Pages

Sabtu, 24 Juni 2017

ANAK TERANG DAN DOMBA TERSESAT

ANAK TERANG DAN DOMBA TERSESAT

“Domba tersesat”, frasa tersebut sesungguhnya tidak eksplisit tertulis di dalam Alkitab, yang ada hanyalah kisah tentang domba yang tersesat (Matius 18:12-14 dan Lukas 15:3-7). LAI sepakat memberikan judul yang sama untuk dua perikop tersebut yaitu, “Perumpamaan tentang domba yang hilang.”

Apa sebenarnya makna kisah domba yang hilang atau tersesat itu? Apakah kisah itu memang menunjukkan tentang orang-orang dari agama lain yang bertobat dan menjadi Kristen seperti pandangan beberapa aliran kristen selama ini?

Mari kita perhatikan konteks kisah itu satu persatu. Kita mulai dari Matius 18:12-14. Kisah tentang domba yang hilang dalam perikop tersebut ditutup dengan kalimat, “Demikian juga Bapamu yang di sorga tidak menghendaki supaya seorang pun dari anak-anak ini hilang.” Perhatikan sekali lagi, “anak-anak ini hilang.” Jadi secara eksplisit, tanpa harus menafsir terlalu jauh, tinggal membaca saja teksnya maka kita akan menemukan bahwa konteks cerita tersebut bukan untuk agama lain tetapi untuk anak-anak. Jadi yang dimaksud dengan domba tersesat atau terhilang itu adalah anak-anak. Jika membaca dari Matius 18:1-14 kita akan menemukan bahwa kisah domba tersesat hubungannya dengan pesan agar jangan sampai ada anak-anak yang terhilang, atau menyesatkan mereka. Matius 5:6 menekankan. "Tetapi barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil ini yang percaya kepada-Ku, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia ditenggelamkan ke dalam laut.”

Lalu siapakah anak-anak yang dimaksud? Apakah bocah-bocah dalam artian sesungguhnya atau anak-anak kecil dalam artian metafor? Ada yang mengatakan itu adalah anak-anak dalam artian sebenarnya, sehingga guru sekolah minggu selalu ditekankan agar jangan sampai membuat anak-anak tersesat. Tapi ada juga yang mengatakan itu adalah metafor untuk orang-orang lemah, sederhana, dan gampang terlukai yang ada di dalam komunitas Matius (bandingkan juga dengan kisah dalam Matius 25). Komunitas Matius diajak untuk merangkul ‘anak-anak kecil’ ini. Jangan sampai seorang pun dari mereka terhilang.

Tapi, walaupun berbeda tentang makna kata “anak-anak kecil” dalam kisah tersebut, pada intinya cerita tersebut tidak bercerita tentang agama lain. Jadi domba tersesat yang dimaksud bukan tentang agama lain. Lalu bagaimana dengan Lukas 15:3-7?

Berbeda dengan kisah dalam Matius di atas, Lukas mengakhiri kisah ini dengan kalimat, “Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan."

Nah, kalimat tersebut seringkali membuat pembaca menghubungkan kisah domba yang hilang dengan umat agama lain yang bertobat. Secara eksplisit kita memang menemukan teks tentang “orang berdosa yang bertobat.” Ini masalahnya jika hanya mengutip satu ayat lepas dari konteksnya. Sebelum melihat konteks penulisan, coba kita lihat kisahnya terlebih dahulu secara keseluruhan, Lukas 15:1-32. Ada 3 kisah kehilangan dalam pasal 15 tersebut, yaitu domba yang hilang, dirham yang hilang dan anak yang hilang. Kisah-kisah itu ditujukan kepada orang-orang farisi dan ahli taurat yang mengkritik Yesus mengenai sikap-Nya menerima orang-orang yang terkucil secara religius dan sosial itu (baca Lukas 15:1 dan 2). Kisah dalam pasal 15 ini ditutup dengan perumpamaan anak yang hilang. Lukas ingin menunjukkan bahwa masalah terbesar sesungguhnya bukanlah domba yang hilang, atau anak-anak yang hilang tetapi anak-anak yang lebih tua (mereka yang merasa lebih suci, religius dan berkuasa), yang menolak turut serta dalam perayaan di mana-mana orang-orang yang terkucil itu justru dianggap sebagai tamu terhormat oleh Yesus. Jadi domba tersesat dalam perikop ini bukanlah tentang agama lain tapi tentang orang-orang berdosa yang mau bertobat.

Dosa yang dimaksud itu apa? Apakah tentang mereka yang beragama lain? Seringkali kata dosa disambungkan dengan mereka yang beragama lain lalu bertobat masuk agama kita. Seakan-akan memeluk agama lain adalah sebuah dosa.

