Percakapan antara 2 orang sahabat yang berbeda agama
Selasa, 14 November 2023
KRISTEN TIDAK MAKAN BABI
Rabu, 28 Desember 2016
MENGENAL AGAMA LAIN
MENGENAL AGAMA LAIN
Jika kita ingin mengenal agama lain dengan baik, silakan lakukan beberapa hal ini:
1. Belajarlah dengan pemuka agama yang mempelajari ilmu perbandingan agama. Bukan pemuka agama yang suka mengutip-ngutip ayat agama lain tanpa tahu konteksnya.
2. Pelajarilah ilmu perbandingan agama. Banyak buku-buku tentang hal tersebut. Buku perbandingan agama berbeda dengan buku yang berisi kekurangan agama lain yang akhirnya dijadikan alat menyerang dan berdebat.
3. Rendah hatilah bahwa agama lain memiliki kebenaran yang tidak kita yakini tetapi mereka yakini. Keindahan yang belum pernah kita lihat tetapi itu eksis.
Semuanya bisa bilang mereka belajar perbandingan agama tetapi perbandingan agama yang baik memiliki ciri:
1. Membuka wawasan kita tentang agama lain. Melihat keindahan dalam agama lain dan melihat juga keindahan di dalam agama kita. Membuat kita menghargai agama lain dan makin mencintai agama kita.
2. Membuat kita melihat titik temu dalam agama lain yang bisa kita jadikan dialog, bukan mencari-cari titik tengkar yang hanya kita jadikan bahan debat.
3. Mempelajari agama lain tidak hanya kitab sucinya tetapi juga sosiologi, psikologi, sejarah, filsafat dan beberapa hal lainnya yang membuat kita melihat sebuah agama secara holistik. Karena agama tidak hanya terdiri dari kitab suci saja.
4. Tidak membuat kita ingin menyerang agama lain saat melihat ada kekurangan dalam agama mereka tapi justru membuat kita penasaran untuk mempelajarinya lebih jauh lagi.
Jumat, 25 Maret 2016
Selasa, 12 Januari 2016
MANUSIA, AGAMA DAN BAHASA
MANUSIA, AGAMA DAN BAHASA
Teman-teman coba tebak, tulisan di bawah ini berasal dari kitab suci mana? Al-Qur'an? Ok nanti kita bahas.
يَمُوتُ افْتِقَاراً إِلَى التَّأْدِيبِ، وَبِحُمْقِهِ يَتَشَرَّدُ.
انه يموت من عدم الادب وبفرط حمقه يتهور
Dalam perjalanan hidup manusia, bahasa seringkali menjadi masalah yang sangat besar. Berbeda bahasa membuat kita tidak bisa saling mengerti maksud yang lainnya. Berbeda yang dimaksud bisa dalam hal:
1. Negara: Berbeda negara membuat kita pun berbeda bahasa. Tidak hanya berbeda bahasa, tetapi juga berbeda cara membahasakannya. Saya kasih kutipan contohnya yah...
Seorang salesman coca-cola baru saja kembali dari tugasnya di Pedalaman Tembok Cina. Dengan wajah yang sangat kecewa dia menghadap pada bosnya. Si Bos bertanya, “Kenapa kamu gagal melakukan transaksi di Cina?”
“Saat tiba di Cina saya begitu yakin bisa menjual produk kita,” kata si Salesman.
“Cuma, ada satu masalah, saya tidak mengerti bahasa Cina, jadi saya memutuskan untuk mempromosikan produk ini melalui poster bergambar.”
“Poster pertama gambarnya seorang pria yang sedang sekarat dan kehausan di tengah perjalanannya di Tembok Cina. Poster selanjutnya bergambar pria terebut kemudian meminum coca-cola, dan poster terakhir bergambar pria tersebut akhirnya bangkit kembali dengan kondisi yang segar bugar. Kemudian 3 poster tersebut saya tempel di seluruh penjuru Cina.”
