Pages

Minggu, 09 April 2017

DUA KUBU LGBT

DUA KUBU LGBT

Kasus LGBT mulai jadi pembahasan memuakkan. Kenapa? Bukan karena LGBTnya, tapi orang-orang yang membahasnya, baik yang pro maupun yang kontra.

Dua kubu ini saling serang dengan 'kecerdasan' dan 'iman' masing-masing.
Yang kontra akan menyudutkan mereka yang pro dengan sebutan, "orang sok peduli HAM" "Orang bodoh" "Orang tak bermoral" "liberal." Sedangkan mereka yang pro akan menyudutkan mereka yang kontra dengan sebutan, "orang sok suci" "berpikiran sempit" "iman dangkal" "radikal" "bodoh" "tidak mau belajar."

Tapi saya tidak terlalu aneh dengan dua kubu yang selalu ada dalam perjalanan sejarah kemanusiaan. Pernah ada pro dan kontra perbudakan kulit hitam, gereja bahkan pernah menjadi pedukung setia perbudakan ini dengan bumbu-bumbu ayat sucinya. Pernah ada pro dan kontra mengenai kepemimpinan perempuan, gereja menolak bahwa perempuan boleh menjadi pemimpin. Dan masih banyak pro dan kontra lainnya yang diiringi dengan pertumpahan darah.

Saling menyudutkan dan menghakimi bahkan sampai melarang mereka yang berbeda, hidup di bumi yang dimiliki Tuhan. Menyedihkan sekali manusia ini... sebelum membahas LGBT, mari kita lihat dulu kesalahpahaman kita selama ini:

1. Banyak yang menganggap bahwa homoseksual adalah penyakit. Pada tahun 1952 memang APA (The American Psychiatric Association) masih menggolongkannya sebagai penyakit, tetapi pada tahun 1973, APA mencabut homoseksualitas dari Manual Statistik dan Diagnostik Penyakit Mental. Kemudian di tahun 1975 diikuti oleh The American Psychological Association, dan juga oleh The National Association of Social Workers di Amerika Serikat.
2. Homoseksual penyebab HIV/AIDS. Coba lihat kembali data mereka yang terkena HIV/AIDS, justru yang terbanyak adalah heteroseksual.
3. LGBT pasti selalu berlanjut kepada seks bebas. Seks bebas tidak melulu masalah homoseksualitas, heteroseksualitas justru yang paling banyak melakukannya. Bukannya setiap tahun kita mendapatkan data menyeramkan tentang aborsi di bawah umur? Aborsi itu arti hamil lalu digugurkan, yang bisa menghamili pastilah orang-orang hetero, bukan homo, kan?
4. LGBT bisa diobati. Untuk hal ini baik pro dan kontra perlu bantuan para ahli karena untuk membedakan yang dapat dan tidak dapat diobati, kita tidak kompeten di sana.

Gereja (GKI pada khususnya) belum siap (bahasa halus dari tidak setuju) untuk menikahkan pasangan sesama jenis. Secara tegas pernikahan sesama jenis ditolak. Namun itu bukan berarti menolak mereka untuk datang beribadah. Dalam iman kami, gereja bukanlah tempat suci. Gereja adalah tempat perkumpulan orang-orang najis (berdosa) yang merindukan kasih Tuhan. Jadi gereja tidak boleh menjadi tempat yang turut menghakimi para kaum LGBT. Umat Kristen juga tidak seharusnya menjauhi apalagi mengucilkan kaum LGBT karena Yesus tidak pernah menjauhi pemungut cukai, perempuan yang pendarahan, orang kusta, perempuan berzinah dan orang-orang najis lainnya. Jangan mengulangi kembali sejarah di mana gereja turut ambil bagian menista kemanusiaan.

Jadi posisi saya di mana? Di pro atau kontra? Apakah hidup harus dirumuskan dengan hitam dan putih? Ya dan tidak? Baik dan salah? Bukankah spektrum kehidupan begitu berwarna. Yang jelas posisi saya adalah di kemanusiaan. Sebagai mana Tuhan memihak manusia, begitu pun juga saya.

Protected by Copyscape Duplicate Content Detection Tool

Delete this element to display blogger navbar