Pages

Tampilkan postingan dengan label Renungan Gaul. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Renungan Gaul. Tampilkan semua postingan

Senin, 06 Maret 2017

MENONTON FILM DANGAL DAN MEMBACA KITAB SUCI

MENONTON FILM DANGAL DAN MEMBACA KITAB SUCI

Di film Dangal, 2 anak perempuannya merasa bahwa ayahnya terlalu memaksakan anak-anaknya untuk mewujudkan ambisi ayahnya. Namun, seorang teman mereka mengatakan bahwa justru itu hal yang baik. Di saat orangtua yang lain hanya menyiapkan anak perempuan mereka untuk menikah dan punya anak, justru orangtua mereka memikirkan masa depan yang lain untuk mereka.

Terkadang paksaan bisa menjadi sebuah bukti bahwa kita masih dipikirkan dan dikasihi. Wah pesan ini bisa kita jadikan senjata untuk mendoktrinasi anak kita bahwa jika dipaksa orangtua itu harusnya bersyukur. Itu artinya mereka disayang orangtua.

Tapi sayangnya, tidak semua konteks bisa diambil kesimpulan yang sama. Ada saatnya paksaan orangtua membatasi kreativitas anak. Namun di negeri seperti India di mana perempuan dianggap lemah, tak punya hak untuk memikirkan masa depan, dilahirkan hanya untuk menikah dan mengasuh anak, maka paksaan ayah dalam film Dangal menjadi sebuah nilai positif.

Kita yang tinggal di Indonesia khususnya di daerah metropolitan pasti tidak merasa bahwa pesan film ini penting untuk kita. Perempuan di masyarakat perkotaan sudah tidak lagi atau jarang merasakan seperti apa yang dirasakan perempuan dalam masyarakat Hindi. Itulah kenapa film Dangal tak semeledak film PK di Indonesia. Padahal di India, film ini penontonnya melebihi penonton film PK.

Saat menonton film, kita tidak hanya harus mencari apa pesan dari film tersebut tapi apa konteks yang sedang terjadi saat film itu dibuat.  Begitu juga saat kita membaca kitab suci. Kita seharusnya tidak hanya mencari apa makna dari ayat yang kita baca tapi kita juga harus mencari apa konteks yang membuat ayat ini lahir. Dengan mengetahui konteks penulisan kitab suci, kita terhindar dari cocoklogi dan kita memaknai ayat tersebut jauh lebih dalam.

Salam,
Nuryanto Gracia

TUHAN YANG DI ATAS

TUHAN YANG DI ATAS

Tuhan yang di atas
Apakah Engkau terbatas?

Tuhan yang di atas
Apakah Engkau gemulai atau cantas?

Tuhan yang di atas
Apakah Engkau memiliki tubuh yang adipositas?

Tuhan yang di atas
Apakah Engkau termasuk sosok yang bonadifitas?

Tuhan yang di atas
Aku tahu sesungguhnya aku tak pantas
Bertanya pertanyaan seperti di atas

Tapi aku rindu mengenal-Mu, tidak hanya baiknya saja tapi juga mungkin buruknya.

Bukankah saat kita mengasihi seseorang, kita tidak hanya harus melihat kebaikannya tapi kita juga harus siap menerima keburukannya?

Salam,
Nuryanto Gracia

Jumat, 03 Maret 2017

BUKAN KARENA KAU PEMILIK SURGA

BUKAN KARENA KAU PEMILIK SURGA

"Seandainya Tuhanmu, tak mampu memasukkanmu ke surga, apakah kamu akan tetap menyembahnya?"

"Jika ternyata agamamu tidak mampu membawamu ke surga, apakah kamu tidak mau berganti agama?"

Bagaimana jika kita diperhadapkan dengan dua pertanyaan di atas? Bukankah dua pertanyaan tersebut yang sering dipakai oleh para pengabar agama untuk membuat orang-orang dari agama lain untuk masuk ke agamanya? Para pengabar itu dengan yakin ingin menyampaikan bahwa agama dan Tuhannya mampu memasukkan kita ke surga sedangkan agama dan Tuhan kita tidak mampu.

Saya secara pribadi jika diperhadapkan dengan pertanyaan tersebut, maka saya akan menjawab sama seperti jawaban Sadrakh, Mesakh dan Abednego, "Jika Allah kami yang kami puja mampu menyelamatkan kami, maka Ia akan menyelamatkan kami, tetapi seandainya tidak, hendaklah kalian ketahui bahwa kami tidak akan menyembah Tuhan dari agama kalian." Daniel 3:17-18 (dengan sedikit kontekstualisasi bahasa).

Saya menyembah Tuhan karena Dia adalah Tuhan, bukan karena Dia pemilik surga. Sama seperti saat saya ingin bersahabat dengan Nico. Saya mau bersahabat dengan Nico karena dia adalah Nico bukan karena dia adalah pemilik perusahaan besar. Saat saya bersahabat dengan Nico karena dia memiliki perusahaan besar, maka persahabatan itu tidaklah tulus. Bisa jadi suatu saat perusahaannya bangkrut dan saya tidak mau lagi bersahabat dengannya.

Begitu juga saat saya menyembah dan mengasihi Tuhan. Saya menyembah dan mengasihi-Nya karena Dia yang terlebih dahulu mengasihi saya. Jadi apakah ada alasan untuk saya tidak mengasihi-Nya secara tulus?

Saya yakin bahwa Dia mampu memasukkan saya ke surga, seandainya pun tidak, saya tetap akan menyembah dan mengasihi-Nya.

Salam,

Nuryanto Gracia

Kamis, 02 Maret 2017

FANA TIDAKLAH HINA

FANA TIDAKLAH HINA

Kefanaan seringkali dipertentangkan dengan keabadian. Hal-hal yang fana selalu dikaitkan dengan hal-hal yang buruk dan tak berharga. Kefanaan dianggap bukanlah sesuatu yang patut disyukuri.