“Lho bukannya itu ide yang brilian? Tapi kenapa kamu masih gagal dalam menjual?” tanya si Bos.
Si Salesman menjawab “Saya tidak tahu kalau orang Cina membaca dari kanan ke kiri.
2. Satu Negara tapi beda Zaman. Contohnya saja Indonesia, setidaknya telah mengalami beberapa kali perubahan ejaan. Pada 1901 ejaan Van ophuijsen. Pada 1947 ejaan soewandi. Pada 1975 Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Nah perhatikan, beda 100 tahun saja sudah mengalami perubahan ejaan. Bisa bayangkan jika sudah berabad-abad? Misalnya saja Indonesia pada abad ke 7 masa sriwijaya masih menggunakan bahasa melayu. Kita tidak bisa serta-merta mengartikan bahasa itu sama seperti bahasa kita sekarang. Nah sekarang bayangkan bahasa kitab suci kita yang ditulis pada abad 1-6, bahkan ada yang ditulis sebelum abad 1. Bisa bayangkan beda jaraknya dengan zaman kita? Tapi banyak di antara kita yang dengan serta merta mengambil begitu saja ayat di dalamnya, lalu mengartikan dengan pola pikir dan bahasa kita di masa kini.
3. Satu negara, satu zaman tapi beda daerah. Setiap daerah memiliki bahasanya sendiri dan terkadang juga ada yang terdengar mirip secara fonetik. Misalnya saja contoh di bawah ini.
Seorang bapak yang bukan orang Palembang berkonsultasi kepada kerabatnya yang kebetulan adalah seorang dokter asal Palembang. Bapak ini baru membeli obat resep untuk anaknya yang mengalami gangguan lambung. Dia bertanya kepada dokter kerabatnya apakah obat ini aman untuk dikonsumsi oleh anaknya. Setelah menilik label pada obat itu, si dokter pun berkata: “Ya aman, asal nggak kalahan aja”. Dengan wajah penuh tanda tanya si bapak ini bertanya: “Hah, apa yang bisa mengalahkan obat ini?” ‘kalahan’ dalam bahasa Palembang bermakna ‘alergi’, jadi tak berhubungan dengan kalah atau menang.
4. Satu negara, satu zaman, satu daerah tapi beda jenis kelamin. Bahasa laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan yang sangat signifikan. John Gray pernah menulis buku dengan judul "Men are from Mars, Women are from Venus." Untuk tahu lebih jauh silakan cari bukunya, beli dan baca. Atau kalau malas, silakan baca ringkasannya di Internet.
5. Satu negara, satu zaman, satu daerah, sama jenis kelamin tapi beda situasi. Percayalah bahwa satu kalimat tidak selalu berlaku dalam segala situasi. Misal kalimat, "Bertobatlah sebelum terlambat". Kalimat tersebut lebih tepat dikenakan kepada mereka yang hidup semaunya dan tidak peduli dengan Tuhan. Lalu bagaimana dengan mereka yang ingin bertobat tapi merasa Tuhan pasti tidak mau mengampuninya dan sudah terlambat jika harus bertobat sekarang? Kalimat tersebut jelas tidak tepat jika diberikan kepada mereka. Kalimat yang lebih tepat adalah, "Tidak ada kata terlambat untuk bertobat." Kalimat "Bertobatlah sebelum terlambat" dan "Tidak ada kata terlambat untuk bertobat" sekilas seperti kalimat yang bertentangan padahal sesungguhnya itu adalah kalimat yang digunakan sesuai konteksnya. Oleh karena itu, saat membaca atau mendengar suatu kalimat disampaikan, baik oleh pemuka agama atau motivator, lihatlah dengan seksama kepada siapakah dan pada situasi apakah kalimat tersebut disampaikan. Tidak bisa digunakan dalam segala situasi. Dalam buku saya yang berjudul "PhiloSophie" ada banyak contoh mengenai hal ini.
