Pages

Jumat, 23 Juni 2017

AGAMA SEMBAKO

AGAMA SEMBAKO

Adakah bahasa intimidatif di dalam kitab suci kita? Ada dan banyak. Intimidatif dalam arti menganggap yang lain lebih rendah dan tak lebih baik dari dirinya.

Di setiap agama pasti ada. Lalu sebagai umat beragama, kita mengutip kata atau kalimat tersebut ke konteks kita masa kini tanpa melihat konteks kisah saat kalimat itu turun/diwahyukan/ditulis. Sehingga akhirnya kita membenarkan kalimat intimidatif itu dengan dalih bahwa di agama lain juga ada kalimat serupa itu.

Misal, saat terjadi perdebatan sengit tentang penggunaan kata kafir dan non kafir. Ada yang mengatakan bahwa kata kafir bukan kata negatif, hanya pembeda antara golongan agamaku atau bukan. Lalu dibenarkan dengan argumen, di kristen juga kami dianggap sebagai domba tersesat atau anak-anak gelap.

Kafir, domba tersesat atau anak-anak gelap, mungkin pada awalnya digunakan secara positif sebagai pemisah bahwa kamu bukan dari agamaku atau kamu belum masuk agamaku, dan aku berharap kamu masuk agamaku. Namun pada kenyataannya kata tersebut menjadi sangat negatif dalam interaksi kehidupan keagamaan kita. Ada yang memaki penuh kebencian menggunakan kata tersebut. Ada juga yang akhirnya menggunakan kata tersebut untuk mengintimidasi mereka yang berbeda.

Atau misalnya lagi penggunaan kata sesat. Kata tersebut digunakan untuk melabeli agama lain yang tak sama atau agamanya sama tapi beda aliran. Lalu kita berdalih dengan mengatakan bahwa bagiku kamu tersesat karena tidak beriman kepada Tuhanku, dan bagimu aku tersesat karena tidak beriman kepada Tuhanku. Jadi yah santai saja jika dibilang sesat. Begitu kira-kira pendapat selama ini.

Membiarkan kalimat intimadatif kepada yang lain karena yang lain melakukan hal serupa. Mengapa demikian? Karena kita masih punya semangat mengubah orang dari agama lain masuk dalam agama kita, baik secara halus dan intelek maupun secara paksa, pokoknya kalo beralih ke agama kita itu paling baik.

Semangat mengkonversi agama lain ini membuat kita tidak bisa melihat bahwa agama lain itu baik. Oleh karena itu, semangat mengkonversi agama lain itu perlu dialihkan kepada semangat yang lain. Misal dalam kekristenan ( saya mulai autokritik terhadap agama sendiri yah, silakan teman-teman autokritik agama sendiri), dikenal istilah Amanat Agung. 

Amanat Agung adalah Amanat Yesus sebelum naik ke surga. Apa Amanat-Nya? Menjadikan semua bangsa murid Yesus dan baptislah mereka, atau dengan kata lain jadikanlah semua bangsa beragama kristen. Walaupun sebenarnya dalam Alkitab kata Amanat Agung secara literal tidak akan kita temukan. Yang akan kita temukan adalah kata literal "Hukum yang terutama." Apa bunyinya?

Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.
Itulah hukum yang terutama dan yang pertama.
Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.
Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi." (Matius 22:37-40)

Adakah yang lebih tinggi dari hukum itu? Tidak. Apakah Amanat Agung lebih tinggi dari hukum ini? Tidak. Banyak yang mengatakan bahwa Amanat Agung dan hukum ini tidak bertentangan. Betul, tapi pada kenyataannya berbeda.

Pada kenyataannya kita masih menggunakan kata-kata intimidatif seperti contoh di atas. Bahkan ditanamkan sejak masih sekolah minggu. Kita juga mengasihi orang dari agama lain dengan motiv tersembunyi,  yaitu agar orang lain masuk agama kita. Bahkan kristen sering dikenal sebagai agama sembako, yaitu bagi-bagi sembako agar agama lain masuk kristen. Ikut membantu korban bencana alam agar masuk kristen. Akhirnya membantu sesama tidak lagi secara tulus. Hal ini bertentangan dengan hukum terutama di atas, yaitu kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Bukan, kasihilah sesamamu manusia agar dia masuk agamamu.

Oleh karena itu, kekristenan pun mulai mengembangkan cara berpikirnya. Pemahaman tentang misi yang tadinya kristenisasi bergeser kepada kemanusiaan. Misi yang bukan lagi mengkristenkan orang lain melainkan memanusiakan manusia sama seperti misi Yesus di dunia yaitu memanusiakan manusia.

"Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang." Lukas 4:18-19.

Walaupun masih banyak umat Kristen yang masih berada pada semangat untuk mengkristenkan orang lain. Tapi saat kita berani keluar dari semangat itu, maka kita bisa melihat bahwa agama lain itu baik dan agama kita juga baik. Kita bisa belajar kebaikan dari agama lain, tanpa harus meninggalkan atau menjelek-jelekkan agama kita. Kita bisa meyakini agama kita benar tanpa harus menjelek-jelekkan agama lain. Kita tidak perlu lagi menggunakan kata-kata, kalimat atau ayat intimidatif untuk mengintimidasi orang dari agama lain. Pemuka agama yang dalam semangat ini, saat membicarakan agama lain, tidak lagi membicarakan keburukannya melainkan kebaikannya.

Hal ini bukan juga berarti bahwa semua agama sama. Jika kita menganggap semua agama adalah sama maka kita tidak menghargai perbedaan. Biarlah yang berbeda tetap berbeda tanpa harus disama-samakan. Nikmatilah perbedaan itu.

Yang penting, semangat kita tidak lagi melihat keburukan dalam agama lain tapi melihat kebaikannya. Lalu mencari titik temu untuk sama-sama berjuang demi kemanusiaan. Masih banyak masalah kemanusiaan yang perlu diselesaikan. Daripada energi dihabiskan untuk menyalahkan agama lain, lebih baik energi itu digunakan untuk mengentaskan masalah kemanusiaan.

0 komentar:

Posting Komentar

Protected by Copyscape Duplicate Content Detection Tool

Delete this element to display blogger navbar