Kita diajak untuk tidak memikirkan hal-hal yang fana. Oleh para pemuka agama, kita seringkali diajak untuk fokus mempersiapkan hal-hal yang kekal, bukan hal-hal yang fana. Bahkan menikmati sesuatu yang fana pun dianggap hal yang buruk. Jika mau menikmati sesuatu, maka nikmatilah sesuatu yang kekal, begitulah kira-kira himbauan yang sering kita dengar. Padahal, kefanaan adalah anugerah.

Kefanaan bukanlah kutuk apalagi dosa. Kefanaan adalah bagian dari hidup manusia yang terbatas. Kefanaan berkaitan erat dengan keterbatasan. Segala sesuatu menjadi fana karena ada batasnya.
Keterbatasan yang diberikan Tuhan kepada manusia adalah anugerah. Tubuh yang fana ini, ada saatnya akan mati. Tapi kematian itu sendiri bukanlah kutuk melainkan anugerah. Wahyu 14:13 menuliskan bahwa kematian orang-orang yang hidup di dalam Tuhan adalah sebuah kebahagiaan karena kematian adalah waktu untuk kita beristirahat.

Batas hidup yang Tuhan beri membuat kita menyadari betapa pentingnya hidup. Bayangkan jika kita tidak akan pernah mati, lalu apa pentingnya hidup? Tahu kenapa emas dan berlian itu berharga? Karena dia terbatas.

Manusia yang fana ini pun bisa sakit, karena itulah kesehatan menjadi berharga. Harta yang fana itu pun bisa hilang kapan pun juga, itulah kenapa harta menjadi berharga. Orang yang kita kasihi bisa dipanggil Tuhan kapan pun juga, itulah kenapa mereka berharga. Semua benda yang ada di dunia ini fana, kapan pun bisa hilang dan lenyap, atau berganti dengan sesuatu yang baru, itulah kenapa mereka berharga.

Sesuatu yang tidak terbatas, menghilang, sakit, mati, biarlah itu hanya ada pada Tuhan saja. Karena jika semua manusia seperti itu, Tuhan justru menjadi tidak berharga.

Dalam kekristenan, ada aliran yang sangat menekankan bahwa tubuh ini fana dan tidak berharga. Tubuh ini hanya memenjara roh yang kekal dan abadi. Aliran kekristenan itu kita kenal dengan nama Gnostik. Itulah kenapa dalam injil-injil gnostik, Yudas dianggap sebagai pahlawan karena berhasil membebaskan roh Yesus dari penjara tubuhnya. Tapi apakah kita mau juga berpikiran seperti itu? Saya rasa tidak.

Hal-hal yang fana itu tidaklah hina. Hal-hal yang fana seharusnya justru dipikirkan dengan matang, bukannya malah diabaikan. Kita harus memikirkan bagaimana menjaga tubuh ini tetap sehat. Kita harus memikirkan, sebelum mati apa yang bisa kita lakukan dengan tubuh yang fana ini. Kita harus memikirkan bagaimana mencukupkan anak dan pasangan hidup kita dengan materi karena manusia tidak hidup hanya dari mimpi tentang surga saja tapi juga dari materi yang Tuhan ijinkan ada di bumi.

Kita fana, "oleh karena itu perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat (Ef 5:15-16)."
Salam,
Nuryanto Gracia



Senin, 24 Agustus 2015

JANGAN MENJADI SEPERTI ORANGTUAMU

JANGAN MENJADI SEPERTI ORANGTUAMU

“Anaknya cantik banget, nanti jika sudah besar jangan seperti papinya yah, jadi seperti mami aja yah,” ujar seseorang, saat saya baru selesai berkhotbah di salah satu gereja, disertai dengan tawa kecil yang menandakan bahwa ucapannya hanyalah candaan. Atau mungkin sungguhan yang dibalut dengan candaan? Ah tidak ada yang tahu hati seseorang. Istri saya memang cantik, beda dengan saya, ganteng. Hahaha.
Tadinya saya tidak mau membalas candaan itu dengan pembahasan sedikit serius, tetapi saya merasa ada sesuatu yang perlu diluruskan. Bukan soal saya yang ganteng tetapi soal menjadi sama seperti orangtua.
“Jangan jadi sama seperti mami kamu juga yah. Jadilah berbeda, karena kamu diciptakan berbeda, haha” ujar saya kepada anak saya dengan sedikit tawa untuk membalut pesan serius dengan sedikit candaan. Percakapan memang terhenti saat itu, bukan karena orang tersebut tersinggung tetapi karena saya harus pulang.
Jika percakapan itu dilanjutkan mungkin akan menjadi seperti ini.
Ano (sebut saja namanya Ano): Loh kenapa tidak boleh sama seperti maminya? Jika maminya baik harusnya boleh ditiru dong?
Saya: Maminya juga ada keburukan loh, harus ditiru juga?
Ano: Jangan dong... Yang baiknya saja ditiru.
Saya: Kalo gitu pesannya bukan “jadi seperti mamimu yah” tapi “contohlah hal-hal baik yang dilakukan mamimu.” Karena pada saat kita mengatakan “jadi seperti mamimu” maka itu artinya kita meminta anak itu menjadi sama seperti maminya, baik dan buruk dicontoh.
Ano: Bukan itu tentunya, yang saya maksud contohlah yang baik dari maminya saja.
Saya: Jika mau contoh yang baik jangan dari maminya saja, tetapi dari siapa pun karena kebaikan ada di manapun. Tapi jika berbicara jadilah seperti orangtua kita dalam hal baik yang telah dia lakukan, maka menurut saya tetap kita tidak perlu menjadi sama baiknya seperti orangtua kita.
Ano: Loh mengapa begitu?
Saya: Karena kebaikan itu multi dimensi. Baiknya orangtua kita, tidak harus sama dengan baiknya kita. Orangtua kita baik dalam menggambar, mungkin kita bisa baik dalam bernyanyi. Orangtua kita baik sebagai konseptor, mungkin kita baik dalam eksekutor. Orangtua kita baik dalam menahan emosi, mungkin kita baik dalam meredakan emosi orang lain. Dan kebaikan-kebaikan lainnya yang kita tidak perlu menjadi sama di dalamnya.
Ah, jadi berhayal terlalu jauh, padahal percakapan selebihnya itu tidak pernah terjadi. Tetapi masih banyak memang orangtua yang menginginkan anaknya menjadi sama seperti dirinya, padahal manusia diciptakan berbeda dengan perjalanan kehidupan yang juga akan berbeda. Jadi biarlah anak-anak kita menjadi berbeda dalam kebaikan.