5 hal di atas mengajak kita melihat bahasa tidak secetek apa yang kita kira selama ini. Kita perlu melihat konteksnya. Sekarang bayangkan dengan bahasa agama, khususnya agama semitik yang ditulis puluhan abad lalu. Ada jurang negara, waktu dan budaya yang jauh sekali.
Saat membaca bahasa agama, cobalah telisik lebih dalam. Jangan hanya baca sekilas lalu asal comot dan terapkan begitu saja dalam hidup masa kini. Jangan juga saat melihat suatu bahasa lalu langsung menghubungkannya dengan agama tertentu dan langsung menganggap hal itu sebagai penistaan agama.
Bahasa adalah milik umat manusia, bukan milik agama tertentu. Umat mana pun bisa menggunakan bahasa di mana mereka tinggal. Misal seperti di Arab, tidak hanya ada Islam di sana tapi juga ada Kristen. Mau tidak mau, kitab suci agama Kristen di sana juga menggunakan bahasa arab. Selain agama, di sana juga ada hal-hal sekuler yang menggunakan bahasa arab misal bar, toilet, maskapai dan semuanya yang perlu untuk dikomunikasikan. Agak aneh jika negara arab tapi pakai bahasa India kan? Jadi siapapun di negara Arab bisa menggunakan bahasa Arab, tidak hanya agama tertentu.
Nah begitu juga saat bahasa negara tertentu dipakai oleh penduduk dari negara lain. Boleh kah? Jelas boleh. Kita boleh menggunakan bahasa Inggris, lalu mengapa tidak boleh menggunakan bahasa Arab? Yang salah adalah jika menggunakan bahasa kitab suci dari agama manapun dan dari bahasa apapun lalu diubah seenaknya atau dikutip seenaknya untuk hal-hal menjijikkan.
Saat membaca atau mendengar bahasa tertentu, belajarlah untuk memeriksa lebih jauh maknanya sebelum langsung berburuk sangka. Memang berburuk sangka adalah hal paling mudah dibandingkan harus berlelah mencari suatu kebenaran. Tapi jika ingin cerdas maka belajarlah dan terus menerus menguji kebenaran. Tidak hanya terus menerus disuapi oleh yang katanya kebenaran.
Mari belajar cerdas dengan menguji segala sesuatu. Jangan terus menerus bodoh dengan mau mudahnya saja.
Oh iya, kalimat arab yang saya kutip di atas diambil dari Amsal 5:23 yang diterjemahkan dalam 2 terjemahan Alkitab bahasa arab yang berbeda New Arabic (Ketab El-Hayat) dan Van Dyke.
Artinya adalah "Ia mati, karena tidak menerima didikan dan karena kebodohannya yang besar ia tersesat"
Nuryanto Gracia, S.Si (teol)
Jumat, 12 Juni 2015
HORMATI YANG TIDAK BERPUASA DAN BERPUASA
HORMATI YANG TIDAK BERPUASA DAN BERPUASA
"Hai de, kamu tidak sopan sekali. Di sini ada orang tua sedang duduk, mengapa tidak mengucapkan permisi?" tanya seorang bapak yang sedang duduk di pinggiran jalan.
Bapak tersebut sedang duduk bersama rekan-rekan yang lainnya di bangku panjang yang terbuat dari kayu. Mereka tampak sedang menikmati sore itu dengan saling berbagi cerita. Namun sayang, kesenangan itu terganggu karena ada pemuda yang lewat tepat di depan muka mereka namun tidak mengucapkan permisi.
"Tapi ini kan jalan umum, Pak. Jadi siapapun berhak untuk lewat di sini dong, Pak? Masa harus pakai permisi segala. Harusnya bapak yang jangan duduk di pinggir jalan jika tidak mau diganggu orang lewat," bela pemuda yang mengenakan tas ransel berwarna merah itu.
"Ini memang jalan umum, saya tidak melarang kamu lewat sini, tapi kamu juga harus menghormati orang yang berada di kanan kirimu saat sedang berjalan. Gang ini sempit, kamu berdiri dan kami duduk. Saat kamu lewat, kamu lewat di depan muka kami, jadi itu tidak sopan. Di negeri ini, bukan hanya ada sarana dan prasarana tetapi juga ada norma-norma. Apakah memang norma-norma itu sudah tidak dipedulikan karena semua hanya berpusat kepada hal-hal materil?"
Selamat memasukin bulan Ramadhan rekan-rekan saya yang beragama Islam. Puasa memang tidak memaksa orang lain untuk tidak makan atau berjualan, sama seperti bapak di dalam cerita tersebut yang tidak melarang si pemuda untuk lewat. Jadi teman-teman yang berpuasa memang niscayanya menghormati hak orang lain yang tidak berpuasa.
Tapi... Umat agama lain yang tidak berpuasa pun harus menghormati yang sedang berpuasa... Negeri kita dikenal dengan sopan-santunnya. Apakah hal itu sudah hilang? Dari saya kecil, saya diajar untuk mengatakan "maaf, saya makan/minum dulu" kepada yang sedang berpuasa di sebelah kita jika memang kita sudah tidak tahan lapar. Atau sebisa mungkin jangan makan di depan muka mereka yang sedang berpuasa. Memang hak kita makan di mana saja, tapi sekali lagi kita punya sopan-santun kan? Jangan seperti pemuda tadi yang karena merasa bahwa gang itu adalah fasilitas umum maka dia berhak lewat begitu saja tanpa memperhatikan sopan-santun.
Untuk umat Kristen, Surat 1 Korintus 8:13 mengatakan, "Karena itu apabila makanan menjadi batu sandungan bagi saudaraku, aku untuk selama-lamanya tidak akan mau makan daging lagi, supaya aku jangan menjadi batu sandungan bagi saudaraku."
Perikop dalam surat itu sedang menasihati mereka yang kuat imannya dan percaya bahwa makan-makanan berhala tidak apa-apa. Tapi penulis surat 1 Korintus mengingatkan, di antara mereka juga ada orang-orang yang lemah imannya. Jangan sampai gara-gara makanan, kita malah menjadi batu sandungan. Penulis 1 Korintus lebih memilih tidak makan makanan tersebut daripada menjadi batu sandungan. Oleh karena itu, jangan sampai gara-gara makanan kita juga menjadi batu sandungan bagi rekan-rekan kita yang sedang berpuasa.
Persaudaraan dan persahabatan jauh lebih penting dari makan dan makanan, kan?
Sekali lagi, selamat berpuasa rekan-rekan. Selamat menabur kebaikan di mana pun rekan-rekan berada.
Nuryanto Gracia
Rabu, 15 April 2015
ADZAN MAGHRIB
Zia : Papi itu apa?
Saya : Itu adzan maghrib...
Dulu mamanya sempat melarang anak-anak melihat adzan maghrib. Setiap ada adzan maghrib, tv selalu dimatikan atau dibuat tidak bersuara. Lalu saya mengatakan untuk tetap dibiarkan menyala. Sekarang mamanya sudah tidak pernah lagi mematikan tv saat adzan.
Tidak ada salahnya mendengarkan adzan di tv. Ini adalah realita keberagaman agama yang ada di Indonesia. Dari kecil, anak sudah harus diajarkan untuk melihat realita keberagaman agama yang ada, bukan menutup-nutupinya. Dari kecil, anak juga harus diajarkan menghargai keberagaman.
Entahlah apa jadinya Indonesia jika dari kecil anak sudah diajarkan membenci atau menolak keberadaan agama lain.
SORAK-SORAI KONVERSI/PERPINDAHAN AGAMA
Saat saya masih kuliah, ada seseorang yang pernah datang ke kelas saya dan menceritakan sesuatu yang sangat tidak menarik bagi saya. Dia bercerita bahwa dia dahulu adalah seorang Islam bahkan dia benci dengan orang Kristen dan berusaha mengislamkan orang Kristen. Tapi sekarang (pada saat dia bercerita), dia telah menjadi Kristen. Dia menyadari agamanya yang dahulu memiliki banyak kesalahan. Dia menulis kesalahan-kesalahan agamanya yang dahulu di dalam sebuah buku. Di dalam buku itu, dia tuliskan juga bahwa dalam kitab agamanya yang dahulu sebenarnya membenarkan ajaran Kristen. Di dalam buku tersebut, dia mengutip ayat-ayat Al-Quran. Dia mengatakan, dia keliling gereja dan juga pesantren untuk menunjukkan kebenaran bahwa agamanya yang dahulu salah, Kristenlah yang benar.
