Pages

Minggu, 22 Mei 2011

MEDIA CETAK DAN KEKRISTENAN



MEDIA CETAK DAN KEKRISTENAN

Media cetak memiliki fungsi untuk menyampaikan informasi. Pada pembahasan ini kita akan melihat hal tersebut dalam dua bagian yaitu infotainment dan news.

1. Infotainment
            Infotaintment sebenarnya adalah informasi yang disajikan dalam bentuk hiburan. Namun demikian, di Indonesia arti tersebut telah berubah menjadi informasi mengenai kehidupan pribadi para artis di dunia hiburan. Sampai akhirnya infotainment hanyalah berisi gosip kehidupan para artis. Padahal hal ini telah melanggar etika jurnalistik dan melanggar batas pribadi para artis. Hal ini jugalah yang membuat MUI memfatwa haram infotainment.[1]
            Media cetak yang pertama kali memulai pemberitaan para artis adalah tabloid Monitor. Isi berita hanya menampilkan gosip kehidupan para artis. Namun, media cetak itu telah dibredel,selain karena gosip, juga karena dianggap menghina agama dan isinya terlalu berbau seks.Tabloid tersebut kemudian menjadi tabloid “Bintang“.[2]
Setelah itu media cetak mulai berkejar-kejaran untuk mencari informasi mengenai artis hingga yang masih berbau gosip saja sudah disampaikan ke konsumen, karena ingin menunjukkan upayanya mencari berita yang tercepat antara benar dan tidaknya urusan belakang soal pembuktiannya. Contoh media cetak yang berisi infotainment adalah Nova, Cek & Ricek, Hai, Bintang, dsb.

2. News
Media cetak juga berfungsi memberikan berita (news). Berita mengenai masalah ideologi, politik, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan. Semua masalah ini diangkat ke permukaan agar diketahui oleh masyarakat. Sebagian masyarakat mungkin sudah mengetahuinya. Namun ada juga yang belum tahu. Itu sebabnya, masalah-masalah perlu diinformasikan kepada masyarakat. Masalah disampaikan agar masyarakat menaruh perhatian khusus. Perhatian itu berujung pada diskusi-diskusi yang bakal menggerakkan banyak orang untuk menawarkan solusi. Masalah terungkap, solusi tersedia. Dalam tataran praktis, masyarakat mendapat masukan-masukan untuk sesegera mungkin menyelesaikan masalah.[3] Selain berita nasional, media cetak juga memuat berita olahraga, gaya hidup, referensi, dan iklan. Contohnya adalah Kompas, Sindo, Poskota, dsb.
            Jadi sesungguhnya media cetak sebagai sumber informasi mempunyai tujuan untuk mencerdaskan (semakin banyak informasi yang didapat, masyarakat akan semakin cerdas), menegakkan keadilan dan kebenaran (memperjuangkan keadilan dan kebenaran lewat berita yang disampaikan), mengungkap masalah (memuat masalah ideologi, politik, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan), kontrol sosial (mengkritik penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di masyarakat), dan hiburan (infotainment, maksudnya bukan gosip tetapi gaya hidup, referensi, tip-tip memasak dan info-info lainnya).
Oleh karena itu agar berita yang disampaikan dapat memenuhi tujuan tersebut maka penulisan berita harus memenuhi prinsip-prinsip jurnalistik. Dalam buku The Elements of Journalism (New York: Crown Publishers, 2001), Bill Kovack dan Tom Rosenstiel menyebut sembilan prinsip jurnalistik. Prinsip-prinsip tersebut adalah kewajiban kepada kebenaran, loyalitas kepada masyarakat, disiplin verivikasi, independen terhadap sumber, pemantau kekuasaan, menyediakaan forum kritik dan komentar publik, membuat yang penting jadi menarik dan relevan, menjaga agar berita proporsional dan komprehensif, dan terakhir adalah mengikuti hati nurani.
Bagi setiap kita yang mengkonsumsi media cetak, hendaknya tidak hanya sekadar membaca saja, melainkan secara kritis menilai media cetak yang sedang kita baca. Begitu pula dengan kita yang hendak menjadi penulis atau menyumbangkan pemikirannya di media cetak, hendaknya tidak asal menulis tetapi memperhatikan terlebih dahulu prinsip-prinsip jurnalistik di atas.

Peran Media Cetak Bagi Kekristenan
            Pada abad ke-16, protestantisme dengan saksama mempergunakan media cetak untuk melakukan propaganda dan hasutan terbuka menentang Gereja Katolik. Media cetak membawa gagasan-gagasan kepada khususnya kaum intelektual dan kelompok masyarakat kelas menengah. Dalam beberapa dasaluwarsa, ratusan dari ribuan orang yang dapat membaca memperoleh jalan masuk ke karya-karya tulis yang sebelumnya tersedia bagi kaum ulama, guru-guru dan orang-orang yang sangat kaya. Demokratisasi belajar ini cocok dengan penekanan Luther pada imamat am orang-orang percaya.[4]
            Akan tetapi media cetak juga menimbulkan pertentangan hebat di dalam kekristenan, membuat para pemimpin gereja saling berselisih. Oleh karena ada begitu banyak variasi terjemahan Alkitab orang-orang tidak bisa lagi mengabaikan perbedaan-perbedaan dalam Kitab Suci. Sebagian orang mulai mempertanyakan pengarang Kitab Suci dan menganalisis teks Alkitab secara ilmiah. Seiring dengan itu, media cetak mengijinkan para penguasa agama menuntut kesetiaan umat terhadap bentuk-bentuk ibadah ‘standar’, puji-pujian yang disetujui dan naskah-naskah Alkitab yang ‘dianggap sah’.[5]
            Bagaimana dengan masa kini? Dewasa ini, media sangat dimanfaatkan oleh kekristenan (gereja, individu, kelompok). Banyak muncul artikel, majalah, tabloid, komik, dan buku yang bernuansa Kristen. Semakin banyak pula gereja yang membuat warta untuk memberikan informasi tentang kegiatan gerejanya hingga renungan-renungan dan informasi lain di dalamnya. Ini suatu hal yang menggembirakan. Namun demikian, sebagai penulis berita kita harus tetap memperhatikan setiap informasi yang kita sampaikan, jangan sampai informasi tersebut justru merusak citra kekristenan. Sebagai pembaca juga kita harus kritis karena tidak semua media cetak kristiani isinya juga kristiani. Tidak dapat dihindari ada beberapa media cetak kristiani yang isinya menghina umat agama lain, menimbulkan fanatisme beragama bahkan ada juga yang menghina aliran kekristenan lain dengan membanggakan ajaran gerejanya sendiri. Oleh karena itu, kita tetap harus kritis dalam membaca.

Karya: Nuryanto, S.Si (Teol)


                [3] Hendrik J. Teteregoh, Mendidik Anak Berjurnalistik (Yogyakarta: Pohon Cahaya, 2009), halaman. 61-72.
[4] William F. Fore, Para Pembuat Mitos: Injil Kebudayaan dan Media (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002), hal. 44.
[5] Ibid., hal. 45.       

 

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Infotainment sebenarnya kalo dipakai dengan semestinya bahkan dapat membawa kemuliaan bagi nama Tuhan, khususnya dalam penyebaran Injil ke seluruh dunia seperti halnya blog ini. -Tjan Dedi Mulyadi

Nuryanto Gracia mengatakan...

trims pastor.

Posting Komentar

Protected by Copyscape Duplicate Content Detection Tool

Delete this element to display blogger navbar