Pages

Tampilkan postingan dengan label Khotbah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Khotbah. Tampilkan semua postingan

Rabu, 14 Desember 2016

SERUAN UNTUK PENGIKUT KRISTUS

SERUAN UNTUK PENGIKUT KRISTUS

Wahai pengikut Kristus dengarkanlah seruan ini.
Jika ada yang menghina agamamu, jangan hina atau bully mereka. Apakah Kristus pernah meludahi balik mereka yang telah meludahi-Nya?
Jika ada yang menyakiti agamamu, jangan sakiti balik mereka. Apakah Kristus pernah mengajarkan untuk mata ganti mata?
Jika ada sekelompok orang dari golongan tertentu jahat, jangan sama ratakan bahwa golongan mereka pasti jahat. Apakah Kristus pernah mengatakan umat Yahudi dan Romawi jahat karena telah menyalibkan Dia?
Jika ada yang melawan agamamu secara tidak bermartabat, maka jangan diam. Lawanlah dengan cara bermartabat, yaitu dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Kita sama-sama punya hak di bumi, karena kita sama-sama manusia.
Damaikan hati dan pikiran, maka akan damailah semua tindakanmu.

Salam,
Nuryanto Gracia

Rabu, 20 Juni 2012

KHOTBAH YANG MERESAHKAN PASIEN

KHOTBAH YANG MERESAHKAN PASIEN

Siapapun bukan hanya tugas Hamba Tuhan saja untuk mengabarkan Injil . Dibeberapa Rumah sakit kadang ada pengabar-pengabar Injil . Mereka datang tanpa diundang , mereka memasuki kamar pasien yang beragama Kristiani/Katolik . Hari ini yang datang adalah Pendeta . Saya tak bertanya dari gereja mana . Terus terang saya terkejut dengan kehadirannya tiba-tiba . Maksud mereka baik sekali . Kotbah yang dibawakannya diambil dari Yesaya 58 (?) bahwa oleh bilur-bilurNya kita sudah disembuhkan .

Kalau di neraka banyak penyakit , banyak orang kusta yang tetap kusta karena tidak percaya pada Tuhan Yesus.
Kalau di surga tidak ada seperti itu . Lha orang mati yang ketempat sana sudah rohnya saja. Memangnya fisik ini tetap sama dan masih bernasib sama ? Alamak !

Mari ibu dan adik ikuti saya berdoa mengundang Tuhan Yesus didalam hati. Tuhan Yesus sudah ada dihati saya , jadi saya katakan tak perlu mengundang Tuhan Yesus lagi.
Di Rumah sakit terkadang orang2/pendoa datang begitu saja ke kamar pasien , ditolak langsung rasanya sungkan. Tapi buat kami cukup menjadi dilema karena anak2 kami setelah mendengar kotbah pendoa tersebut menjadi tidak damai sejahtera.

Sekarang saya ( Hamba Tuhan ) mengajak hanya dengan pasien berdoa , pegang bagian yang sakit . Kalau sakitnya ada dibeberapa tempat bagaimana memegang bagian tersebut dengan 1 atau 2 tangan saja , berarti bagian lain tidak disembuhkan Tuhan Yesus ?

Terakhir dia mencatat nama , meminta alamat , no.hp/telp.
Dengan adanya kotbah tersebut , kita menjadi tahu bahwa kita harus mempunyai fondasi iman hanya kepada Tuhan berdasarkan Firman Tuhan bukan dengan pengertian sendiri dan mencuplik sepotong ayat dikembangkan menurut versi sendiri . Hikmat dari Tuhan dan pimpinan Roh Kudus sangat kita butuhkan.

Setelah pendoa tersebut keluar/ pulang , beberapa lama kemudian saya minta perawat untuk tidak mengijinkan pendoa dari luar . Supaya anak kami tidak bingung dan tidak menghakimi diri sebagai orang berdosa yang akhirnya diberi penyakit !