Nuryanto Gracia

Jumat, 12 Juni 2015

MULUT, MULUT GUE, TERSERAH GUE MAU NGOMONG APA!

MULUT, MULUT GUE, TERSERAH GUE MAU NGOMONG APA!

"Oi, tidak sopan sekali kamu. Masa kentut di depan muka orang?" tanya seorang perempuan yang berumur sekitar 30tahun.

Sekitar 2 minggu lalu, saya pindah dari apartemen ke rumah. Saya dan satu saudara saya sedang berusaha sekuat tenaga memindahkan barang-barang dari kamar apartemen di lantai 12 ke mobil di lobi lantai dasar. Saat saya sedang memindah-mindahkan barang, dekat lift ada dua orang, perempuan dan laki-laki, yang sedang berdiri memperhatikan apa yang sedang saya lakukan.

Awalnya mereka diam saja, tetapi setelah saya berkali-kali bolak-balik di depan mereka, mereka mulai membicarakan saya dan saudara saya.
Terdengar jelas di telinga saya yang perempuan berkata, "Pelit banget yah, bukannya sewa OB, biar dibantuin ngangkatin barang-barangnya."
Lalu yang pria membalas, "Biasalah orang mau hemat kaya gitu."

Setelah itu saya tidak mendengar apa yang mereka bicarakan karena saya harus kembali ke kamar mengambil barang yang lain. Tetapi saat saya kembali melewati mereka, saya mendengar kembali yang perempuan berkata, "Aduh nih orang, mengganggu pemandangan aja. Orang lagi santai malah bolak-balik terus."

Dalam keadaan lelah, dan keringat mengucur deras, ditambah mendengar perempuan yang meracau menyakitkan, ingin rasanya marah saat itu juga. Untuk pindahan dari apartemen jelas tidak mungkin pilih-pilih jalan karena cuma ada jalan itu. Saya juga sudah memilih jam yang tepat untuk pindah yaitu saat orang pergi bekerja. Namun entah kenapa mereka terganggu dengan kegiatan saya.

Sambil mencoba menahan amarah, saya meletakkan lemari di lantai lalu menghampiri perempuan tersebut, "Maaf Mbak, jika tidak mau membantu kami dengan tenaga, setidaknya jangan menggangu kami dengan mulut Mbak. Jika mbak meresa terganggu dengan saya yang bolak-balik, silakan masuk kamar saja karena ini adalah jalan umum."

Dengan seenaknya dia membalas, "Yeeee... terserah saya dong mau ngomong apa. Mulut juga mulut saya."

Sambil tarik nafas panjang, saya meninggalkan perempuan itu lalu kembali mengangkut barang-barang saya. Saat saya melewati perempuan itu kembali, dia masih juga meracau, "Orang miskin, malah sok-sokan tinggal di apartemen."

Saya mendekati perempuan tersebut yang sedang jongkok sambil meracau. Saya membalikkan tubuh saya sehingga pantat saya tepat di depan mukanya. Lalu saya kentut tepat di depan mukanya. Sontak marahlah dia, dan membentak saya seperti kalimat di awal tulisan ini.

Saya pun menjawabnya, "Suka-suka saya dong. Pantat kan pantat saya, mau kentut di mana juga boleh. Mbak aja boleh suka-suka menggunakan mulutnya, masa saya ga boleh suka-suka menggunakan pantat saya?"

Jika semua orang menganut prinsip, "Badan, badan gue, terserah gue mau melakukan apa," entah akan serusak apa dunia ini.

Karya: Nuryanto Gracia

#Hacil

Selasa, 06 Mei 2014

PEMIMPI ATAU PEMIMPIN

PEMIMPI ATAU PEMIMPIN

Ezra 1:1-11

Pemimpin dan Pemimpi dari segi penulisan bahasa bedanya sedikit sekali, hanya satu huruf. Bukan hanya dari segi bahasa, bahkan dari segi praksis pun seringkali kita menganggap bedanya tipis sehingga seringkali kita tidak bisa membedakan antara pemimpi dan pemimpin. Sesungguhnya, antara pemimpi dan pemimpin bedanya besar sekali. Jika negeri ini dipimpin oleh para pemimpi dan bukan pemimpin, apa jadinya negeri ini?

Memang seorang pemimpin haruslah mempunyai mimpi, dan mungkin juga mereka adalah seorang pemimpi. Mereka mempunyai mimpi-mimpi besar. Namun mereka tidak hanya sekadar bermimpi, tapi mereka bergerak untuk mewujudkan mimpinya itu. Sedangkan pemimpi, hanya orang-orang yang suka bermimpi muluk dan tidak mau bangun untuk mewujudkannya.

Di negeri ini banyak calon pemimpin yang bukan pemimpin, mereka hanya para pemimpi. Kita bisa melihat pada saat kampanye menjelang pemilu. Mereka menggembar-gemborkan mimpi-mimpi mereka yang bombastis, tapi pada saat mereka terpilih jadi pemimpin, satu pun mimpi itu tidak ada yang terwujudkan. Yah, memang pemimpi hanyalah bisa bermimpi.

Kita juga mungkin adalah seorang pemimpin di keluarga, lingkungan rumah, gereja, perusahaan, dan organisasi lain. Jangan cuma jadi pemimpi yang bermimpi begini dan begitu, ke sini dan ke situ, yang ini dan yang itu, tapi bentuk perwujudan mimpi itu tidak ada sama sekali.

Bagaimana jika kita sudah berusaha mewujudkan mimpi kita? Apakah kita sudah disebut pemimpin? Iya sudah, tapi belum tentu pemimpin yang amanah.

