RAGUKANLAH IMANMU, TEMUKANLAH TUHANMU
Para murid lain berkata, "Kami telah melihat Tuhan" namun Thomas berkata "Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku menaruh tanganku ke lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya" (Yoh 20:25, TB2).
Dalam kebanyakan khotbah, keraguan Thomas ini sering diartikan secara negatif. Thomas dianggap kurang beriman karena tidak percaya bahwa Yesus sudah bangkit. Lantas para pengkhotbah sering menyamakan Thomas dengan mereka yang meragukan kuasa Tuhan. Lalu dikutiplah ayat ke-29 untuk menyindir mereka semua, "Berbahagialah mereka yang tidak melihat namun percaya."
Benarkah keraguan Thomas senegatif itu? Apakah meragukan Tuhan dianggap seburuk itu? Coba kita cek lagi.
Siapa yang diragukan Thomas? Tuhan atau pendapat manusia? Manusia, dalam perikop ini adalah para murid yang lain. Thomas tidak meragukan Tuhan, Dia meragukan kesaksian orang lain. Itulah mengapa dia mengatakan, "Sebelum aku melihat".
Thomas ingin mengalami sendiri perjumpaan dengan Tuhan yang hidup. Dia tidak mau imannya berdasarkan kata orang lain. Namun sering kali, para pendeta tidak siap dengan hal ini. Tidak siap ketika umat ada yang tidak percaya dengan ucapannya, lalu dianggap meragukan firman Tuhan. Walaupun yang dikhotbahkan oleh para pendeta berasal dari firman Tuhan, tapi kita harus jujur bahwa itu adalah hasil interpretasi. Umat bebas meragukan dan mempertanyakan kembali apa yang dikhotbahkan oleh pendeta. Pendeta justru harus membantu umat mengalami perjumpaan secara pribadi dengan Tuhan. Mungkin melalui keraguan mereka, mereka akan mencari Tuhan secara pribadi dan mereka akan ditemui Tuhan secara pribadi. Tidak ada manusia yang bisa menemukan Tuhan, tapi Tuhan bisa menemui mereka yang mencari-Nya.
Paus Gregorius Agung dalam homilinya mengatakan
"Plus nobis profuit dubitatio Thomae quam fides credentium discipulorum."
"Ketidakpercayaan Thomas lebih menguntungkan iman kita daripada iman para murid yang percaya."
Kutipan lengkapnya jika saya terjemahkan secara bebas seperti ini:
Ketika murid yang ragu menyentuh luka-luka di tubuh gurunya, ia menyembuhkan luka-luka karena ketidakpercayaan kita. Ketidakpercayaan Thomas lebih menguntungkan iman kita daripada iman para murid yang percaya, karena ketika ia dituntun kembali kepada iman dengan menyentuh Yesus, pikiran kita terbebas dari semua keraguan dan diteguhkan dalam iman (Forty Gospel Homilies- Homili 26).
Keraguan kita berasal dari kecintaan kita terhadap Tuhan yang kita percaya. Kita butuh keraguan tersebut dipulihkan. Yesus tidak marah dengan Thomas. Yesus justru membiarkan Thomas menyentuh luka-luka-Nya.
Para teolog pasti tidak asing dengan kalimat Anselmus ini, yang dikutip dari Proslogion bab 1
"Neque enim quaero intelligere ut credam, sed credo ut intelligam. Nam et hoc credo : quia 'nisi credidero, non intelligam'."
"Aku tidak mencari pengertian supaya aku bisa percaya, melainkan aku percaya supaya aku dapat memahami. Sebab aku percaya ini: jika aku tidak percaya, aku tidak akan mengerti."
Namun masih di paragraf yang sama, tepat di kalimat sebelum kutipan terkenal itu, Anselmus mengatakan,
"Non tento, domine, penetrare altitudinem tuam, quia nullatenus comparo illi intelleetum meum ; sed desidero aliquatenus intelligere veritatem tuam, quam credit et amat cor meum."
"Aku tidak mencoba, Tuhan, untuk mencapai ketinggian-Mu yang agung, karena pemahamanku sama sekali tidak setara dengannya. Tetapi aku ingin memahami sedikit kebenaran-Mu, kebenaran yang hatiku percayai dan cintai."
Mereka yang meragukan ajaran para pendeta, bukanlah mereka yang tidak beriman. Mereka justru adalah orang-orang yang begitu cinta Tuhannya dan ingin mengenal "sedikit lagi" Tuhannya.
Jadi, berikanlah ruang keraguan kepada setiap umat. Karena kita semua perlu Kristus yang mau membiarkan kita menyentuh luka-Nya di saat iman kita lemah.
*Nuryanto Gracia
Mahasiswa S2 Filsafat Keilahian
Di STf Driyarkara