Sekali lagi mari kita baca Lukas 15:1. Di sana sudah diberikan contoh siapa itu orang berdosa yang dimaksud Lukas. Siapa? Pemungut cukai. Jadi orang berdosa yang dimaksud adalah orang-orang yang melakukan tindakan kejahatan secara sosial dan moral. Bukan soal beda agama.

Jadi, baik Matius dan Lukas, tidak pernah mengaitkan domba yang tersesat atau terhilang dengan umat agama lain.

Sekarang mari kita berangkat kepada istilah selanjutnya, yaitu “anak terang.”
Setidaknya istilah anak terang secara eksplisit bisa kita temui dalam Lukas 16:8, Yohanes 12:36; 2 Korintus 6:14; Efesus 5:8, dan 1 Tesalonika 5:5. Wah banyak juga yah, jika dibahas satu-satu bisa sangat panjang. Mari kita lihat garis besarnya saja.

Lukas 16:8 membandingkan anak-anak dunia dengan anak-anak terang. Anak-anak dunia yang dimaksud jelas bukanlah mereka yang beragama lain, melainkan mereka yang melakukan kejahatan atau dosa. Ingat Lukas 16 adalah kelanjutan dari Lukas 15. Pembahasan Lukas 15 tentang dosa silakan baca lagi di atas.

Yohanes 12:36 membandingkan anak-anak terang dengan kegelapan. Kegelapan yang dimaksud adalah dosa, kejahatan dan penindasan dari kelompok Yahudi yang menekan dan menganiaya komunitas kristen yang baru terbentuk. Jadi ini bukan soal agama lain tetapi soal umat Yahudi yang menindas umat Kristen.

2 Korintus 6:14 membandingkan terang dengan gelap, orang percaya dengan orang yang tak percaya. Ayat ini tampaknya pas sekali untuk mengaitkan antara Kristen dengan umat agama lain. Ayat ini juga sering dipakai untuk melarang umat Kristen pacaran dengan agama lain. Secara implisit seakan ingin mengatakan bahwa umat agama lain itu gelap, dan kristen terang. Bahkan LAI memberikan judul secara jelas di dalam 2 Korintus 6:11-18 yaitu, “Jangan ada lagi noda kekafiran.” Wah lengkap sudah, ayat ini memang berbicara tentang agama lain. Susah sekali sepertinya untuk mengelak. Apakah kita terima saja bahwa ayat ini berbicara tentang agama lain?

Sebelum ke sana, mari kita lihat dulu ketidakkonsistenan kita dalam menjalankan perintah Tuhan. Kita menggunakan 2 Korintus 6:14 untuk melarang orang lain tidak pacaran atau menikah dengan agama lain. Tapi mengapa kita tidak ikuti juga perintah ayat 17, yang bunyinya:

Sebab itu: Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu.

Ayat ini mengutip dari Yesaya 52:11, yang bunyinya:

Menjauhlah, menjauhlah! Keluarlah dari sana! Janganlah engkau kena kepada yang najis! Keluarlah dari tengah-tengahnya, sucikanlah dirimu, hai orang-orang yang mengangkat perkakas rumah TUHAN!

Jika mengikuti perintah itu maka seharusnya kita keluar dari tempat di mana ada mereka yang beragama lain. Di Indonesia ini, jelas umat Kristen di kelilingi dan hidup berdampingan dengan umat agama lain. Jika memang mau konsisten bahwa yang dimaksud dalam 2 Korintus itu adalah agama lain, maka seharusnya kita harus keluar dari Indonesia dan carilah negara atau tempat yang tidak ada agama lainnya.

Tapi apakah emang itu maksudnya? Nah mari kita lihat lebih dalam.
Jemaat Korintus berada dalam satu konteks di mana orang Korintus suka sekali melakukan tindakan yang jahat seperti percabulan. Bahkan percabulan itu juga dilakukan di dalam kuil-kuil ibadah mereka, itulah kenapa ada istilah sundal bakti.

Jadi yang dimaksud dengan orang tak percaya dan gelap dalam ayat ini adalah orang-orang Korintus yang melakukan tindakan jahat tersebut. Perhatikan ayat 14 di sana dibandingkan antara Kristus dan Belial. Belial artinya jahat atau tidak berguna, orang Yahudi sering mengaitkannya dengan Iblis. Jadi pilihannya bukanlah Kristus atau agama lain, tapi Kristus dan orang-orang jahat. Janganlah menjadi pasangan yang tidak seimbang dengan mereka-mereka yang melakukan perbuatan jahat itu. Bahkan sebisa mungkin keluarlah dari pergaulan buruk mereka, yang akan membawa kita juga kepada pergaulun buruk seperti percabulan yang mereka lakukan. Begitulah maksud dari 2 Korintus tersebut.
Efesus 5:8 membandingkan antara kegelapan dan anak-anak terang. Kegelapan yang dimaksud adalah percabulan, kecemaran, keserakahan, dan perkataan kotor. Sebab terang hanya berbuahkan kebaikan, keadilan dan kebenaran. (Silakan baca dari Efesus 5:1). Tapi di sana ada tertulis kalimat penyembah berhala, bukankah itu artinya menyinggung agama lain? Coba perhatikan kalimat utuhnya dalam Efesus 5:5, “Karena ingatlah ini baik-baik: tidak ada orang sundal, orang cemar atau orang serakah, artinya penyembah berhala, yang mendapat bagian di dalam Kerajaan Kristus dan Allah.”

Siapa penyembah berhala yang dimaksud? Orang sundal, orang cemar dan orang serakah. Jadi bukan soal agama lain.

1 Tesalonika 5:5 juga membandingkan anak-anak terang dengan orang-orang malam atau orang-orang kegelapan. Definisi kegelapan yang dimaksud juga tidak jauh berbeda dengan penjelasan pada 2 Korintus dan Efesus. Tidak ada kaitannya dengan agama lain.


Lalu pertanyaannya, bolehkah umat Kristen menggunakan frasa “Anak-anak terang”? Oh boleh sekali. Frasa itu sebagai sebuah refleksi iman bahwa kita harusnya hidup dalam terang dan kebaikan Tuhan. Kita adalah anak-anak terang karena itu hiduplah dalam kebenaran. Tapi jangan hubungkan anak-anak gelap dengan umat agama lain tapi hubungkan dengan mereka pembuat kejahatan yang memupuk hidupnya dengan kejahatan. 

Jumat, 23 Juni 2017

GILA AGAMA

GILA AGAMA

Suatu saat, semua orang yang gila agama akan saling mengklaim bahwa negara ini adalah milik Tuhannya. Siapa pun yang tidak mau mengikuti perintah Tuhannya, harus keluar dari negara ini.

Buktinya apa bahwa Tuhan mereka yang menciptakan negara ini? Kitab suci masing-masing. Dari klaim negara, nanti mereka akan berlanjut mengklaim dunia.

Dan yang akan menjadi bukti terkuat mereka adalah kitab suci. Para ilmuwan dan cendekiawan berusaha membangun dunia ke arah yang lebih baik dan beradab, dengan segala macam percobaan, peralatan dan teknologi yang luar biasa tapi orang-orang mabuk ini, datang dengan menyodorkan bukti kitab sucinya masing-masing lalu paling merasa menjadi orang yang berhak menempati bumi.

AGAMA SEMBAKO

AGAMA SEMBAKO

Adakah bahasa intimidatif di dalam kitab suci kita? Ada dan banyak. Intimidatif dalam arti menganggap yang lain lebih rendah dan tak lebih baik dari dirinya.

Di setiap agama pasti ada. Lalu sebagai umat beragama, kita mengutip kata atau kalimat tersebut ke konteks kita masa kini tanpa melihat konteks kisah saat kalimat itu turun/diwahyukan/ditulis. Sehingga akhirnya kita membenarkan kalimat intimidatif itu dengan dalih bahwa di agama lain juga ada kalimat serupa itu.

Misal, saat terjadi perdebatan sengit tentang penggunaan kata kafir dan non kafir. Ada yang mengatakan bahwa kata kafir bukan kata negatif, hanya pembeda antara golongan agamaku atau bukan. Lalu dibenarkan dengan argumen, di kristen juga kami dianggap sebagai domba tersesat atau anak-anak gelap.

Kafir, domba tersesat atau anak-anak gelap, mungkin pada awalnya digunakan secara positif sebagai pemisah bahwa kamu bukan dari agamaku atau kamu belum masuk agamaku, dan aku berharap kamu masuk agamaku. Namun pada kenyataannya kata tersebut menjadi sangat negatif dalam interaksi kehidupan keagamaan kita. Ada yang memaki penuh kebencian menggunakan kata tersebut. Ada juga yang akhirnya menggunakan kata tersebut untuk mengintimidasi mereka yang berbeda.

Atau misalnya lagi penggunaan kata sesat. Kata tersebut digunakan untuk melabeli agama lain yang tak sama atau agamanya sama tapi beda aliran. Lalu kita berdalih dengan mengatakan bahwa bagiku kamu tersesat karena tidak beriman kepada Tuhanku, dan bagimu aku tersesat karena tidak beriman kepada Tuhanku. Jadi yah santai saja jika dibilang sesat. Begitu kira-kira pendapat selama ini.