Mengapa begitu? Karena, belum tentu mimpi kita pribadi adalah mimpi yang berguna bagi komunitas kita. Bisa jadi mimpi itu adalah mimpi yang penuh keegoisan diri kita. Banyak di negeri ini, pemimpin yang berusaha mewujudkan mimpi, tapi mimpinya sendiri, bukan mimpi rakyat.

Pemimpin yang amanah adalah pemimpin yang mengemban mimpi komunitasnya yang diamanahkan kepadanya untuk diwujudkan. Mimpi komunitas yang dimaksud bukanlah mimpi dari suara mayoritas, tapi mimpi yang berguna bagi kesejahteraan bersama. Banyak juga pemimpin di negeri ini yang hanya mementingkan mimpi mayoritas, akhirnya mimpi minoritas diabaikan.

Perhatikan kisah raja Koresh dari negeri Persia dalam Ezra 1:1-11. Bangsa Yehuda yang dibuang ke Babel oleh Nebukadnezar adalah kaum minoritas di sana. Koresh bisa saja mengabaikan kebutuhan mereka, bahkan menyiksanya pun bisa saja jika dia mau. Tapi, dalam kisah tersebut kita melihat bagaimana Koresh peduli dengan kebutuhan bangsa Yehuda, termasuk yang berkaitan dengan kegiatan peribadahan mereka.

Umat Yehuda akan mendirikan rumah Tuhan, Koresh mendukung itu. Bahkan Koresh memulangkan mereka ke Yerusalem untuk membangun rumah Tuhan. Tidak hanya itu, Koresh juga menggerakkan penduduk setempat untuk membantu mereka dengan perak, emas, harta benda dan ternak, selain dari segala sesuatu yang dipersembahkan dengan sukarela. Selain itu, Koresh juga memerintahkan untuk mengeluarkan perlengkapan rumah Tuhan yang dulu diangkut oleh Nebukadnezar dari Yerusalem.

Sekarang, mari kita telaah calon pemimpin kita, apakah ada di antara mereka pemimpin yang amanah, yang tidak hanya mementingkan kepentingan mayoritas tetapi juga minoritas? Pemimpin yang mengusahakan kesejahteraan bersama. Ada kah?

Mari kita juga bercermin, apakah kita sudah jadi pemimpin amanah di keluarga, lingkungan rumah, gereja, perusahaan, dan organisasi lain?

Nuryanto Gracia

Kamis, 29 Agustus 2013

RENUNGAN KRISTIANI



RENUNGAN KRISTIANI


Bagi rekan-rekan yang ingin membaca renungan kristiani dapat mengunjungi blog saya yang lainnya yaitu petualangan di pulau cinta

Renungan saya update setiap minggunya. Tema renungan berdasarkan tema kebaktian remaja dan kebaktian umum di GKI Kavling Polri, tempat di mana saya pelayanan. Selamat membaca dan merenung.

Rabu, 20 Juni 2012

PADA-MU TUHAN

Tuhan,
Lelah batin ini .
Melolong-lolong aku padaMu.
Cukup sudah ya, Tuhan.
Izinkan aku beristirahat.

Tuhan,
Bilakah semua ini berlalu ?
Kami lelah sudah ,
Bila kami teringat saudara kami.
Betapa mereka begitu tabah menjalani.

Tuhan,
Ringankanlah langkah kami.
BersamaMu Tuhan menjejaki hari.
Peganglah tangan kami,Tuhan.
Jangan kami melepaskannya dariMu.

Tuhan,
Iman kami tak ada sebesar biji sesawi.
Kami ingin Kau tetap mendapatkan iman kami.
Tak mudah jalan ini .
BersamaMu kami dapat topangan kekuatan.

Tuhan,
Bila kami jalani ini .
Ada hikmah dibalik semua.
Menjadi garam dan terang.
Melalui pengalaman fakta bukan rekaan.

Tuhan,
Pada waktunya ....
Apa yang kami tabur ,
Akan kami tuai.
Menebar bibit dengan airmata.
Pulang dengan sorak-sorai.

Karya: Merry Srifatmadewi

WANITA CANTIK (MASIH SOAL BM)

Wanita cantik itu:
:D tetap tertawa walau sebenarnya ia ingin menangis.
:) tetap tersenyum walau sbnrnya ia kecewa.
:* tetap kuat walau sbnrnya ia udh gak sanggup lagi.
;) tetap semangat walau ttekan oleh masalah.

yg tpenting :
<3<3 tetap sabar dan mmandang semuanya baik2 aja walau ia sbnrnya tluka,
dan mengisi hidupnya dgn hal2 dan pikiran Positif.
Maka..
kecantikanmu semakin tpancar. :)

Nah, udh ngerasa cantik kan?
skrg saatnya utk kmu sebarin pesan ini ke wanita cantik lain.
Oke cantik?

eiittss..
wanita cantik ga pilih2 temen loh, (◦ˆ⌣ˆ◦) SELAMAT HARI KARTINI ♥♡:p (y)

Banyak sekali saya dapat kiriman seperti ini .
Bagi saya, wanita tersebut yang disebut2 diatas pandai berpura-pura/bersandiwara. Dan wanita seperti diatas kriterianya dipenuhi oleh pelacur . Buat seorang isteri , dia harus mengkomunikasikan dengan suaminya . Cari solusi . Atau cari teman baik, curhat permasalahan menjadikan hidup lebih baik.
Wanita jelek , masa dibilang cantik ? Wanita yang baik hatinya kalau jelek mukanya tidak ada yang bilang dia cantik. Yang bilang cantik, menghina buangett... Ga lucu bercandaannya. Orang jelek, baik hatinya disebut orang baik !
Wanita cantik biasanya pilih teman yang cantik , pilih teman yang kaya , sosialitanya berbeda dengan yang biasa. Itulah realita . Tetapi wanita cantik muka dan baik hatinya , dia tidak akan memilih kawan tetapi dia beramal, pandai bersosialisasi dan takut akan Tuhan .

Karya: Merry Srifatmadewi

PILAH-PILIH BM

Yg bkn kristen , boleh close aja ..

