Pages

Senin, 23 Desember 2013

NATAL YANG NAKAL



NATAL YANG NAKAL

Nakal menurut KBBI tingkah laku secara ringan yang menyalahi norma yang berlaku dalam suatu masyarakat. Berbicara tentang norma, maka setiap komunitas jelas memiliki normanya masing-masing. Bisa jadi yang menurut masyarakat kita lazim, ternyata tidak lazim menurut masyarakat di tempat lain.
Lalu apa hubungannya natal dengan nakal? Apanya yang nakal dari sebuah natal?
Saat natal tiba, banyak kenakalan yang sering kita lakukan. Tanpa melihat konteks masyarakat ketika Yesus lahir, kita sembarangan memahami peristiwa natal. Ada beberapa kenakalan yang sering kita lakukan:
1.      Kita sering mencampuradukkan cerita antara gembala dengan orang-orang majus. Kita menggabungkan kedua cerita yang sebenarnya diceritakan oleh kedua kitab Injil yang berbeda, waktu yang berbeda dan maksud yang berbeda. Cerita orang majus ada di kitab Matius. Di Matius orang Majus diberi tanda Bintang jika ingin bertemu Yesus karena memang orang majus hidup sehari-harinya berhubungan dengan bintang, mereka adalah ahli perbintangan dari timur. Jadi memang pas jika orang majus diberi tanda bintang dan tidak pas jika gembala diberi tanda bintang. Di Lukas, para gembala diberi tanda palungan jika ingin bertemu Yesus karena setiap hari mereka menggembalakan domba dan pasti tidak asing lagi dengan palungan. Jadi memang pas jika gembala yang diberi tanda palungan dan tidak pas jika orang majus diberi tanda palungan. Namun seringkali kita dengan seenaknya menggabungkan kedua cerita tersebut. Orang majus dan para gembala melihat bintang yang mengantar mereka ke sebuah kandang, lalu orang majus dan para gembala bertemu dengan Maria, Yusuf dan bayi Yesus di palungan secara bersamaan. Perlu kita ketahui, gembala dan orang-orang majus tidak bertemu Yesus pada waktu bersamaan, namun pada waktu yang berbeda. Orang-orang majus bertemu Yesus ketika Yesus sudah berumur kurang dari dua tahun (Lukas 2:16). Perhatikan Matius 2:11, yang ditemui orang-orang majus adalah Anak (παιδιον/paidion) bukan Bayi (βρεφος: brephos) seperti yang ditemui oleh para gembala dalam Luk 2:16.