Membiarkan kalimat intimadatif kepada yang lain karena yang lain melakukan hal serupa. Mengapa demikian? Karena kita masih punya semangat mengubah orang dari agama lain masuk dalam agama kita, baik secara halus dan intelek maupun secara paksa, pokoknya kalo beralih ke agama kita itu paling baik.

Semangat mengkonversi agama lain ini membuat kita tidak bisa melihat bahwa agama lain itu baik. Oleh karena itu, semangat mengkonversi agama lain itu perlu dialihkan kepada semangat yang lain. Misal dalam kekristenan ( saya mulai autokritik terhadap agama sendiri yah, silakan teman-teman autokritik agama sendiri), dikenal istilah Amanat Agung. 

Amanat Agung adalah Amanat Yesus sebelum naik ke surga. Apa Amanat-Nya? Menjadikan semua bangsa murid Yesus dan baptislah mereka, atau dengan kata lain jadikanlah semua bangsa beragama kristen. Walaupun sebenarnya dalam Alkitab kata Amanat Agung secara literal tidak akan kita temukan. Yang akan kita temukan adalah kata literal "Hukum yang terutama." Apa bunyinya?

Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.
Itulah hukum yang terutama dan yang pertama.
Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.
Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi." (Matius 22:37-40)

Adakah yang lebih tinggi dari hukum itu? Tidak. Apakah Amanat Agung lebih tinggi dari hukum ini? Tidak. Banyak yang mengatakan bahwa Amanat Agung dan hukum ini tidak bertentangan. Betul, tapi pada kenyataannya berbeda.

Pada kenyataannya kita masih menggunakan kata-kata intimidatif seperti contoh di atas. Bahkan ditanamkan sejak masih sekolah minggu. Kita juga mengasihi orang dari agama lain dengan motiv tersembunyi,  yaitu agar orang lain masuk agama kita. Bahkan kristen sering dikenal sebagai agama sembako, yaitu bagi-bagi sembako agar agama lain masuk kristen. Ikut membantu korban bencana alam agar masuk kristen. Akhirnya membantu sesama tidak lagi secara tulus. Hal ini bertentangan dengan hukum terutama di atas, yaitu kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Bukan, kasihilah sesamamu manusia agar dia masuk agamamu.

Oleh karena itu, kekristenan pun mulai mengembangkan cara berpikirnya. Pemahaman tentang misi yang tadinya kristenisasi bergeser kepada kemanusiaan. Misi yang bukan lagi mengkristenkan orang lain melainkan memanusiakan manusia sama seperti misi Yesus di dunia yaitu memanusiakan manusia.

"Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang." Lukas 4:18-19.

Walaupun masih banyak umat Kristen yang masih berada pada semangat untuk mengkristenkan orang lain. Tapi saat kita berani keluar dari semangat itu, maka kita bisa melihat bahwa agama lain itu baik dan agama kita juga baik. Kita bisa belajar kebaikan dari agama lain, tanpa harus meninggalkan atau menjelek-jelekkan agama kita. Kita bisa meyakini agama kita benar tanpa harus menjelek-jelekkan agama lain. Kita tidak perlu lagi menggunakan kata-kata, kalimat atau ayat intimidatif untuk mengintimidasi orang dari agama lain. Pemuka agama yang dalam semangat ini, saat membicarakan agama lain, tidak lagi membicarakan keburukannya melainkan kebaikannya.

Hal ini bukan juga berarti bahwa semua agama sama. Jika kita menganggap semua agama adalah sama maka kita tidak menghargai perbedaan. Biarlah yang berbeda tetap berbeda tanpa harus disama-samakan. Nikmatilah perbedaan itu.

Yang penting, semangat kita tidak lagi melihat keburukan dalam agama lain tapi melihat kebaikannya. Lalu mencari titik temu untuk sama-sama berjuang demi kemanusiaan. Masih banyak masalah kemanusiaan yang perlu diselesaikan. Daripada energi dihabiskan untuk menyalahkan agama lain, lebih baik energi itu digunakan untuk mengentaskan masalah kemanusiaan.

Senin, 19 Juni 2017

CUKUP ITU CUKUP

CUKUP ITU CUKUP

Alkitab mengajarkan kepada kita untuk hidup dengan segala kecukupan. Bukan berlebihan apalagi terlalu berlebihan.

1. Saleh dan berhikmatlah secara cukup, jangan  berlebihan
Pengkhotbah 7:16 (TB)  Janganlah terlalu saleh, janganlah perilakumu terlalu berhikmat; mengapa engkau akan membinasakan dirimu sendiri?