Suatu hri ad seorg bpak yg plang sambil mabok ..
trus bapak itu mengambil pistol, dan dy menembak istri nya . abis itu dya menembak dirinya sndiri ..
anak cwe nya yg msh kecil  duduk di sofa sambil menangis ..

trus ank itu d adopsi oleh 1 kluarga ..
trus anak itu diajak k skolah minggu ..
wktu di skolah minggu , ad foto Tuhan Yesus lagi di salib di sebrang jalan ..
trus anak itu brtnya kpda guru sklh mnggu : 'kok org itu bisa lepas dari salib?'
trus guru blg : 'Dia gak prnah lepas dr salib'
trus ank blg : 'Dia lepas dari salib kok !
di malam papi & mami saya mninggal , DIA duduk d seblah saya sambil blg kalo smuax akn baik2 aja ..

66% org gak bakal forward in..
tapi ingat kta alkitab 'tolak Aku d dpn tmn2 mu, mka Aku akn menolakmu d dpn Bapaku

Kita akan membahas tulisan/ kiriman BM tsb :
1.Yg bkn Kristen, boleh close aja. BM ini jelas diforward hanya keorang Kristen saja. Untuk yg bukan Kristen kenapa mereka harus close ? Mereka tidak percaya , tidak masuk diakal dan hanya rekaan karangan saja.
2.Anak ceweknya yg masih kecil duduk menangis disofa. Aneh sekali melihat bapaknya mabok, ambil pistol, tembak istrinya, tembak dirinya , tapi anak itu tidak ada reaksi/insting/naluri untuk merasa ketakutan sangat , menjerit , untuk menghampiri ibunya, untuk berteriak "Papa jahat " dsb. Dia hanya menangis di sofa , di sofa duduk menangis.
3.Ada foto Tuhan Yesus. Lagi disalib diseberang jalan. Anak itu melihat foto waktu disekolah minggu. Selama ini kita melihat foto Tuhan Yesus disalib , bukan lagi disalib diseberang jalan, bukan sendirian .  Disana ada 2 orang lainnya disebelah kiri dan kanan Yesus, pengawal-pengawal, Maria dll melihat Yesus disalib , bukan Yesus lagi disalib diseberang jalan. Tapi di bukit Golgota.
4.Kata guru sekolah minggu , dia tidak pernah lepas dari salib. Maksudnya Tuhan Yesus disalib selamanya ? Tuhan Yesus tidak bangkit ? Sia-sialah pemberitaan itu bila demikian.
5.66 o/o orang ga bakal forward-in. Kapan dia menghitung data tersebut ? Siapa dia yang membuat tulisan ini ? Tanpa nama tanpa status. Percayakah kalau lebih dari 66 o/o ? Kenapa memakai/memilih angka 66 ?
6.Ingat kata Alkitab :Tolak Aku didepan teman-temanmu dst, apa relevansinya dengan tidak memforward ? Apakah kalau tidak memforward Dia menolak aku didepan BapaNya ?

karya: Merry Srifatmadewi

KHOTBAH YANG MERESAHKAN PASIEN

KHOTBAH YANG MERESAHKAN PASIEN

Siapapun bukan hanya tugas Hamba Tuhan saja untuk mengabarkan Injil . Dibeberapa Rumah sakit kadang ada pengabar-pengabar Injil . Mereka datang tanpa diundang , mereka memasuki kamar pasien yang beragama Kristiani/Katolik . Hari ini yang datang adalah Pendeta . Saya tak bertanya dari gereja mana . Terus terang saya terkejut dengan kehadirannya tiba-tiba . Maksud mereka baik sekali . Kotbah yang dibawakannya diambil dari Yesaya 58 (?) bahwa oleh bilur-bilurNya kita sudah disembuhkan .

Kalau di neraka banyak penyakit , banyak orang kusta yang tetap kusta karena tidak percaya pada Tuhan Yesus.
Kalau di surga tidak ada seperti itu . Lha orang mati yang ketempat sana sudah rohnya saja. Memangnya fisik ini tetap sama dan masih bernasib sama ? Alamak !

Mari ibu dan adik ikuti saya berdoa mengundang Tuhan Yesus didalam hati. Tuhan Yesus sudah ada dihati saya , jadi saya katakan tak perlu mengundang Tuhan Yesus lagi.
Di Rumah sakit terkadang orang2/pendoa datang begitu saja ke kamar pasien , ditolak langsung rasanya sungkan. Tapi buat kami cukup menjadi dilema karena anak2 kami setelah mendengar kotbah pendoa tersebut menjadi tidak damai sejahtera.

Sekarang saya ( Hamba Tuhan ) mengajak hanya dengan pasien berdoa , pegang bagian yang sakit . Kalau sakitnya ada dibeberapa tempat bagaimana memegang bagian tersebut dengan 1 atau 2 tangan saja , berarti bagian lain tidak disembuhkan Tuhan Yesus ?

Terakhir dia mencatat nama , meminta alamat , no.hp/telp.
Dengan adanya kotbah tersebut , kita menjadi tahu bahwa kita harus mempunyai fondasi iman hanya kepada Tuhan berdasarkan Firman Tuhan bukan dengan pengertian sendiri dan mencuplik sepotong ayat dikembangkan menurut versi sendiri . Hikmat dari Tuhan dan pimpinan Roh Kudus sangat kita butuhkan.

Setelah pendoa tersebut keluar/ pulang , beberapa lama kemudian saya minta perawat untuk tidak mengijinkan pendoa dari luar . Supaya anak kami tidak bingung dan tidak menghakimi diri sebagai orang berdosa yang akhirnya diberi penyakit !

Karya: Merry Srifatmadewi

Minggu, 25 Maret 2012

JANGAN UCAPKAN SELAMAT ULANG TAHUN KEPADA SAYA


JANGAN UCAPKAN SELAMAT ULANG TAHUN KEPADA SAYA

Saya tidak melarang teman-teman untuk mengucapkan selamat ulang tahun kepada teman yang lain. Saya hanya meminta teman-teman tidak mengucapkan selamat ulang tahun kepada saya. Mengapa demikian?