2.      Kita juga sering seenaknya menggambarkan bahwa Yesus lahir di kandang. Yesus tidak lahir di kandang. di Alkitab hanya dikatakan di palungan (Lukas 2:16). Palungan bisa ditaruh di mana pun, tidak selalu di kandang. Bisa jadi di gudang/ruang bawah.
3.      Kita sering menggambarkan Maria dan Yusuf mencari rumah penginapan namun tidak dapat sehingga harus tinggal di kandang. Perlu kita ketahui, orangtua Yesus tidak mencari penginapan tetapi ke rumah saudaranya sendiri namun tidak mendapat kamar tamu atas, dalam Lukas 2:7 ditulisnya rumah penginapan (καταλυμα/kataluma dalam bahasa Yunani artinya kamar tamu atas). Untuk penginapan bahasa yunaninya pandoceion seperti dipakai dalam Lukas 10:34). Kemungkinan besar, Yesus beserta kedua orangtuanya diberi tempat di gudang/ ruang bawah. Pdt. Joas Adiprasetya pernah menulis di sini http://www.facebook.com/notes/joas-adiprasetya/natal-perdana-ruang-keramahtamahan/10151172666821964 , walau dengan kesimpulan kisah yang berbeda dengan saya. Bagi saya dan juga Pak Andar Ismail, justru Yesus berada di ruang bawah karena tertolak, bukan karena keramahtamahan pemilik rumah. Tapi yang jelas, Maria dan Yusuf tidak di penginapan.
4.      Banyak pendeta yang pada saat kelahiran Yesus, justru mengkhotbahkan tentang kematianNya. Coba kita bayangkan saat ulangtahun kita, kita ngundang pendeta untuk ibadah syukur eh pendetanya malah khotbah soal kematian kita, bagaimana perasaan kita? Bisa saja sih mengingatkan tentang betapa singkatnya hidup kita, atau kita semua pasti akan mati jadi harus menggunakan waktu dengan baik. Tapi bagaimana jika yang dikhotbahkan bukan soal itu melainkan betapa tragisnya nanti kita akan mati? Ada yang mau ketika ulangtahun dikhotbahi tentang kematian kita yang tragis? Itu artinya tidak sesuai konteks. Mungkin akan ada yang berkata, kelahiran Yesus selalu berhubungan dengan kematian Yesus. Jadi kelahiran Yesus selalu sepaket dengan kematianNya. Apakah dari kisah kelahiran Yesus tidak ada nilai-nilai lain yang dapat disampaikan? Apakah hanya kisah kematianNya saja yang begitu bermakna sehingga harus terus-menerus dikhotbahkan bahkan di hari kelahiranNya? Menurut saya, banyak sekali nilai-nilai ataupun hal-hal lain yang dapat disampaikan saat kelahiran Yesus. Bahkan dari daftar silsilah Yesus saja, kita bisa mengkhotbahkan bagaimana kelahiran Yesus merangkul yang tertolak. Ada berapa banyak orang-orang yang dianggap hina pada zaman itu justru masuk menjadi nenek moyang Yesus. Bahkan dari kisah Yesus lahir di “rumah penginapan” saja, kita bisa mendapatkan dua pesan berbeda. Pesan seperti yang disampaikan Pdt. Joas yaitu tentang keramahtamahan dan pesan seperti yang disampaikan Andar Ismail tentang ketertolakan. Masih banyak pesan lainnya yang harus disampaikan pada saat natal, tidak melulu soal kematian Yesus di kayu salib.


Demikianlah beberapa kenakalan yang seringkali kita lakukan pada saat natal. Mungkin masih banyak kenalan-kenakalan lainnya yang sering kita lakukan. Atau mungkin juga tulisan saya saat ini adalah sebuah kenakalan bagi beberapa komunitas gereja karena tidak sesuai norma atau doktrin mereka?

Nuryanto Gracia, S.Si (teol)

Kamis, 19 Desember 2013

ALANGKAH INDAHNYA


ALANGKAH INDAHNYA

Sudah beberapa hari bukit-bukit di pedalaman Perancis itu menjadi ajang pertempuran. Perang Dunia kedua sedang berkecamuk di tengah musim dingin yang menusuk. Pasukan Amerika sedang berhadapan langsung dengan pasukan Jerman. Pada malam itu pasukan kedua belah pihak tetap siaga di parit penjagaan mereka masing-masing. Jarak antara kedua pasukan musuh itu hanya beberapa puluh meter saja. Rasa tegang dan lelah mencekam mereka.

Tiba-tiba kesunyian malam itu pecah. Ada suara seseorang sayup-sayup mengumandangkan irama “Malam Kudus.” Para prajurit itu tertegun. Mereka saling mamandang dengan rasa heran. Betul! Ini malam natal! Hari ini tanggal 24 Desember! Lalu prajurit-prajurit itu pun ikut bernyanyi. Beberapa prajurit Amerika berdiri dan keluar dari parit. Disusul oleh beberapa prajurit Jerman. Mereka pun saling berangkulan. Tentara Amerika bernyanyi “Silent Night, Holy Night”; tentara Jerman bernyanyi “Stille Nacht, Heilige Nacht.” Rasa haru dan gembira langsung memenuhi hati mereka. Mereka mengeluarkan makanan dan saling bertukar cendera mata.

Keesokan harinya tentara dari kedua pasukan yang bermusuhan itu bermain sepak bola. Sepanjang hari mereka bergembira.

Tetapi setelah itu para prajurit itu terpaksa kembali lagi ke parit mereka masing-masing. Komandan masing-masing pasukan mendapat instruksi untuk meneruskan penyerangan. Akibatnya pertempuran meletus lagi. Kedua pasukan itu terpaksa saling tembak lagi. Natal telah berakhir, damai pun ikut berakhir.

Cerita itu hanya salah satu dari sekian banyak cerita yang ironis tentang Natal. Ironis karena seringkali dampak Natal hanya berlangsung dua atau tiga hari saja.

Suasana Natal memang seolah-olah menyulap perasaan kita. Begitu kita mendengar lagu-lagu Natal yang khidmat dan agung, hati pun terasa teduh. Kita jadi lebih bermurah hati kepada orang lain. kita jadi lebih ramah. Wajah orang pun tampak lebih cerah dan ceria. Ketegangan dan keberingasan hidup sehari-hari seolah-olah berhenti dan diganti dengan kedamaian dan keramahan. Hidup terasa menjadi lebih indah.

Tetapi ketika suasana Natal itu sudah berakhir, berakhir pulalah segala kedamaian dan kemurahan hati itu. Hidup kembali menjadi kejam dan keras, serakah dan selingkuh, benci dan dengki. Sesingkat itukah nyala api kasih Kristus yang bernyala dalam hati kita?

Dalam khotbah di Bukit, Tuhan Yesus mengumpamakan kita sebagai pelita yang ditempatkan di atas kaki dian supaya menerangi seisi rumah (Matius 5:14-16). Cahaya pelita memang tidak gemerlapan dan tidak mencolok secara istimewa, namun ia menyala secara langgeng tiap malam sepanjang tahun. Pelita bebeda dari lampu hiasan Natal yang berkedap-kedip secara mencolok namun hanya menyala beberapa hari saja setahun.

Agaknya dalam mewakili Tuhan Yesus kita perlu belajar menjadi pelita yang walaupun menyala secara bersahaja namun menyala langgeng sepanjang tahun, ketimbang lampu hiasan Natal yang gemerlapan namun menyala hanya selama beberapa hari saja.

Dalam Surat dari Taize Bruder Roger menulis, “Mengikuti Kristus bukanlah seperti menyalakan kembang api atau petasan yang menyala secara memukau dan silau dalam waktu sekejap namun sesudah itu langsung lenyap.”

Yang kita butuhkan bukanlah pengalaman iman yang berkilauan dan meledak-ledak penuh emosi secara gegap gempita namun berlangsung hanya beberapa kali saja setahun. Yang kita butuhkan adalah kebalikannya, yaitu pengalaman iman yang tenang dan bersahaja namun setia dan langgeng sepanjang tahun.

Lebih baik kita menjadi air tawar biasa di gelas yang penuh ketimbang menjadi cola atau minuman bersoda yang meletup dan meluap secara berbuih-buih begitu dibuka, tetapi segera setelah itu buih-buihnya langsung lenyap sehingga yang tinggal ternyata adalah gelas yang tidak penuh.
Roh Natal dan Roh Yesus, yaitu kegembiaraan, keteduhan, kesahajaan dan kemurahan hati. Dunia langsung berubah menjadi indah ketika roh itu mulai menyala di dalam hati kita. Alangkah indahnya dunia ini kalau roh itu menyala bukan hanya pada hari hari Natal saja, melainkan langgeng sepanjang tahun. Ya, alangkah indahnya.

Diambil dari buku Selamat Natal karya Andar Ismail.

Kamis, 05 Desember 2013

BUKU PREACHING WITH STORYTELLING

PREACHING WITH STORYTELLING
MENGGUNAKAN STORYTELLING DALAM MENYAMPAIKAN PESAN FIRMAN TUHAN
 
 
Penulis : Nuryanto Gracia
Penerbit: nulisbuku
Halaman: 0 Colour Pages & 132 B/W Pages               
Kategori: Agama
Harga: Rp 33000 (belum termasuk ongkir dari surabaya)
Pemesanan bisa langsung ke http://nulisbuku.com/books/view_book/5038/preaching-with-storytelling atau melalui saya di Twitter @ketozia
 
 
Khotbah merupakan salah satu mata acara penting dalam suatu kebaktian. Oleh karena itu, khotbah harus disusun sedemikian rupa agar menarik dan efektif. Melalui buku ini, penulis ingin menunjukkan bahwa ada metode khotbah yang menarik dan efektif namun sayangnya belum banyak dilirik oleh para pengkhotbah. Metode khotbah tersebut yaitu khotbah dengan bercerita atau yang biasanya disebut khotbah naratif.
 

Protected by Copyscape Duplicate Content Detection Tool

Delete this element to display blogger navbar