Pages

Kamis, 02 Maret 2017

FANA TIDAKLAH HINA

FANA TIDAKLAH HINA

Kefanaan seringkali dipertentangkan dengan keabadian. Hal-hal yang fana selalu dikaitkan dengan hal-hal yang buruk dan tak berharga. Kefanaan dianggap bukanlah sesuatu yang patut disyukuri.

Kita diajak untuk tidak memikirkan hal-hal yang fana. Oleh para pemuka agama, kita seringkali diajak untuk fokus mempersiapkan hal-hal yang kekal, bukan hal-hal yang fana. Bahkan menikmati sesuatu yang fana pun dianggap hal yang buruk. Jika mau menikmati sesuatu, maka nikmatilah sesuatu yang kekal, begitulah kira-kira himbauan yang sering kita dengar. Padahal, kefanaan adalah anugerah.

Kefanaan bukanlah kutuk apalagi dosa. Kefanaan adalah bagian dari hidup manusia yang terbatas. Kefanaan berkaitan erat dengan keterbatasan. Segala sesuatu menjadi fana karena ada batasnya.
Keterbatasan yang diberikan Tuhan kepada manusia adalah anugerah. Tubuh yang fana ini, ada saatnya akan mati. Tapi kematian itu sendiri bukanlah kutuk melainkan anugerah. Wahyu 14:13 menuliskan bahwa kematian orang-orang yang hidup di dalam Tuhan adalah sebuah kebahagiaan karena kematian adalah waktu untuk kita beristirahat.

Batas hidup yang Tuhan beri membuat kita menyadari betapa pentingnya hidup. Bayangkan jika kita tidak akan pernah mati, lalu apa pentingnya hidup? Tahu kenapa emas dan berlian itu berharga? Karena dia terbatas.

Manusia yang fana ini pun bisa sakit, karena itulah kesehatan menjadi berharga. Harta yang fana itu pun bisa hilang kapan pun juga, itulah kenapa harta menjadi berharga. Orang yang kita kasihi bisa dipanggil Tuhan kapan pun juga, itulah kenapa mereka berharga. Semua benda yang ada di dunia ini fana, kapan pun bisa hilang dan lenyap, atau berganti dengan sesuatu yang baru, itulah kenapa mereka berharga.

Sesuatu yang tidak terbatas, menghilang, sakit, mati, biarlah itu hanya ada pada Tuhan saja. Karena jika semua manusia seperti itu, Tuhan justru menjadi tidak berharga.

Dalam kekristenan, ada aliran yang sangat menekankan bahwa tubuh ini fana dan tidak berharga. Tubuh ini hanya memenjara roh yang kekal dan abadi. Aliran kekristenan itu kita kenal dengan nama Gnostik. Itulah kenapa dalam injil-injil gnostik, Yudas dianggap sebagai pahlawan karena berhasil membebaskan roh Yesus dari penjara tubuhnya. Tapi apakah kita mau juga berpikiran seperti itu? Saya rasa tidak.

Hal-hal yang fana itu tidaklah hina. Hal-hal yang fana seharusnya justru dipikirkan dengan matang, bukannya malah diabaikan. Kita harus memikirkan bagaimana menjaga tubuh ini tetap sehat. Kita harus memikirkan, sebelum mati apa yang bisa kita lakukan dengan tubuh yang fana ini. Kita harus memikirkan bagaimana mencukupkan anak dan pasangan hidup kita dengan materi karena manusia tidak hidup hanya dari mimpi tentang surga saja tapi juga dari materi yang Tuhan ijinkan ada di bumi.

Kita fana, "oleh karena itu perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat (Ef 5:15-16)."
Salam,
Nuryanto Gracia



0 komentar:

Posting Komentar

Protected by Copyscape Duplicate Content Detection Tool

Delete this element to display blogger navbar