Perhatikan kata “ulang tahun”. Tahun yang manakah yang diulang? Tahun waktu kita lahir atau tahun sebelumnya? Sekarang perhatikan kata “selamat”. Selamat pada umumnya diucapkan sebagai ungkapan harapan/doa. Jadi apa yang diharapkan/didoakan ketika mengucapkan selamat ulang tahun? Semoga saya dapat mengulang masa kecil saya? Atau semoga saya dapat mengulang kembali 1 tahun yang lalu?

Maaf, saya tidak mau hidup hanya mengulang-ulang tahun-tahun yang telah lewat. Saya ingin tiap tahun, hidup dengan kehidupan yang berbeda. Semangat baru, cara pandang baru, kreativitas baru dan karya baru. Saya tidak mau kehidupan saya hanyalah sekadar pengulangan dari tahun ke tahun sehingga hidup menjadi rutinitas dan akhirnya membosankan. Oleh karena itu JANGAN UCAPKAN SELAMAT ULANG TAHUN KEPADA SAYA. Jika mau mengucapkan, ucapkanlah “Selamat menjalani tahun/hari yang baru”, “Selamat menjalani kehidupan yang baru”, “Selamat menempuh hidup baru” atau yang lainnya asal tidak mengulang tahun.

Senin, 20 Februari 2012

Belajar dari Gaya Kepemimpinan Binatang


Belajar dari Gaya Kepemimpinan Binatang

Sepertinya ada yang aneh dengan judul di atas. Bukankah kita adalah manusia yang mulia, untuk apa belajar dari binatang? Di Alkitab memang pernah mengatakan “Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak” (Amsal 6:6), tetapi bukan kah perintah itu hanya untuk si pemalas? Nah mengapa kita yang bukan pemalas ini tetap harus belajar dari binatang? Apa untungnya?
Simpan dulu pertanyaan tersebut. Biarlah rasa penasaran untuk mencari tahu membuat kita mau mempelajari dengan baik apa yang akan saya jelaskan sebentar lagi tentang belajar dari gaya kepemimpinan binatang. Semoga pada akhir tulisan ini kita akan mendapatkan jawaban mengapa kita perlu belajar dari para binatang. Oke mari kita mulai pembelajaran ini.

Gajah
Tahukah teman-teman siapa yang menjadi pemimpin dari setiap kawanan gajah? Apakah pemuda-pemudi atau remaja-remaji  (bahasa apa itu remaji? Haha) gajah ? Bukan, sama sekali bukan. Yang menjadi pemimpin kawanan gajah adalah nenek gajah (gajah betina tua). Pengalaman dan ingatan yang panjang dari si nenek membantu kawanan gajah menemukan makanan dan air. [1]
Dalam memimpin suatu organisasi, kita memang memerlukan pengalaman yang matang. Pengalaman hidup jelas membentuk kita sekaligus memperlengkapi kita dengan berbagai macam hal yang dapat membantu kita untuk mempertimbangkan sesuatu dan mengambil keputusan. Namun demikian, apakah hanya pengalaman saja yang diperlukan dalam memimpin sebuah organisasi? Tentu saja tidak, ada beberapa hal lain yang kita sangat perlukan. Mari kita lanjutkan pembelajaran kita.

Berang-berang
Kita pasti tahu bahwa berang-berang sangat ahli dalam membuat dam di sungai sebagai tempat tinggalnya. Namun bagaimana cara mereka bekerja sama sehingga mampu membangun dam tersebut?  Sekawanan berang-berang biasanya kerjasama dalam membangun dam, dan uniknya, dari sejumlah berang-berang tersebut, tidak ditemukan pemimpin atau penanggung jawab utama dari pembuatan dam tersebut.
            Tiap berang-berang berlaku sebagai pemimpin dirinya sendiri dan mereka bertanggung jawab terhadap tugas sendiri bukan untuk kepentingan pribadi tetapi untuk mendukung kepentingan bersama. Setiap anggota organisasi sudah mengetahui aturan main yang ada, dan melakukan pekerjaan sesuai dengan metode yang dianggapnya optimal. Kemudian, yang mengagumkan, berang-berang saling terbuka satu sama lain, mereka tidak menyembunyikan pohon yang bagus dari berang-berang lainnya. [2]
Dari berang-berang kita belajar bahwa tidak ada ‘kayu-kayu baik’ yang harus disembunyikan hanya untuk menunjukkan kualitas kerja kita/bidang kita adalah yang terbaik. Justru ‘kayu-kayu baik’ itu harus dibagikan dengan rekan-rekan/anggota bidang pelayanan yang lain untuk kepentingan bersama.