2. Ibadahlah secara cukup, jangan berlebihan. Ibadah yang dimaksud adalah ibadah ritual di tempat ibadah. Jangan terlalu berlebihan memberikan waktu di tempat ibadah karena panggilan hidup kita sesungguhnya ada di dalam aktivitas hidup kita.
1 Timotius 6:6 (TB)  Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar.

3. Marahlah secara cukup
Efesus 4:26 (TB)  Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu 

4. Berdukalah secara cukup
2 Samuel 12:21-23 (TB)  Berkatalah pegawai-pegawainya kepadanya: "Apakah artinya hal yang kauperbuat ini? Oleh karena anak yang masih hidup itu, engkau berpuasa dan menangis, tetapi sesudah anak itu mati, engkau bangun dan makan!"
Jawabnya: "Selagi anak itu hidup, aku berpuasa dan menangis, karena pikirku: siapa tahu TUHAN mengasihani aku, sehingga anak itu tetap hidup.
Tetapi sekarang ia sudah mati, mengapa aku harus berpuasa? Dapatkah aku mengembalikannya lagi? Aku yang akan pergi kepadanya, tetapi ia tidak akan kembali kepadaku."

5. Mintalah sesuatu kepada Tuhan secara cukup

Matius 6:11 (TB)  Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya

6. Kuatirlah yang cukup. Masalah satu hari cukuplah membebani satu hari.
Matius 6:34 (TB)  Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari."

7. Nikmatilah berkat yang Tuhan berikan secara cukup, walaupun berkat itu manis seperti madu tapi berusalah untuk mencukupkan diri
Amsal 25:16 (TB)  Kalau engkau mendapat madu, makanlah secukupnya, jangan sampai engkau terlalu kenyang dengan itu, lalu memuntahkannya.

8. Datanglah ke rumah teman secara cukup, jangan terlalu sering. Ada batas yang tipis antara kangen dan bosan
Amsal 25:17 (TB)  Janganlah kerap kali datang ke rumah sesamamu, supaya jangan ia bosan, lalu membencimu.

9. Cukupkan diri dengan gaji yang kita punya
Lukas 3:14 (TB)  Dan prajurit-prajurit bertanya juga kepadanya: "Dan kami, apakah yang harus kami perbuat?" Jawab Yohanes kepada mereka: "Jangan merampas dan jangan memeras dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu."

10. Berbagi dan dibagi bukan untuk berlebihan tetapi supaya saling bercukupan

2 Korintus 8:14 (TB)  Maka hendaklah sekarang ini kelebihan kamu mencukupkan kekurangan mereka, agar kelebihan mereka kemudian mencukupkan kekurangan kamu, supaya ada keseimbangan.

Walaupun semua hal di atas harus berkecukupan, namun ada satu hal yang boleh berkelebihan yaitu melakukan kebajikan.

2 Korintus 9:8 (TB)  Dan Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan.

Sabtu, 17 Juni 2017

SETAN DAN IBLIS JUGA

SETAN DAN IBLIS JUGA

Kamu percaya kepada Tuhan dan percaya bahwa Tuhanmu adalah satu-satunya Tuhan yang benar?

Setan-setan juga percaya dan mereka gemetar (Yakobus 2:19).

Kamu hafal dan fasih mengutip ayat-ayat kitab suci?

Iblis juga hafal dan fasih mengutipnya (Matius 4:1-11).

Jadi, apa yang membuat kita sebagai umat beriman berbeda dengan para setan dan iblis itu?

Kamis, 08 Juni 2017

KEKERASAN ATAS NAMA AGAMA

KEKERASAN ATAS NAMA AGAMA

Mengapa banyak terjadi kekerasan atas nama agama? Banyak yang mengatakan kejahatan itu bukan salah agamanya tapi salah orangnya. Oke, tapi orang yang melakukan kesalahan itu juga tidak salah sendirian, ada tokoh dan sebab lain yang ikut membentuk pola pikirnya yang salah. Jadi mari kita lihat apa sebabnya.

