Dalam membina jemaat prinsip pendidikan yang harus diterapkan seharusnya adalah andragogik. Artinya bahwa keinginan, pengalaman dan kemampuan umat harus diperhitungkan dan bahwa mereka harus diperhitungkan dengan respek. Umat dilihat sebagai subjek dan kita sebagai pengkhotbah harus mempertimbangkan hal tersebut dalam setiap khotbah kita.[2]
Metode bercerita merupakan metode yang tepat dalam memenuhi kebutuhan tersebut karena dalam cerita terdapat nilai-nilai yang dapat dikembangkan. Pengalaman dan kemampuan umat pun ikut diperhitungkan.
a. Nilai Personal
Igrea Siswanto mengatakan bahwa cerita itu mampu mengembangkan nilai personal apabila pesan yang disampaikan dapat:[3]
- Memberikan kesenangan dan kenikmatan
- Mengembangkan imajinasi
- Memberikan pengalaman yang benar-benar dapat dihayati
- Mengembangkan pandangan ke arah perilaku manusia
- Menyuguhkan pengalaman-pengalaman yang bersifat universal
Kita lihat di sini, melalui cerita umat dibantu untuk mengembangkan dirinya. Pengalaman pribadinya diperhitungkan dan sekaligus juga dibandingkan dengan pengalaman yang lain.
b. Nilai Edukatif/intelektual
Siswanto juga menyebutkan bahwa cerita mengandung nilai edukatif, yaitu:[4]
- Mengembangkan kemampuan berbahasa
- Mengembangkan kemampuan membaca
- Mengembangkan kepekaan terhadap cerita
- Meningkatkan kemampuan menulis
- Membantu perkembangan aspek sosial
- Membantu perkembangan aspek emosional
- Membantu perkembangan aspek kreativitas
- Membantu perkembangan aspek kognitif
Siswanto memberikan nilai-nilai tersebut dalam konteks peran cerita bagi anak sehingga ada pembahasan mengenai kemampuan cerita dalam mengembangkan kemampuan berbahasa, membaca, menulis dan kepekaan terhadap cerita. Namun, walaupun demikian, cerita tetap memiliki nilai edukatif juga bagi orang dewasa, yaitu membantu perkembangan aspek sosial, emosional, kreativitas dan kognitif.
A.L. Simanjuntak mengatakan bahwa semua orang menyukai cerita yang baik. Baik dia kaya atau miskin, berpangkat atau rakyat jelata, orang dewasa ataupun anak-anak, semuanya menyukai cerita. Cerita merupakan alat yang ampuh untuk menyampaikan pengajaran, pesan maupun teguran. Namun demikian, cerita tidak terlepas dari segi inteleknya karena cerita juga berfungsi untuk memberi informasi. Melalui cerita seseorang akan mempelajari hal-hal, situasi, dan tempat-tempat yang belum pernah dijumpai sebelumnya.[5]
c. Nilai Spiritual
Pengaruh yang paling besar dari sebuah cerita terhadap seseorang adalah nilai spiritualnya. Sebagai seorang pendeta/pengkhotbah tentu sering kita memberi nasihat atau ajaran moral yang sifatnya ‘memaksa’ atau seperti yang diungkapkan Andar yaitu menggurui atau mengkhotbahi umatnya lalu berkata. “sebab itu kita pun harus …” Dari perspektif andragogik jelas metode seperti itu tidak mendewasakan umat. Dapat dikatakan bahwa metode itu masih termasuk dalam pedagogi.
Andragogi seharusnya tidak memaksa umat untuk mengambil refleksi spiritual seperti refleksi yang kita inginkan karena hal itu sama saja membuat umat bergantung kepada pendeta/pengkhotbah. Padahal seharusnya secara andragogis umat memiliki kemampuan mengarahkan sendiri, dalam hal ini umat diberi kesempatan untuk merefleksikan sendiri pesan firman Tuhan yang disampaikan. Oleh karena itu, metode bercerita merupakan metode yang sesuai dengan perspektif andragogik karena cerita merupakan salah satu cara untuk mengajarkan suatu hal/pesan kepada orang lain tanpa terkesan memaksa.[6]
Karya: Nuryanto, S.Si (Teol)
[1] Tisnowati Tamat, Dari Pedagogik ke Andragogik: Pedoman bagi Pengelola Pendidikan dan Latihan (Jakarta: Pustaka Dian, 1985), hal. 20.
[2] Jan Hendriks, Jemaat Vital & Menarik: Membangun Jemaat dengan Menggunakan Metode Lima Faktor (Yogyakarta: Kanisius, 2002), hal. 50-51.
[3] Igrea Siswanto, Bercerita Itu Gampang: Tips n’ Trik Bikin Cerita Jadi Menarik (Yogyakarta: ANDI, 2008), hal. 8.
[4] Ibid., hal. 8-9
[5] AL. Simanjuntak, Seni Bercerita: Cara Bercerita Efektif (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), hal. 7, 9.
[6] Agus DS, Tips Jitu Mendongeng (Yogyakarta: Kanisius, 2009), hal. 21.
0 komentar:
Posting Komentar