Karya: Merry Srifatmadewi

Minggu, 22 Mei 2011

BERFIRMAN MELALUI MEDIA ELEKTRONIK


Berfirman melalui Media Elektronik

I. Pendahuluan
Tidak ada satupun manusia di dunia ini yang tidak berkomunikasi. Baik kepada sesamanya maupun kepada makhluk yang lain, mereka saling memberikan input dan sekaligus menerima output. Inilah gambaran komunikasi yang terjalin di antara makhluk hidup. Dengan komunikasi manusia semakin mudah memenuhi kebutuhannya. Misalnya, komunikasi yang terjalin antara penjual dan pembeli di pasar tradisional. Namun, tidak jarang juga komunikasi memiliki andil untuk menciptakan perseteruan. Misalnya, gosip menimbulkan pertengkaran antar tetangga. Semuanya bergantung pada manusia, bagaimana ia mengelola komunikasi tersebut.
Dalam perkembangannya, manusia menciptakan berbagai media untuk berkomunikasi. Media tersebut dari bentuk sederhana hingga saat ini dengan bentuk yang super canggih oleh bantuan teknologi mutkahir. Tentunya media komunikasi tersebut bermanfaat disegala bidang. Dalam paper kali ini, kelompok memaparkan peranan media komunikasi dalam bidang teologi khusunya jenis media elektronik.

II. Pengertian Komunikasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, komunikasi berarti pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.[1] Dari pengertian ini jelas menunjukkan bahwa komunikasi menjadi kegiatan penyaluran informasi. Menurut Rm. J. Lampe, SJ, komunikasi memiliki empat tingkatan. Pertama, komunikasi intra-personal, yakni komunikasi yang terdapat dalam diri manusia sendiri. Kedua, komunikasi inter-personal, yakni komunikasi yang terjadi antara dua person. Tingkatan yang ketiga dan keempat yaitu group media dan mass media, yang merupakan media berkomunikasi.[2]
Komunikasi pada dasarnya berkaitan erat dengan kesenjangan. Dalam interaksi yang terjalin antara manusia dengan manusia, dan manusia dengan Allah, seringkali muncul adanya kesenjangan. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dibangun suatu jembatan komunikasi. Hal ini kemudian menjadi teori khusus yang mempelajari bagaimana jembatan-jembatan komunikasi itu dibangun dan bagaimana cara menyeberanginya, yaitu dapat diaplikasikan dalam komunikasi yang terjalin antara Allah dan umat manusia.[3]
Komunikasi merupakan media yang penting untuk menyampaikan pesan Allah kepada manusia. Alkitab dengan jelas memaparkan prinsip-prinsip Allah dalam berkomunikasi. Misalnya, dalam Ibrani 1:1, Allah menggunakan pihak ketiga (baca: orang lain) untuk berkomunikasi dengan umat-Nya. Yesus merupakan contoh  metode-Nya yang sempurna sebagai jembatan komunikasi (Ibr 1:2).[4]
Allah memberikan teladan berkomunikasi dengan beberapa cara, yaitu pertama, Allah berusaha berkomunikasi  bukan sekadar untuk menimbulkan kesan kepada kita. Kedua, Allah ingin dimengerti, bukan sekadar dikagumi. Ketiga, Allah mencari jawaban dari para pendengar-Nya bukan sekadar mendengarkan secara pasif. Keempat, Allah menyatakan diri di Alkitab bukan hanya apa yang mau dikomunikasikan melainkan juga bagaimana mengkomunikasikannya. Kelima, Allah berorientasi kepada penerima pesan. Keenam, metode dasar komunikasi Allah bersifat penjelmaan atau inkarnasional. Ketujuh, Allah berkomunikasi dengan dampak.[5]  

III. Pengertian Media
Kata “media” berasal dari Bahasa Latin medius yang secara harafiah berarti tengah, perantara, atau pengantar. Namun, pengertian media dalam proses pembelajaran cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, fotografis atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.[6]
Perkembangan dunia sangat cepat terutama dalam bidang media. Hampir setiap hari kita menemukan perubahan dalam media baik itu media cetak, elektronik dan telekomunikasi. Banyak pengaruh yang ditimbulkan oleh perubahan dan perkembangan media ini, baik dampak negatif maupun positif yang telah dirasakan dalam hidup masyarakat modern.
Dalam hal ini, gereja pun ikut terlibat menggunakan perkembangan media komunikasi ini. Secara khusus media elektronik saat ini gereja manfaatkan untuk mendukung kegiatan pelayanan. Dalam paper ini kelompok memaparkan empat contoh media elektronik, yaitu televisi, hp (baca: sms), radio, dan cyber church.   

