Pagi ini ketika saya bangun tidur, saya memeriksa binatang kesayangan saya. Apa itu? Kura-kura. Saya menaruh Kura-kura itu di sebuah stoples. Aneh ya, Kura-kura kok ditaruh di stoples, stoples kan seharusnya tempat untuk menyimpan kue? Yah begitulah saya, bagi saya “tak ada rotan akar pun boleh lah..” Stoples itu saya letakkan di atas meja yang cukup tinggi, sekitar 70-80 cm. Stoples itu tidak tertutup saya biarkan terbuka. Karena saya yakin, tidak mungkin Kura-kura itu bisa memanjat keluar dari stoples. Tapi ternyata? Melebihi apa yang tidak saya perkirakan.
Ketika saya ingin melihat Kura-kura itu, saya dibuat kaget, karena Kura-kura saya yang seharusnya ada dua ekor cuma ada satu ekor. Saya mencari-cari di dalam stoples dan di bawah karang. Oh iya, saya lupa memberi tahu bahwa di dalam stoples itu saya beri batu karang kecil. Yah begini lah gambarnya.
Walaupun ada batu karang, saya yakin tidak mungkin Kura-kura itu bisa memanjat ke luar. Tapi kenyataannya sekarang Kura-kura itu tidak ada di dalam stoples atau pun di bawah karang. Lalu saya mulai memeriksa meja tempat stoples itu diletakkan. Seandainya pun kura-kura itu mampu memanjat stoples dia pasti masih ada di sekitar meja. Karena meja itu tingginya 70-80cm. Jadi tidak mungkin Kura-kura itu dapat pergi meninggalkan meja.
Tapi kenyataannya? Kura-kura itu tetap tidak bisa saya temukan di atas meja. Dengan terpaksa saya mulai mencari di bawah meja bahkan seluruh kamar mulai saya telusuri walaupun dalam pikiran saya, saya tidak yakin Kura-kura itu dapat pergi jauh.
Tapi kenyataannya? Kura-kura tersebut saya dapatkan jauh dari meja. Saya mulai berpikir, bagaimana caranya kura-kura itu bisa keluar dari stoples bahkan sampai sejauh itu? Saya pun mulai mengamati perilaku Kura-kura itu. Menakjubkan, saya belajar sesuatu yang bermakna dari sang Kura-kura tersebut.
Selama ini kita belajar bahwa apabila kita menaruh kepiting di dalam baskom yang terbuka tidak perlu khawatir kepiting tersebut kabur. Karena jika ada seekor kepiting yang hampir meloloskan diri keluar dari baskom, teman-temannya pasti akan menariknya lagi kembali ke dasar. Jika ada lagi yang naik dengan cepat ke mulut baskom, lagi-lagi temannya akan menariknya turun… dan begitu seterusnya sampai akhirnya tidak ada yang berhasil keluar.
Begitulah sifat kepiting, rekan-rekan bisa baca kisah lebih lanjutnya di http://ukmbuddha.blogspot.com/2007/11/sifat-kepiting.html. Lalu bagaimana denga Kura-kura? Ternyata sifat kura-kura 180° berbeda dengan kepiting.
Perhatikan gambar di bawah ini:
Itu lah gambar yang saya dapat ketika mengamati kura-kura saya. 3 kali saya mengamati, 3 kali juga saya mendapatkan hasil yang sama. Kepiting apabila ada temannya yang ingin naik ke atas dia akan menariknya kembali ke bawah sedangkan kura-kura apabila ada temannya yang ingin naik ke atas. Dia akan membopongnya agar temannya tersebut dapat melewati stoples tersebut. Menakjubkan. Dari Kura-kura tersebut saya belajar bahwa hidup itu harus saling membantu dan menopang. Walaupun nantinya kita tidak mendapat apapun? Yah, belajar untuk membantu dengan tulus, tidak mengharapkan imbalan ataupun pahala. Menolong karena rasa cinta kasih, tidak ada yang lain.
Kura-kura saya yang satu, yang bertugas menopang kura-kura yang lainnya untuk keluar dari stoples, tidak dapat ke luar dari stoples sehingga dia tertinggal sendiri di stopless demi menyelamatkan rekannya. Bukankah demikian juga dengan Kristus? Dia tertinggal sendiri di salib hingga akhirnya Dia menyerukan ratapan sang pemazmur “Eli, Eli, lama sabakhtani?” Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Mat 27:46). Tertinggal sendiri demi menyelamatkan kita.
Kura-kura tertinggal sendiri di stoples demi temannya. Kristus tertinggal sendiri di salib demi sahabat-Nya, yaitu kita. Lalu bagaimana dengan kita?
apakah kita lebih memilih untuk bersedih dan tidak bersedia apabila melihat orang lain berhasil, seperti kepiting? ataukah kita lebih memilih untuk bersedia berbahagia melihat orang lain berbahagia, seperti kura-kura?
Atau mungkin tanpa kita sadari, kita seperti kura-kura yang telah berhasil ke luar dari stoples atas bantuan temannya tersebut? setelah temannya bersusah payah menolongnya dia tidak ingat sama sekali dengan rekannya tersebut. dia justru asyik menikmati kebebasannya. mungkin begitulah kita, kita sering ketika orang lain berkorban untuk menolong kita, tidak ada ungkapan syukur yang lahir dari hati kita. ketika Kristus telah menyelamatkan kita, tidak ada bukti ungkapan syukur juga yang kita berikan kepada Kristus seperti cerita 9 orang kusta yang tidak kembali setelah menerima kesembuhan. "Lalu Yesus berkata: "Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu?Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain dari pada orang asing ini?" Luk 17:17-18.
Jadi, termasuk yang manakah kita?
SELAMAT MEMAKNAI HIDUP
Karya: Nuryanto, S.Si (Teol)
Minggu, 23 Januari 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar