Apakah dengan berbuat baik, kita yakin bahwa semua orang pasti akan menyukai, tambah dekat atau menghormati kita? Tidak, pasti tidak. Berbuat baik tidak menjamin bahwa semua orang akan menyukai, tambah dekat atau menghormati kita. Apa yang kita anggap baik mungkin tidak dianggap baik oleh orang lain. Sebagai guru, kita melakukan pekerjaan yang baik tetapi pasti tetap saja ada yang tidak suka dengan kita, bisa itu murid, teman sejawat, orang tua murid atau atasan kita. Begitu juga dengan kepala sekolah, pasti tetap ada yang tidak menyukai, bisa itu guru, karyawan, sesama kepala sekolah atau atasan. Begitu juga dengan profesi yang lainnya.
Ada yang tidak suka dengan kita ditunjukkan secara langsung dengan raut muka yang tidak bersahabat. Namun ada juga yang tidak suka dengan kita ditunjukkan secara tidak langsung dengan raut muka yang bersahabat apabila berhadapan dengan kita tetapi di belakang kita menjadi orang paling kejam sedunia. Jika begitu buat apa kita berbuat baik jika hasilnya tetap aja ada orang yang tidak suka dengan kita? Bukankah tujuan kita berbuat baik adalah agar semua orang nyaman di dekat kita dan senang dengan kita.
Yah mari kita tidak usah berbuat baik. Sekali lagi saya katakan mari kita tidak usah berbuat baik. Jika .... tujuan kita berbuat baik adalah untuk membuat semua orang nyaman dan senang dengan kita. Percayalah kita akan kecewa dan sakit hati jika tujuan kita berbuat baik tujuannya adalah seperti itu. Kita akan mendapatkan kenyataan yang sungguh akan berbeda dengan yang kita bayangkan, orang yang kita perlakukan baik selama ini ternyata menusuk kita dengan kejam.
Bayangkan jika kita ada pada posisi Yesus. Pertama kali datang ke Yerusalem disambut dengan elu-eluan yang begitu mengagumkan. Mereka mengiri kedatangan Yesus dengan daun palm bahkan dengan pakaian mereka. Mungkin kita akan senang atau bahkan kita akan melambung tinggi jilka diperlakukan seperti itu. Kita akan melakukan apapun yang mereka inginkan agar kita dapat terus dipuji-puji seperti itu.
Jika kita perhatikan Yesus menyembuhkan banyak orang apakah tujuannya untuk menyenangkan terus hati mereka? Yesus berkeliling kota apakah tujuannya agar semua orang menyukainya? Yesus membuat banyak mukjizat apakah juga tujuannya untuk menyenangkan banyak orang? Tidak, Yesus justru dengan berani mengecam mereka yang ikut Yesus cuma karena perut atau mukjizat. Yesus banyak mengecam kota bahkan mengecam orang-orang yang telah berlaku tidak adil. Pada akhirnya orang-orang yang mengelu-elukan Yesus justru berteriak “salibkan Dia.” Sungguh miris.
Apakah itu artinya Yesus percuma berbuat baik? Tidak. Karena tujuan Yesus berbuat baik bukan untuk membuat semua orang nyaman dan senang di dekat-Nya. Tujuan Yesus berbuat baik adalah melakukan kehendak Bapa. “Tetapi Aku mempunyai suatu kesaksian yang lebih penting dari pada kesaksian Yohanes, yaitu segala pekerjaan yang diserahkan Bapa kepada-Ku, supaya Aku melaksanakannya. Pekerjaan itu juga yang Kukerjakan sekarang, dan itulah yang memberi kesaksian tentang Aku, bahwa Bapa yang mengutus Aku” (Yoh 5:36). Begitu jugalah yang seharusnya menjadi tujuan kita berbuat baik yaitu melakukan kehendak Bapa. Apa itu kehendak Bapa?
“Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya” (Ef 2:10). Kehendak Bapa adalah agar kita melakukan pekerjaan baik bahkan hidup di dalamnya. Perhatikan kata “nya”. Bukan huruf besar tapi kecil, bukan merujuk ke Yesus tapi ke perbuatan baik. Itu artinya kehendak Bapa adalah kita hidup terus menerus dalam perbuatan baik, bukan cuma kadang-kadang.
Misalnya seperti kereta. Tujuan kereta diciptakan adalah untuk mengikuti rel kereta. Hanya itu tujuannya. Apakah apabila orang yang melihatnya tidak senang dengannya lalu kereta akan berhenti mengikuti rel tersebut atau tiba-tiba ke luar dari rel? Tidak. Kereta diciptakan hanya untuk mengikuti rel, mau ada yang suka atau tidak dia tetap mengikuti rel tersebut. Hidupnya adalah di dalam rel itu. Dia tidak terikat dengan yang namanya suka atau tidak suka.
Begitulah yang dimaksud kita diciptakan untuk melakukan pekerjaan baik. Tujuan hidup kita tidak lain dan tidak bukan hanyalah untuk melakukan pekerjaan baik. Baik ada yang suka maupun tidak suka. Kita harus terus hidup di dalam perbuatan baik. Namun sebagai manusia jelas kita tidak seperti kereta. Kita bisa saja ke luar dari jalur perbuatan baik, bisa saja kita jemu untuk berbuat baik. Mungkin karena kita kecewa dengan sesama kita, mungkin diri sendiri atau mungkin dengan Tuhan. Bahkan Yesus sendiri pun pernah ingin ke luar dari jalur itu, yaitu ketika Dia bergumul di taman getsemani. "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki" (Mat 26:39). Lalu dalam ayat ke-42 Yesus mengatakan "Ya Bapa-Ku jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku meminumnya, jadilah kehendak-Mu!" Yesus pun ingin berusaha ke luar dari jalur rencana Tuhan, tapi pada akhirnya Yesus tetap menyadari bahwa keberadaan-Nya tidak lain hanyalah untuk melakukan kehendak Bapa.
Mungkin dalam kehidupan kita sehari-hari perbuatan baik yang kita lakukan tetap saja ada yang tidak suka. Atau orang-orang yang kita perlakukan baik justru menyakiti kita. Ingatlah, tujuan kita berbuat baik bukan untuk menyenangkan semua orang, tetapi untuk melakukan kehendak Bapa. Lalu apa untungnya berbuat baik untuk diri kita sendiri? Tidak dapat dipungkiri pikiran manusia selalu berpikir tentang untung rugi. Paulus mengatakan “Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah” (Gal 6:9). Percayalah, berbuat baik secara langsung juga berdampak baik buat kita. Apa yang kita tabur itu juga yang akan kita tuai. Oleh karena itu janganlah berjemu-jemu berbuat baik.
Karya: Nuryanto, S.Si (Teol)