IV. Peranan Media Elektronik Secara Kristiani
a. Televisi
Televisi merupakan media komunikasi elektronik yang tidak pernah hilang dalam peredaran perkembangan teknologi era ini. Dari model hitam-putih hingga saat ini diciptakan televisi bermodel flat dengan fungsi yang sama memberikan informasi dalam bentuk audio-visual. Perkembangannya tidak hanya di dunia tetapi juga dirasakan hingga di Indonesia. Meskipun menurut Ishadi SK, praktisi televisi dan ilmuwan komunikasi Indonesia, televisi merupakan barisan yang paling belakang hadir sebagai kekuatan bisnis di Indonesia.[7]
Berbagai pakar budaya dan komunikasi memberikan pandangannya terhadap produk teknologi ini. Umar Kayam, seorang budayawan Indonesia, berpendapat bahwa televisi memiliki peranan penting dalam proses dialektik membentuk kebudayaan masyarakat. Artinya, televisi bersama dengan masyarakat membentuk sosok kebudayaannya.[8]
Menurut Nasir Tamara, seorang jurnalis Indonesia, kehadiran televisi di dunia membawa dampak besar bagi umat manusia. Televisi memiliki berbagai kandungan informasi, pesan-pesan yang dalam kecepatan tinggi menyebar ke seluruh pelosok dunia. Televisi juga menjadi alat bagi beberapa kelompok atau golongan untuk menyampaikan pesan kepada berbagai kalangan masyarakat.
Dengan demikian, jelas bahwa televisi memiliki banyak manfaat. Orang dapat menyaksikan secara langsung suatu peristiwa di bagian dunia lain berkat jasa televisi. Televisi menyajikan berbagai macam program tayangan dalam berbagai bentuk seperti berita, pendidikan, hiburan, dan iklan, berdasarkan realitas, rekaan, atau ciptaan yang sama sekali baru.[9]
Medium televisi memiliki potensi yang sangat besar karena sifatnya yang audio-visual, sehingga dapat memadukan bahasa lisan, tulisan, gambar yang bergerak, animasi, dan efek suara menjadi satu kesatuan. Televisi mampu menangkap dinamika dari penglihatan, suara dan gerak, mengubah ruang/ waktu, hubungan dan menggunakan konvensi-konvensi naratif untuk menciptakan “kenyataan”. Televisi juga mampu melintasi batas-batas geografi, menyampaikan pesan yang sama kepada jutaan penonton sekaligus menciptakan sebuah perasaan akan adanya keikutsertaan secara pribadi. Televisi mampu menciptakan “realitas”, yaitu realitas yang terbentuk di dalam benak manusia didasarkan pada apa yang dilihatnya dari media.
Akan tetapi, televisi juga memberikan banyak pengaruh negatif, yaitu:
  1. Media televisi melalui tayangannya mengajarkan anak untuk menyelesaikan masalah secara instan. Misal kantong ajaib Doraemon. Hal ini menjadikan anak memiliki konsep hidup tanpa perjuangan. Anak menjadi tidak tangguh lagi dalam menghadapi persoalannya.
  2. Media televisi mengajarkan kejahatan dan kekerasan, terutama dalam tayangan sinetron atau film lepas laga. Secara gamblang diperlihatkan cara menyelesaikan perselisihan yang dilakukan dengan perkelahian.
  3. Tayangan iklan di media televisi juga memancing anak menjadi hidup konsumtif dan serakah.
  4. Bagi anak kecil di bawah 7 tahun, mereka masih sulit untuk membedakan antara fiksi (pura-pura) dengan realita (kenyataan). Adegan melompat ketinggian, terbang seperti Superman, putri jelita secantik Barbie dan lain-lain semuannya hanya khayalan membuat anak hidup dalam fantasi.
  5. Anak berperilaku seks yang tidak senonoh, seperti yang dilakukan tokoh Crayon Sinchan dengan mudah ditiru juga oleh anak.[10]
Bila kita telah melihat manfaat dan dampak peranan televisi, sekarang apa yang harus gereja lakukan untuk memanfaatkan televisi dengan setia kepada Injil? Gereja dapat menggunakan televisi untuk pra-evangelisme, maksudnya gereja tidak dapat menjadi gereja di televisi. Gereja tidak dapat menyiarkan persekutuan sejati, menyediakan baptisan, perkawinan, penguburan, atau pun perayaan-perayaan ibadah yang disediakan oleh gereja. Akan tetapi, gereja dapat memberikan informasi tentang iman Kristen dan pertanyaan-pertanyaan yang dapat dikemukakan. Gereja memakai televisi sebagai persiapan untuk Injil, bukan sebagai perantara. Hal ini dikarenakan Injil membutuhkan kehadiran pribadi manusia, bukan mesin.[11]
Ketika gereja mau menayangkan tayangan yang berhubungan dengan kerohanian, maka gereja harus memerhatikan komunitas setelah menonton tayangan tersebut. Gereja harus sadar akan kebutuhan penonton yang menggunakan media televisi yang menayangkan acara rohani. Ada tiga langkah yang gereja lakukan dalam menggunakan media televisi untuk mempersiapkan orang-orang yang menerima Injil. Pertama, seorang teolog yang bernama Paul Tillich menyebut istilah “situasi-situasi tapal batas,” maksudnya keadaan di mana manusia modern mencapai batas-batas eksistensi kemanusiaan mereka. Pada waktu itu, mereka merasa kehilangan makna pribadi atau merasa tidak berguna dan tidak berharga. Kedua, melalui media televisi, gereja dapat menghadirkan maupun menceritakan kembali orang-orang dan peristiwa-peristiwa yang telah melampaui “situasi-situasi tapal batas” secara kreatif dan dengan iman, misalnya cerita mengenai berita (Selma, Manila, Afrika Selatan), biografi (Dietrich Bonhoeffer, Gandhi, Martin Luther King Jr., C.S. Lewis), drama (“A Man for All Seaseon,” “Who’s Afraid of Virginia Wolfe?””The Turning Back”), dokumentasi (Dr. Kubler-Ross yang menghadapi kematian anaknya). Ketiga, komunikasi Kristen pada akhirnya bersaksi akan iman Kristen di dalam Yesus Kristus.[12]
 