Mungkin banyak orang Kristen yang akan senang dan bersorak-sorai, tapi saya tidak. Saya juga menyadari teman-teman sekelas saya pun tidak terlalu senang apalagi heboh karena ada umat Islam yang masuk Kristen lalu menjelek-jelekkan agama sebelumnya. Bagi saya, silakan saja jika memang seseorang ingin berpindah agama, tapi setelah berpindah agama bukan berarti harus menjelek-jelekkan agama sebelumnya. Ceritakanlah kebaikan dari agama yang dipeluk sekarang, bukan menceritakan keburukan agama yang telah ditinggalkan. Bukankah kita seharusnya menceritakan kebaikan, bukan keburukan? Jika mau dicari-cari keburukannya, tiap agama pasti ada saja keburukannya. Selain itu, yang lama pasti akan nampak lebih buruk, sedangkan yang baru akan tampak lebih baik.
Jika ada umat Kristen yang berpindah agama, saya juga tidak akan marah-marah apalagi mencaci-maki mereka yang berpindah agama, karena itu adalah pilihan hidupnya. Tapi sebelumnya coba diklarifikasi juga apakah cerita itu benar? Apakah tokoh itu ada, atau jangan-jangan hanya tokoh fiktif?
Seperti berita ini misalnya,
http://www.pkspiyungan.org/…/saya-masuk-islam-pengakuan-men… (Berita tentang Theresia Cindy yang masuk Islam)
http://www.pkspiyungan.org/…/usai-theresia-cindy-tan-masuk-… (Berita tentang gereja yang mengamuk karena cindy masuk Islam)
http://m.kompasiana.com/…/fairy-tale-theresia-cindy-tan.html
(Telaah lebih lanjut tentang berita di atas)
https://joycelynaralar.wordpress.com/…/lions-club-at-manil…/
(Foto asli theresia ternyata diambil dari foto orang Filipina)
Lalu keluar klarifikasi bahwa fotonya sengaja tidak memakai foto asli untuk melindungi Cindy dari amukan. Yah kalo gitu tinggal cek nama Theresia Cindy di UKI saja karena katanya dia dosen di sana. Mungkin nanti setelah namanya tidak terdaftar di UKI, akan ada klarifikasi lagi bahwa namanya pun sengaja disamarkan agar aman.
Saya tidak terlalu peduli dengan klarifikasi berikut-berikutnya, karena bukan itu masalahnya. Saya hanya ingin mengingatkan, klarifikasi setiap berita yang kita dapat. Jangan sampai karena ada berita umat agama lain masuk agama kita, kita langsung begitu senangnya. Apalagi ditambah bumbu dia dari pesantren atau mahasiswa teologi, dia dulu ustadz atau pendeta, dia dulu rajin di mesjid atau gereja. Klarifikasi terlebih dahulu, jangan langsung terima ceritanya mentah-mentah.
Seandainya pun ceritanya benar, sekali lagi saya tidak terlalu tertarik dengan mereka yang berpindah ke agama yang baru dengan menjelek-jelekkan agama sebelumnya. Bagi saya itu sama saja seperti orang yang baru menemukan rumah makan yang lebih enak, lalu menjelek-jelekkan rumah makan sebelumnya. Aneh, kan? Kenapa tidak menceritakan keenakan makanan atau kelebihan pelayanan di tempat makan yang baru. Jika memang tempat yang baru sesuai dengan seleranya, maka dia akan pergi juga ke tempat tersebut.
Salam,
Nuryanto Gracia