ini di beberapa agama. Ada yang baru belajar agama sedikit lalu merasa sudah tahu segalanya. Miris.

Salam,
Nuryanto Gracia, S.Si (teol)

0 komentar:

Posting Komentar

Protected by Copyscape Duplicate Content Detection Tool

Delete this element to display blogger navbar