b. S
ending Messagge Service (SMS) Rohani
Salah satu perkembangan media yang membuat kemudahan dan keuntungan manusia adalah penggunaan media telekomunikasi yang kita sebut HP (handphone). Oleh gereja, media komunikasi ini dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan pelayanan. Misalnya, Pesan Rohani Harian melalui sending messagge service (sms) yang dibuat oleh Komisi Liturgi KWI dalam kerja sama dengan PT Infokom Jakarta. Pada dasarnya, harapan yang mau dicapai melalui program "renungan/pesan
rohani harian singkat" ini agar umat beriman boleh dibantu menimbah inspirasi hidup Kristiani dari hari ke hari.
Pesan Rohani Harian yang dikirimkan via sms ini umumnya bersumber dari bacaan-bacaan Misa pada hari yang bersangkutan sesuai dengan kalender Liturgi Gereja. Namun, ada kalanya pesan rohani ini diambil juga dari kata-kata inspiratif-reflektif dari Para Kudus, dokumen-dokumen/ ajaran resmi gereja, dan lain sebagainya.
Adapun biaya yang dipungut setiap pesan rohani SMS yang dikirimkan adalah Rp 1000,- . Namun biaya yang dipungut bukanlah untuk keuntungan pribadi melainkan apabila ada keuntungan finansial yang mungkin kelak didapat dari layanan ini, sepenuhnya akan digunakan untuk karya pelayanan Komisi Liturgi KWI.

c. Radio
Radio merupakan salah satu media massa memiliki fungsi untuk memberikan informasi, pendidikan dan hiburan kepada masyarakat. Menurut Lasswell (1948) fungsi media massa termasuk radio dikatakan mencakup fungsi pengawasan (surveillance), pertalian bagian -bagian masyarakat dalam memberikan respon terhadap lingkungannya (correlation) dan transmisi warisan budaya (transmission of culture). Selain tiga fungsi tersebut Wright (1960) menambahkan satu lagi yakni hiburan (entertainment). Dengan adanya berbagai fungsi yang dimiliki, sebagai salah satu media massa radio diharapkan mampu berperan dalam proses pembangunan.[13]
Selain sebagai media komunikasi pembangunan secara umum, radio bisa digunakan untuk bidang pelayanan dan pendidikan keagamaan.  Radio adalah media massa untuk  pelayanan umum, di mana siarannya tidak diperuntukkan bagi suatu golongan tertentu dan tidak dimonopoli kelompok tertentu, termasuk pemerintah. Oleh karena itu, isi siaran harus dijaga sesuai etika penyiaran, seperti: jangan menghina seseorang atau golongan tertentu.
Berbicara radio sebagai media massa untuk pelayanan umum, radio juga bisa digunakan untuk pelayanan keagamaan, di mana siaran keagamaan ini telah sengaja dibangun yang hanya bermanfaat bagi golongan agama tertentu. Hal ini berkaitan dengan pendidikan keagamaan.  Tujuan dari “keagamaan” di sini adalah untuk membangun dan mengembangkan karakter manusia, misalnya: kita dapat mengartikan “keagamaan” sebagai implisit Kristen. Tujuan siaran yang membangun dan mengembangkan karakter, bukan hanya bagi umat kristiani, tetapi bagi bangsa Indonesia. Dasar pendidikan kristiani adalah Hukum Kasih yang tidak membedakan dan tidak mengunggulkan, tetapi merangkul sesama kita. Oleh karena itu, tugas utama penyiaran pendidikan (kristiani) adalah membangun dan menumbuhkan sifat-sifat yang disebut sebagai buah roh.[14]
Berikut ini adalah contoh program radio yang dijadikan sebagai alat pemberitaan Firman.
Stasiun radio pada frekwensi 1044 AM  dengan daya pancar 1000 watt, radius pancar 67 Km, yang  menjangkau mulai dari daerah Cikarang hingga mencapai kota-kota lain seperti Seluruh Kabupaten Bekasi, Depok, Bogor, Karawang, Cikarang, Purwakarta, Subang, dan sekitarnya. Dengan daya jangkauan siaran yang luas dari pukul 05.00 dini hari hingga 24.00 wib, maka ada banyak orang yang akan mendengarkan setiap program siaran dari radio ini. Dengan demikian akan sangat membantu untuk terjadinya sebuah transformasi di Indonesia, terkhusus dalam penyebaran firman. Sesuai dengan amanat agung Tuhan Yesus Kristus untuk memberitakan Kabar Baik dan menjadikan seluruh bangsa menjadi murid Tuhan.
     Program siaran radio ini tidak hanya berupa pemutaran musik country tetapi terdapat pula program lain seperti interactive infotaiment dan talkshow. Selain dari aliran musik Country western (70%) yang menjadi chirikhas radio ini, lagu-lagu dari dalam negri yang sedang naikdaun pun mendapatkan tempat(30%) dalam program siaran.
Dengan program-program rohani yang bermutu yang dikemas menarik, interaktir, dan informatif serta lagu-lagu country unggulan yang disajikan kepada pendengar, dan pastinya akan menambah iman, wawasan dan menjadikan sarana hiburan. Target utama dari siaran radio ini adalah anak-anak muda yang professional dalam kisaran umur 20-39 tahun dari golongan menengah ke atas. Karena mereka yang berada dalam usia inilah yang sedang produktif dan memiliki pengaruh dalam komunitasnya.
Komposisi pendengar radio ini berdasarkan aktivitas 24% exsekutive, 22% karyawan, 17% mahasiswa, 14% pensiunan, 13% Ibu rumahtangga, 10 % pelajar. Berdasarkan golongan ekonomi 60% Menengah, 27% atas, 13% bawah. Berdasarkan jenis kelamin 60% & Pria, 40% Perempuan.
c. Cyber Church
Era teknologi dan komunikasi yang melaju begitu cepat membuat kekristenan pun tidak mau ketinggalan. Kekristenan ikut berlari dengan perkembangan tersebut. Dia menggunakan teknologi yang ada untuk memberitakan pada dunia bahwa dirinya eksis. Dia masuk lewat media yang ada. Di antaranya adalah internet. Salah satu cyber church yang ada mempunyai visi sebagai berikut “A ministry of ChristRing Ministries, our mission is to bring Jesus Christ to the Internet and to unashamedly present His Gospel of Love and Grace to all that visit here. While Cyber-Church can never replace fellowship in your local church it is our sincere prayer that we can become your "home away from home" Church and that you will find true Christian fellowship here. That we at the Cyber-Church can meet many of your ministry needs.”
Cyber church membahas topik-topik kekristenan dan agama-agama lain. Ada ruang untuk permohonan doa, khotbah, toko buku, ruang chating.  Cyber church tidak sama dengan Web page gereja. Web page gereje hanya berisi informasi gereja lokal. Cyber church melebihi itu. Dia tidak bersifal lokal melainkan global. Dia berkomunikasi dan membangun hubungan dengan pada pengunjungnya. Beberapa cyber church yang ada, yaitu Virtual Church (SM), CyberMinistries Virtual Church, Nettkirken (Norway), WebChurch (Scotland), Osaka-Nozomi Web Chapel (Japan), dan lain-lain.
Cyber church memang mempermudah umat Kristen untuk berkomunikasi dan mengenal lebih jauh tentang Kekristenan. Namun apabila sampai doa, khotbah dan ruang konseling juga ad di sana maka batas-batas sosial akan mulai melenyap. Jaringan informasi menjadi bersifat transparan dan virtual. Tidak ada lagi kategori-kategori norma gereja yang mengikat dan membatasinya. Yasraf Amir mengatakan “Ketika segala sesuatunya berputar bebas dalam sirkuit global, di dalam cyber space, maka hukum yang mengatur masyarakat global kita bukan lagi hukum kemajuan – sebab kemajuan berarti juga ekspansi territorial – melainkan hukum orbit, segala berputar secara global, berpindah dari satu tempat ke tempat lain, dari satu territorial ke territorial lain, dari satu komunitas ke komunitas lain, dari satu kebudayaan ke budayaan lain.”[15]
Batas-batas sosial yang di dalamnya terdapat budaya, nilai, dan simbol-simbol pun ikut lenyap. Ini lah bahaya dari cyberchurch. Kelompok melihat bahwa web page gereja lebih baik daripada cyber church karena web page merupakan bagian dari kegiatan pelayanan gereja bukan menggantikan peran gereja seperti cyber church.