1. Khotbah agama yang menjelek-jelekkan agama lain. Mungkin ada teman-teman yang mengatakan bahwa tidak apa-apa menjelek-jelekkan agama lain asal di intern agamanya saja. Menurut saya, hal itu tidak baik. Dengan menjelek-jelekkan agama lain, kita turut menanamkan kebencian kepada para pendengar khotbah kita. Dalam khotbah, yang seharusnya ditanam adalah cinta, bukan benci. Silakan khotbah tentang agama kita paling baik dan benar tanpa harus menjelek-jelekkan agama lain. Membandingkan dengan menjelekkan, adalah 2 hal yang berbeda.
2. Umat agama kurang pengetahuan yang baik tentang agama lain. Pemuka agamanya pun terkadang enggan menceritakan tentang kebaikan yang ada di agama lain. Mereka lebih suka menceritakan keburukan agama lain. Jika kebaikan tentang agama lain diceritakan, bisa-bisa nanti umatnya pindah ke agama lain semua. Usul saya untuk umat yang belum pernah mendengarkan kebaikan agama lain dari pemuka agamanya, silakan cari sendiri melalui buku-buku agama lain. Carilah buku-buku agama lain yang ditulis menggunakan pendekatan empatis, non apologetis dan apresiatif. Baca dan temukanlah kebaikan di sana. Kita butuh belajar juga tentang agama lain agar ga mudah diadu domba. Tuh kan domba lagi yang disalahin...
3. Umat tidak mengecek kembali kebenaran isi khotbah dari pemuka agamanya. Hal itu bisa karena umat malas menambah pekerjaan dengan mengecek-ngecek khotbah atau juga bisa karena didoktrin bahwa khotbah pemuka agama pasti benar karena langsung dituntun oleh Tuhan. Padahal dalam setiap kitab suci di agama kita, pasti disebutkan untuk berhati-hati dengan nabi-nabi palsu. Tahu darimana bahwa pemuka agama kita termasuk nabi palsu atau tidak, jika kita tidak mau mengecek kebenaran khotbahnya?
4. Asal ada ayatnya pasti benar. Padahal ujaran untuk membunuh orang lain pun ada di dalam kitab suci kita. Jadi kita harus mengecek lagi apa konteks dan maksud sebenarnya dari ayat itu. Biasakan untuk membaca keseluruhan bagian dari ayat itu agar tahu konteks dan maksudnya. Yang bisa jadi pegangan adalah, Tuhan itu mengasihi manusia, tak mungkin dia mengajak kita saling membenci apalagi sampai membunuh manusia yang dikasihinya. Dan ingat, iblis pun bisa mengutip ayat dari kitab suci kita demi membenarkan pendapatnya.

OTOKRITIK AGAMA YANG MENYENANGKAN

OTOKRITIK AGAMA YANG MENYENANGKAN

Otokritik merupakan bagian penting dari sebuah agama. Otokritik membuat agama terlihat ada kurangnya, tapi itu menyenangkan karena artinya agama belum menjadi Tuhan. Hanya Tuhan yang sempurna, selain itu tidak ada yang lain, yang bisa dikatakan sempurna, baik itu agama maupun kitab suci.

Otokritik membuat kita melihat ada kekurangan dalam agama yang perlu diperbaiki. Saat berbicara tentang agama maka yang dimaksud adalah ajaran, kebijakan-kebijakan, ritus/tradisi dan tafsir terhadap kitab suci. Jika kita merasa agama kita tidak boleh diperbaiki, coba cek agama kita 50-100 tahun lalu, masih sama atau ada yang berbeda? Pasti ada yang berbeda.

Otokritik dilakukan oleh umat agama dari agama tersebut. Misal saya dari agama Kristen maka saya melakukan otokritik terhadap agama saya. Otokritik dilakukan tidak dengan membabi-buta menyerang ajaran-ajaran yang ada sekarang atau mengutip-ngutip ayat lalu mengatakan ajaran yang ada saat ini salah, tidak cocok, dan omong kosong.

Otokritik disampaikan dengan ilmu. Tidak asal bicara tetapi memiliki argumen yang jelas dan kuat. Siap berdiskusi jika diperlukan. Dan siap berbagi usul jika ditanyakan.

Dalam setiap proses otokritik, selalu ada orang-orang yang berada di luar lingkaran agama yang dikritik (agama lain), ikut masuk ke dalam proses tersebut. Lalu dengan latahnya ikut-ikutan mengkritik tanpa tahu semangatnya.

Misalnya saya menulis otokritik tentang ketuhanan Yesus. Lalu masuklah agama lain yang ikut nimbrung di dalam diskusi itu sambil dengan sombongnya menuliskan, "Betul sekali mas. Saya juga percaya Yesus itu bukan Tuhan. Ketuhanan Yesus merupakan hasil kesepakatan para tokoh gereja zaman dulu. Sayangnya orang kristen ga bisa dibilangin. Untungnya mas berpikiran terbuka. Semoga mas segera menemukan jalan kebenaran."

Serius saya pernah dapat komen seperti itu, bahkan ada yang langsung chat secara pribadi ke saya, dan saya mau ketawa. Hahaha

Begini, motivasi saya melakukan otokritik untuk mengajak umat Kristen berpikir kembali tentang ajarannya dan mengajak untuk memikirkan kembali ajaran apa yang lebih kontekstual untuk masa kini, tapi mereka yang dari agama lain datang dengan motivasi bahwa agama kristen salah dan harus ikut ajaran agamanya yang benar. Padahal saat agama mereka dikritik, mereka tidak mau.