Tupai
Ketika seekor tupai mencari makanan, mereka tidak hanya mencari untuk diri sendiri, melainkan dimakan beramai-ramai sebagai cadangan makanan di musim dingin. Intinya, tupai merupakan binatang yang tidak egois dan memikirkan dirinya sendiri. Tupai bekerja demi mencapai tujuan mereka bersama.[3]
Seorang pemimpin bukanlah seorang yang hanya duduk ‘uncang-uncang kaki’ selama anggotanya bekerja. Seorang pemimpin adalah seseorang yang bekerja sama sekaligus berkerja bersama-sama dengan anggotanya yang sedang bekerja keras. Seorang pemimpin harus bekerja keras demi mengerahkan dan mengarahkan timnya mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Semut
Semut adalah binatang yang selalu bekerja keras. Mereka mengerjakan tugas mereka dengan cepat dan tidak akan berhenti sampai mereka mencapai apa yang mereka cari. Setiap kali mereka menemui hambatan saat perjalanan, dengan semangat yang menggebu-gebu mereka terus mencari jalan keluar untuk keluar dari masalah itu. Untuk membuktikannya, cobalah anda menghalangi langkah mereka! Mereka pasti tidak akan berhenti, namun mereka akan berusaha dan pantang menyerah untuk menemukan jalan keluar. Binatang mungil ini juga merupakan binatang yang tidak rakus dan dermawan. kedermawanan mereka mengalahkan keegoisan dan kerakusan mereka, sehingga apabila mereka menemukan makanan, mereka akan membawa makanan tersebut ke sarang atau memanggil semut lain untuk menikmati makanan itu bersama-sama. Semut juga merupakan binatang yang penuh kasih sayang, semut yang lebih besar tidak akan pernah memakan semut kecil lainnya, selapar apapun mereka. Solidaritas mereka pun patut diacungi jempol, apabila mereka menemukan semut lain yang lemah atau mati, mereka tidak akan membiarkan dan meninggalkannya, mereka akan menggotong semut itu untuk dibawa ke sarang atau tempat lain yang lebih aman.[4]
Dari semut kita belajar bagaimana mereka bekerja keras bersama-sama dengan rekan-rekannya yang lain. Mereka bekerja demi kepentingan bersama, bukan hanya  untuk kepentingan diri sendiri. Kita juga belajar dari semut bahwa masalah yang datang seperti apapun pemimpin tidak boleh menyerah, dia harus berusaha untuk mencari jalan keluar. Bahkan apabila ada anggota kita yang sedang mengalami masalah kita harus turut membantunya mengatasi masalahnya sama seperti semut yang tidak meninggalkan temannya yang sedang mengalami masalah (lemah atau mati). Masalah anggota kita adalah masalah kita juga. Solidaritas harus menjadi bagian dari sifat kepemimpinan kita.
David W. Johnson menyebut hal tersebut sebagai caring relationship. Hal tersebut merupakan hal pertama yang harus ditingkatkan dalam upaya memberdayakan anggota. Hal tersebut apabila terus ditingkatkan akan menghasilkan kepercayaan, komunikasi yang terbuka dan dukungan antar pribadi.[5]

Lebah
Dalam membangun wadah madu yang dihasilkan, lebah memiliki perhitungan yang begitu cermat, hingga dalam dunia lebah dimiliki aturan standar inetrnasional kemiringan wadah madu 13 derajat.  Dalam berkoordinasi antara satu sama lain, lebah menggunakan panduan arah berdasarkan posisi matahari, padahal pada setiap waktunya matahari bergeser satu derajat per empat menit. Bayangkan kalau lebah tidak smart membaca petunjuk kerja dari sesamanya, tidak mungkin bisa mereka bekerja dengan optimal. Selain itu walaupun lebah menyengat dengan galak, lebah adalah binatang yang sangat lembut. Kalau dia hinggap di seutas ranting, yang rapuh sekalipun, tidak rusak ranting itu karena ulahnya.[6]
Dari lebah kita mendapat suatu pembalajaran yaitu smart.  Hal itulah yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Tanpa hal tersebut pemimpin tidak dapat menganalisis masalah, menentukan formasi yang efektif untuk organisasinya dan melakukan pertimbangan-pertimbangan.
Satu hal penting yang harus kita pelajari dari lebah adalah seorang pemimpin memang harus melakukan eksplorasi tetapi bukan eksploitasi. Lebah melakukan eksplorasi dalam mengumpulkan madu, tetapi dia tidak sampai merusak ranting yang bahkan sudah rapuh sekali pun. Kita boleh melakukan eksplorasi terhadap apa yang ada di gereja (gedung gereja, umat dan pejabat gerejawi) namun jangan sampai melakukan eksploitasi.

Burung Angsa
Kalau kita tinggal di negara empat musim, maka pada musim gugur akan terlihat rombongan burung angsa terbang ke arah selatan untuk menghindari musim dingin. Burung-burung angsa tersebut terbang dengan formasi berbentuk huruf "V".  Saat setiap burung mengepakkan sayapnya, hal itu memberikan "daya dukung" bagi burung yang terbang tepat di belakangnya. Ini terjadi karena burung yang terbang di belakang tidak perlu bersusah payah untuk menembus “dinding udara” di depannya. Dengan terbang dalam formasi "V", seluruh kawanan dapat menempuh jarak terbang 71% lebih jauh daripada kalau setiap burung terbang sendirian.
Kalau seekor burung angsa terbang keluar dari formasi rombongan, ia akan merasa berat dan sulit untuk terbang sendirian. Dengan cepat ia akan kembali ke dalam formasi untuk mengambil keuntungan dari daya dukung yang diberikan burung di depannya.
Ketika burung angsa pemimpin yang terbang di depan menjadi lelah, ia terbang memutar ke belakang formasi, dan burung angsa lain akan terbang menggantikan posisinya.
Burung-burung angsa yang terbang dalam formasi ini mengeluarkan suara riuh rendah dari belakang untuk memberikan semangat kepada burung angsa yang terbang di depan sehingga kecepatan terbang dapat dijaga.
Ketika seekor burung angsa menjadi sakit, terluka, atau ditembak jatuh, dua burung angsa yang lain akan ikut keluar dari formasi bersama burung angsa tersebut dan mengikutinya terbang turun untuk membantu dan melindungi. Mereka akan tinggal dengan burung angsa yang jatuh itu sampai ia mati atau dapat terbang lagi. Setelah itu mereka akan terbang dengan kekuatan mereka sendiri atau dengan membentuk formasi lain untuk mengejar rombongan mereka.[7]
Manusia memiliki pasang surut dalam melaksanakan pekerjaannya. Hal ini dikenal dengan konsep circadian rhytms (siklus irama). Setiap pemimpin terkadang menuntut anggotanya untuk bekerja dengan maksimal tanpa kenal lelah, padahal menurut konsep circadian rhytms setiap manusia mempunyai pasang surut baik tenaga maupun pemikiran dalam sehari. Oleh karena itu perlu dilakukan penyimpanan tenaga agar pekerja dapat melakukan pekerjaannya dengan produktif dalam batas-batas kemampuannya.[8] Konsep circadian rhytms sendiri memberikan beberapa langkah untuk menyimpan energy, namun pada saat ini kita tidak akan membahas hal tersebut. Kita akan lebih menitikberatkan pada pembahasan bagaimana angsa menyimpan energi mereka dengan efektif.
Seperti yang telah diceritakan, angsa membentuk formasi “V” ketika melakukan perjalanan bersama-sama dengan kelompoknya. Formasi itu membuat seluruh kawanan angsa dapat menempuh jarak terbang 71% lebih jauh daripada kalau setiap burung terbang sendirian. Hal ini         berarti angsa dapat menghemat 71% energi mereka.
Jadi kerjasama dan formasi merupakan hal yang penting dalam organisasi. Dalam permainan sepakbola, formasi tim pun merupakan hal yang sangat menentukan kemenangan suatu tim. Oleh karena itu pemimpin harus cermat memutuskan formasi apa yang efektif untuk organisasinya. Formasi dalam suatu organisasi tentunya berkaitan dengan siapa yang memang mampu dan sesuai dengan panggilannya di bidang tersebut.
Selain formasi, angsa juga memberikan kita pembelajaran lainnya yaitu memotivasi rekan kerja lainnya. Caring relationship juga ditunjukkan oleh angsa, yaitu ketika rekan di depannya kelelahan, rekan yang lain menggantikannya. Pemimpin yang di depan harus jujur apabila memang ia sudah kelelahan dan butuh bantuan.
Pembagian tugas dapat kita lihat jelas dalam kawanan angsa tersebut. Ketika ada temannya yang mengalami kesusahan ada beberapa dari kawanan angsa yang menemaninya. Mereka yang mendapat tugas untuk menemani angsa yang sedang dalam masalah tersebut akan menemani dan membantu sampai masalah angsa tersebut selesai. Mereka melakukan tugas tanggung jawabnya sampai tuntas. Begitu pula setiap kita yang telah bersedia mengambil bagian pelayanan di bidang tertentu, kita harus melakukan tugas pelayanan kita dengan penuh tanggungjawab dan sampai tuntas.