V. Penutup
Komunikasi memiliki peranan penting dalam interakasi manusia. Komunikasi tidak hanya menolong manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tetapi juga berpengaruh dalam pembentukan budaya manusia. Secara Teologi, komunikasi dipahami lebih mendalam. Alkitab memaparkan komunikasi yang terjadi antara Allah dengan umat-Nya. Komunikasi tersebut direfleksikan sebagai relasi iman yang nyata dalam kehidupan umat.
Dalam perkembangannya, manusia kemudian menciptakan berbagai media komunikasi yang semakin mempermudah proses komunikasi tersebut. Dalam perkembangan media komunikasi ini, gereja ikut serta membudidayakan media tersebut dalam praktek pelayanannya. Secara khusus media elektronik yang sangat berkembang saat ini, gereja membudidayakannya untuk memfasilitasi pertumbuhan iman umat.
Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa setiap bentuk media komunikasi khususnya elektronik, memiliki dampak positif dan negatif. Gereja perlu mengantisipasi pengaruh perkembangan media ini agar tidak menjadi batu sandungan bagi pertumbuhan iman jemaat. Karena sangat disayangkan dengan tujuan yang baik tetapi justru dapat menghancurkan esensi persekutuan itu sendiri.

Ditulis oleh: Nuryanto, S.Si (Teol); Novianti, S.Si (Teol); Putri, S.Si (Teol); Robinson, S.Si (Teol) dan Suhardi, S.Si (Teol). Ditulis untuk mata kuliah Pembulatan Studi Teologi (sewaktu kami semua masih kuliah)










DAFTAR PUSTAKA
Fore, William F. Para Pembuat Mitos: Injil kebudayaan dan Media (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002.
Fore, William F. Television and Religion: The Shaping of Faith, Values, and Culture. Minneapolish: Augsburg, 1987
Ketakese Komkat KWI. Peranan Media dalam Pendidikan Iman dan Upaya Pendidikan Kesadaran Bermedia. Jogjakarta: Kanisius, 1997.
Mulyana, Deddy, Idi Subandy Ibrahim (ed), Bercinta dengan Televisi. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997.
Piliang, Yasraf Amir. Dunia yang Dilipat: Tamasya Melampaui Batas-batas Kebudayaan. Bandung: Jalasutra, 2008.

Artikel dan Bahan Bacaan Yang Tidak Diterbitkan
Atmarumengkas, Junus N. “Peran Media Radio dalam Pelayanan dan Pendidikan Keagamaan,” dalam  Faithful Love 40 th RPK FM. Jakarta: RPK Jakarta, 2007.
Ginting, Rina. Mujizat Bukan Pada Pesawat Televisi Anda: Tinjauan Kritis terhadap Siaran Rohani Kristiani di Televisi. Jakarta: Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, 2005, Karya Tulis Akhir.
Hasil Konsultasi Komunikasi-Teologi. Komunikasi dan Pendidikan Teologi. Yogyakarta: WACC Indonesia, 1989.
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001).

Internet
N., Yahya. “Pengertian Media,” dalam http://apadefinisinya.blogspot.com/2007/12/pengertian-media.html, tanggal 30 Agustus 2009 pukul 19.20. 
Sulaiman,  R. “Media Penyiaran Sebagai salah Satu Alternatif Pemberdayaan Masyarakat,” dalam www.geocities.com/radiogshfm/Data/RadioMediaAlternatif.pdf, diakses pada hari Senin, 31 Agustus 2009, pukul 18.35 WIB.



[1] Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001).
[2] Hasil Konsultasi Komunikasi-Teologi, Komunikasi dan Pendidikan Teologi (Yogyakarta: WACC Indonesia, 1989), h. 8.
[3] Ketakese Komkat KWI, Peranan Media dalam Pendidikan Iman dan Upaya Pendidikan Kesadaran Bermedia, (Jogjakarta: Kanisius, 1997), h. 12.
[4] Ibid., h. 11. 
[5] Ibid., h. 13-18
[6] Yahya N., “Pengertian Media,” dalam http://apadefinisinya.blogspot.com/2007/12/pengertian-media.html, tanggal 30 Agustus 2009 pukul 19.20.  
[7] Deddy Mulyana, Idi Subandy Ibrahim (ed), Bercinta dengan Televisi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997), h. 16.
[8] Ibid., h. 328.
[9] Ibid., h. 285.
[10] Rina Ginting, Mujizat Bukan Pada Pesawat Televisi Anda: Tinjauan Kritis terhadap Siaran Rohani Kristiani di Televisi, (Jakarta: Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, 2005, Karya Tulis Akhir), h. 22-28. 
[11] William F. Fore, Para Pembuat Mitos: Injil kebudayaan dan Media (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002), h.107-108
[12] William F. Fore, Television and Religion: The Shaping of Faith, Values, and Culture (Minneapolish: Augsburg, 1987), h. 122-124
[13]  R. Sulaiman, “Media Penyiaran Sebagai salah Satu Alternatif Pemberdayaan Masyarakat,” dalam www.geocities.com/radiogshfm/Data/RadioMediaAlternatif.pdf, diakses pada hari Senin, 31 Agustus 2009, pukul 18.35 WIB.
[14] Junus N. Atmarumengkas, “Peran Media Radio dalam Pelayanan dan Pendidikan Keagamaan,” dalam  Faithful Love 40 th RPK FM. (Jakarta: RPK Jakarta, 2007), h. 164-165.
[15] Yasraf Amir Piliang, Dunia yang Dilipat: Tamasya Melampaui Batas-batas Kebudayaan (Bandung: Jalasutra, 2008), h. 134-135.

Kamis, 20 Januari 2011

Fungsi Cerita di dalam Khotbah (secara Psikologis)

Fungsi Cerita di dalam Khotbah (secara Psikologis)