Jadi saat saya melakukan otokritik, sesungguhnya saya sedang mengajak mereka yang setuju dengan tulisan itu untuk melakukan otokritik juga terhadap agamanya. Jika kamu dari agama lain, lalu setuju dengan otokritik saya terhadap agama kristen maka itu artinya kamu juga harus melakukan otokritik terhadap agamamu sendiri.

Semangat mengoreksi agama sendiri harus dikembangkan, bukan hanya semangat mengoreksi agama lain saja yang dibesar-besarkan.

Tidak hanya otokritik agama, hal ini juga berlaku dalam otokritik suku, ras, hobi, dsb.

Selasa, 06 Juni 2017

ROHANIAWAN DAN PENJAHAT

ROHANIAWAN DAN PENJAHAT

Ada dua orang yang sedang berdoa di tempat ibadah. Yang satu ada di dalam dan yang satu lagi ada di luar. Yang ada di dalam adalah rohaniawan dan yang di luar adalah penjahat.

Rohaniawan: Tuhan, aku bersyukur karena tidak pernah mencuri, berzinah, menipu, merampok atau menjadi penjahat seperti orang yang ada di luar itu. Aku juga rajin melayani-Mu dan rajin datang ke tempat ibadah.

Penjahat: (sambil tersungkur ke tanah dia berdoa) Tuhan, kasihanilah aku orang berdosa ini.

Apa yang dipikirkan Tuhan?
Tuhan berkata:  Penjahat itu pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan Rohaniawan itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.

Senin, 05 Juni 2017

BANTULAH ISTRIMU

BANTULAH ISTRIMU

Kezia: Pi, tolong rapihin rambutnya Zia dong, udah mau telat nih dia. Aku mau e-ek dulu, udah kebelet.

Saya: Aku mana bisa rapihin rambut sih mi. Ya udah kita bagi tugas aja. Kamu yang rapihin rambut zia, aku yang e-ek.

Kezia: Lah, itu apanya yang bagi tugas?

Saya: Kamu kan lagi melakukan 2 tugas, rapihin rambut dan e-ek. Aku ga bisa rapihin rambut, jadi aku kerjakan tugas kamu yang bisa aku lakukan aja, yaitu e-ek.

Kezia: 😑

Jadilah suami yang baik. Kerjakan apa yang bisa kita kerjakan, agar beban istri sedikit ringan. Misalnya mewakili dia e-ek.

FILM BERKELAS

FILM BERKELAS

Kezia suka banget nonton nadin di antv. Saya protes.

Saya: Nontonnya begituan terus.
Kezia: Lagi seru, ada babi ngepetnya.

Saya: Yaelah, ga berkelas banget tontonannya.
Kezia: Emangnya tontonan berkelas yang kaya apa?

Saya: Kaya film cinta-cintaan anak SMA. Soalnya ada SMA kelas 1, 2 dan 3.

Surat Untuk Afi Nihaya Faradisa

Surat Untuk Afi Nihaya Faradisa

Halo Afi Nihaya Faradisa, saya suka dengan tulisan-tulisan dan keberanianmu selama ini. Saya bukanlah orang yang kepanasan saat membaca tulisan-tulisanmu, apalagi sampai ingin membunuhmu. Saya hanya keberatan dengan satu paragraf dalam tulisan terbarumu. Yang begini isinya:

"Apakah aku pernah melakukan plagiasi? Ya.
Kita semua pernah. Siapa yang tidak pernah melakukannya? Mulai dari tugas sekolah sejak SD, makalah kuliah, ujian, sampai caption foto di media sosial. Kalaupun kita mengklaim punya hak cipta atas suatu gagasan yang brilian, maka gagasan tersebut tetaplah akumulasi dari segala hal yang berhasil kita serap sehari-hari.
Tak ada gagasan yang benar-benar murni, asli."

Dalam dunia komikus/ilustrator, banyak yang marah-marah saat komik/gambar mereka di ambil tanpa izin, tanpa menuliskan sumber, menghilangkan watermark apalagi sampai dianggap milik si pengambil. Bahkan seorang komika (stand-up comedy), ada yang keberatan saat materi lawaknya dijadikan cerita komik tanpa izin. Dan saya yakin dalam dunia lainnya, saat karya orang lain diakui sebagai karya sendiri banyak yang akan marah-marah.