Mamalia
Karakter mamalia itu secara garis besar adalah sebagai berikut: cenderung berkerumun, berkomunitas, guyub, saling ingin tahu, saling berbagi dan saling menyesuaikan diri. Cenderung percaya satu dengan yang lainnya dan kalau ada penugasan tidak ragu-ragu melakukan pendelegasian. Mamalia juga cenderung meng-empower orang lain agar proses delegasi berlangsung aman. Dengan kata lain, ada spirit kekeluargaan yang cenderung saling melindungi, menjaga dan berorientasi pada kebersamaan (people sense). Itulah karakter mamalia.[9]
Karakter itu bukan cuma ada pada orang per orang, melainkan juga saling memengaruhi satu dengan yang lainnya. Sehingga membentuk rumah atau budaya mamals (mamalia). Dapat dibayangkan apa jadinya organisasi yang diisi orang-orang baik dan seperti itu?

Reptilia
Reptilia memang agresif dan fokus. Mahkluk ini cenderung tidak mendatangi (berkelompok), melainkan memisahkan diri dan bisa cari makan sendirian. Ia sangat detil, kuat, berkulit keras dan mudah dipanasi. Dalam diri manusia, orang-orang tipe reptil adalah tipe yang agresif, fokus, detil, analitikal, berorientasi pada angka, keras hati, tidak merasa perlu berkelompok, financial sense (the bottom line), cool, cenderung tidak percaya dengan orang lain sehingga melakukan verifikasi dan merasa perlu mengontrol. Tentu tidak ada salahnya belajar dari para pemimpin reptilia, karena rata-rata pemimpin besar ternyata memang demikian. Pemimpin reptilia adalah pemimpin yang keras hati atau berhati baja.
Pemimpin besar harus mampu menggabungkan dua kekuatan sekaligus, yaitu berhati keras dan berjiwa lembut. Yesus mengatakan “Cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati”. Dalam bahasa manajemen disebut “berkulit tebal namun berhati mulia.” Dalam bahasa kepemimpinan kita menyebutnya mamareptil: Keras, teguh, disiplin, detail dan berani, namun berhati lembut, memelihara kekompakkan (kohesiveness), mengembangkan manusia, dalam suasana yang menyenangkan namun produktif.[10]

Jadi?
Setelah mempelajari beberapa gaya kepemimpinan binatang di atas, apakah kita masih ingin berpendapat bahwa tidak ada gunanya belajar dari binatang? Ataukah kita masih berpendapat bahwa hanya orang malas atau bodoh saja yang harus belajar dari binatang?
Saya hanya ingin mengatakan satu hal “Orang yang rendah hati tidak pernah merasa dirinya direndahkan ketika belajar dari sesuatu yang lebih rendah dari dirinya.” Semakin kita tidak membatasi diri dalam belajar, semakin banyak hal yang kita dapatkan. Begitu jugalah seorang pemimpin seharusnya, belajar bijak dari apapun juga. Seorang pemimpin tidak bisa hanya puas dengan sedikit hal yang telah dipelajari. Dia harus terus menerus belajar dalam memperlengkapi dirinya. Selamat menjadi pemimpin (setidaknya memimpin diri sendiri terlebih dahulu). 

Karya: Nuryanto, S.Si (teol)


[1] Utami Widijati, 217 Fakta Superaneh Dunia Binatang (Yogyakarta: New Diglossia, 2011), hal. 35.
[2] Rinella Putri, Belajar Organisasi dan Kepemimpinan dari Sekawanan Hewan, http://vibizmanagement.com/journal/index/category/leadership_corp_culture/154/130
[3] Ibid.
[5] David W. Johnson dan Frank P. Johnson, Joining Together: Group Theory and Group Skills (USA: Allyn and Bacon, 2003), hal. 210.
[6] Rizki Dwi Rahmawan, 10 Pelajaran Kepemimpinan dari ‘Bee’, http://umum.kompasiana.com/2009/08/03/10-pelajaran-kepemimpinan-dari-bee/

[8] Pandji Anoraga, Psikologi Kepemimpinan (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hal. 72-73.           
[10] Ibid.
Protected by Copyscape Duplicate Content Detection Tool

Delete this element to display blogger navbar