a. Sebuah Cerita menangkap perhatian kita dan menahannya.
Ketika seseorang mendengarkan suatu khotbah sebenarnya dia juga sedang bergumul dengan suara-suara lain di dalam pikirannya. Mungkin itu suara bisnis yang harus diselesaikan, suara kebencian dengan saudara/teman, suara kerinduan untuk bertemu dengan seseorang dan suara-suara lainnya. Oleh karena itu, agar umat dapat fokus terhadap suara sang pengkhotbah daripada suara-suara yang lain itu, maka seorang pengkhotbah harus dapat menarik attention umat.
Menurut penelitian, attention orang dewasa terhadap stimulus normalnya sekitar 5 sampai 25 detik.[1] Seorang pengkhotbah harus mampu memberikan stimulus-stimulus agar dapat terus mempertahankan attention umat dalam mendengarkan khotbah. Tucker mengatakan bahwa cerita memiliki attention value yang tinggi. Tucker mengutip kata-kata Henry Ward “he who would hold the ear of the people must either tell stories or paint pictures.”[2] Oleh karena itu, cerita dapat dikatakan metode yang efektif untuk memegang attention umat.
b. Cerita melekat di dalam memori
Tucker dalam bukunya bertanya kepada pembacanya “apakah yang kalian ingat dari khotbah yang terakhir kali kalian dengar? Pasti yang kalian ingat adalah sebuah cerita.”[3] Menarik sekali pertanyaan Tucker ini. Memang apabila kita perhatikan, apabila kita mendengarkan suatu khotbah dan di dalam khotbah tersebut ada sebuah ilustrasi pasti yang akan diingat oleh kita adalah ilustrasinya dari pada kesimpulan akhir dari sang pengkhotbah. Bahkan John Kilinger mengatakan bahwa “orang sering dapat mengingat sebuah khotbah bertahun-tahun kemudian berdasarkan ilustrasinya.”[4]
c. Cerita mempunyai kekuatan persuasive
Cerita memiliki kekuatan persuasif yang begitu besar. Dalam kisah nabi Natan dan raja Daud kita mendapatkan hal tersebut. Daud telah berbuat dosa dengan mengambil dan berbuat zinah dengan istri orang lain. Selain itu dia juga membunuh suami perempuan tersebut. Namun demikian, Daud tidak menyadari bahwa perbuatannya itu salah. Oleh karena itu, nabi Natan datang untuk menegur Raja Daud. Nabi Natan tidak menegur Daud dengan teguran langsung melainkan dengan menyampaikan sebuah cerita. Dia menceritakan kepada raja tentang orang kaya yang mengambil anak domba betina kepunyaan si miskin. Cerita tersebut menarik perhatian raja dan membuat raja marah “Demi Tuhan yang hidup: orang yang melakukan itu harus dihukum mati.” Kemudian sang nabi menjawab, “Engkaulah orang itu!” Daud menyadari bahwa dia telah berbuat dosa, “Aku sudah berbuat dosa kepada Tuhan” (2 Sam 12: 1 – 13). Kita lihat bahwa sebuah cerita sederhana dapat mengaduk-aduk hati nurani seseorang.[5]
Bahkan ketika kita menonton sebuah film di TV, kita ikut terbawa dengan emosi dari para aktor dalam film tersebut. Ketika aktor ada yang bersedih kita ikut menangis, ketika marah kita pun ikut marah, ketika cemas kita ikut cemas. Mengapa begitu? Karena tanpa kita sadar ikut mengidentifikasikan diri kita dengan beberapa karakter dalam cerita tersebut. Karakter-karakter tersebut begitu nyata bagi kita karena kita ikut masuk ke dalam dunia mereka.[6] Oleh karena itu, Killinger mengingatkan bahwa seorang pengkhotbah harus berhati-hati untuk tidak menggunakan kekuatan dari cerita itu secara berlebihan untuk memanipulasi sebuah jemaat dan menyebabkan warga jemaat melakukan hal-hal yang mereka tidak biasa buat.[7]
d. Cerita mengklarifikasi kebenaran
Cerita memiliki kekuatan untuk menjelaskan kebenaran tanpa mendefinisikannya (explanation value). Ketika ada ahli Taurat yang bertanya kepada Yesus tentang siapakah “sesamaku manusia”, Yesus tidak memberikan definisi tentang siapa itu sesame manusia. Yesus justru menceritakan kisah orang Samaria yang murah hati. Yesus menceritakan cerita yang membuat pertanyaan tersebut menjadi jelas. Perumpamaan telah membuat kebenaran menjadi menarik dan mudah diingat, tetapi yang lebih utama, perumpamaan telah membuat maksud Yesus menjadi jelas.[8]
e. Cerita menambahkan nilas estetik kepada khotbah
Tucker mengatakan bahwa cerita dalam khotbah sama seperti seorang perempuan bijak menggunakan kosmetik. Make up tidak pernah membuat seorang perempuan jelek menjadi cantik, tetapi bisa menyoroti bahwa ada keindahan di sana. Tetapi Tucker mengatakan bahwa cerita dalam khotbah memang memberi keindahan, tapi jangan sampai khotbah menjadi hanya seperti hiburan (entertainment) dengan suara yang menyenangkan untuk didengar dan suara yang indah tetapi tidak ada kekuatan (power) di dalam proklamasinya. Seperti yang tertulis di dalam Yehezkiel 33: 31 – 32 “Dan mereka datang kepadamu seperti rakyat berkerumun dan duduk di hadapanmu sebagai umat-Ku, mereka mendengar apa yang kauucapkan, tetapi mereka tidak melakukannya…. Sungguh, engkau bagi mereka seperti seorang yang melagukan syair cinta kasih dengan suara yang merdu, dan yang pandai main kecapi; mereka mendengar apa yang kauucapkan, tetapi mereka sama sekali tidak melakukannya.” Oleh karena itu, hendaknya khotbah itu seperti khotbah Yesus yang menyampaikan kebenaran dalam metafora dan perumpamaan yang ekspresi keindahan dan pesan yang terkandung di dalamnya tidak tertandingi. [9]
f. Kita melihat diri kita sendiri dalam cerita
Di dalam cerita yang baik kita dapat melihat teman, musuh dan diri kita sendiri. Kita juga melihat masalah kita dan kemungkinan solusi-solusi pada karakter-karakter dan tindakan dalam cerita.[10]

Karya: Nuryanto, S.Si (Teol)


[1] Larry L. Barker, Listening Behavior (London: Prentice Hall, 1971), hal. 32.
[2] Austin B. Tucker, The Preacher as Storyteller: The Preacher as Storyteller: The Power of Narrative in the Pulpit (Nashville: Tennessee, 2008),hal. 11.
[3] Ibid, hal. 12.
[4] John Killinger, Dasar-dasar Khotbah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), hal. 127.
[5] Tucker, The Preacher as Storyteller, hal. 11.
[6] Ibid., hal. 15.
[7] Killinger, Dasar-dasar Khotbah, hal. 127.
[8] Tucker, The Preacher as Storyteller, hal. 16.
[9] Ibid., hal. 17 – 18.
[10] Ibid., hal. 18.
Protected by Copyscape Duplicate Content Detection Tool

Delete this element to display blogger navbar