Saya kagum dengan keberanianmu, karena itu jangan lunturkan keberanian itu dengan pembelaan diri yang tidak semestinya. Pembelaan dirimu ini cukup berbahaya, apalagi jika dibaca adik-adikmu di SD, SMP, SMA dan kakak-kakakmu yang sedang kuliah. Bahkan berbahaya juga untuk para kreator, mengapa?
1. Kalimatmu itu seakan ingin mengatakan anak SD menyalin tugas temannya di sekolah, itu wajar. Menyalin makalah kuliah dan ujian itu wajar. Padahal guru, dosen dan tokoh agama, berjuang mati-matian untuk menanamkan itu tidak wajar.
2. Saat kamu mengatakan bahwa tidak ada gagasan yang benar-benar murni lalu membenarkan bahwa mengambil karya orang lain adalah hal yang lazim, maka jangan marah saat kebudayaan kita diakui oleh Malaysia. Tidak ada yang murni asli. Dan buku-buku tidak perlu lagi menorehkan catatan kaki dari mana kutipan tersebut mereka ambil, karena tak ada yang murni asli. Skripsi tinggal salin dari tulisan yang sudah ada sebelumnya, karena tak masalah menyalin. Betapa banyak gelar sarjana dibatalkan karena ketahuan menyalin skripsi yang sudah ada, mungkin setelah membaca tulisanmu itu, mereka akan segera menuntut kampusnya karena tidak masalah untuk menyalin, tidak ada yang baru di bumi ini.
3. Mungkin juga kamu mengatakan bahwa ini bukan soal karya ilmiah, tapi ini soal status sosial media. Oke. Di atas saya sudah tulis komikus/ilustrator dan komika yang protes saat karya mereka diambil tanpa dituliskan sumbernya. Karya mereka bukan karya ilmiah, diunggahnya juga di sosial media, tetapi mereka tetap marah. Siapa yang tidak marah saat karya mereka diambil tanpa diakui bahwa merekalah pembuatnya.
4. Mengatakan bahwa tidak ada gagasan yang baru, semua adalah akumulasi dari segala hal yang berhasil kita serap sehari-hari lalu dengan seenaknya mengambil karya orang lain tanpa sumber, sama seperti mereka yang berkata, "Semua yang ada di bumi adalah milik Tuhan, jadi saya bebas mengambilnya." Atau sama seperti plagiator lagu yang membela dirinya dengan mengatakan, "Saya tidak plagiat. Nada hanya do sampai si, jadi wajar jika sama."
5. Dan tulisanmu yang dipermasalahkan sebagai plagiarisme bukan hanya satu atau dua kalimat, tapi berparagraf-paragraf, sama persis.

Nah menurut saya, ada baiknya dengan berani kamu mengakui bahwa kamu salah karena tidak menuliskan sumber dari tulisanmu. Saya yakin kamu tidak bermaksud mengakui tulisan itu sebagai tulisanmu. Dan saya yakin, pasti ada banyak alasan kenapa kamu tidak mau menuliskan nama si penulisnya.

Tapi, meminta maaflah jika salah. Dan lanjutkan lagi tulisan-tulisanmu yang mencerahkan itu. Jika mengambil dari tulisan lain, jangan lupa ditulis sumbernya. Selamat menjadi pencerah yang berani salah dan siap memperbaiki diri Afi. Tuhan memberkati.

Salam dari saya, yang pernah remaja.

TUHAN DAN ORANG HINA

TUHAN DAN ORANG HINA

Tuhan mengumpulkan umat-Nya di hari akhir. Dia memisahkan umat yang baik berada di sebelah kanannya dan umat yang jahat di sebelah kirinya. Satu orang yang berada di sebelah kiri Tuhan, protes. Sebut saja namanya "Sebut."

Sebut: Tuhan, kenapa aku dimasukkan ke golongan orang jahat? Padahal waktu muda aku menjadi pengurus komisi remaja dan pemuda, saat dewasa aku menjadi penatua dan guru sekolah minggu. Aku rajin datang ke gereja. Setiap hari aku membaca Alkitab. Aku selalu dilibatkan dalam kepanitian acara gerejawi.

Tuhan: Apakah engkau memberikan-Ku makan saat Kulapar, memberiku minum saat Kuhaus? Apakah kau memberi-Ku tumpangan saat Aku tak memiliki tempat untuk berteduh? Apakah kau memberikan-Ku baju saat Kutelanjang? Apakah Kau menjenguk-Ku saat Kusakit?

Sebut: Hah? Kapan Kaulapar, haus, tak memiliki tempat, telanjang dan sakit? Jika Kauminta kepada-Ku, aku pasti akan memberikannya.

Tuhan: Begini yah, But. Apakah kau pernah melihat orang lapar, haus, tak memiliki tempat, telanjang dan sakit di sekitarmu?

Sebut: Oh orang-orang hina itu? Aku sering melihat mereka.

Tuhan: Sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina itu, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku.

Protected by Copyscape Duplicate Content Detection Tool

Delete this element to display blogger navbar