Belajar
dari Gaya Kepemimpinan Binatang
Sepertinya ada yang aneh dengan judul di
atas. Bukankah kita adalah manusia yang mulia, untuk apa belajar dari binatang?
Di Alkitab memang pernah mengatakan “Hai pemalas, pergilah kepada semut,
perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak” (Amsal 6:6), tetapi bukan kah perintah
itu hanya untuk si pemalas? Nah mengapa kita yang bukan pemalas ini tetap harus
belajar dari binatang? Apa untungnya?
Simpan dulu pertanyaan tersebut. Biarlah
rasa penasaran untuk mencari tahu membuat kita mau mempelajari dengan baik apa
yang akan saya jelaskan sebentar lagi tentang belajar dari gaya kepemimpinan
binatang. Semoga pada akhir tulisan ini kita akan mendapatkan jawaban mengapa
kita perlu belajar dari para binatang. Oke mari kita mulai pembelajaran ini.
Gajah
Tahukah teman-teman siapa yang menjadi
pemimpin dari setiap kawanan gajah? Apakah pemuda-pemudi atau remaja-remaji (bahasa apa itu remaji? Haha) gajah ? Bukan,
sama sekali bukan. Yang menjadi pemimpin kawanan gajah adalah nenek gajah
(gajah betina tua). Pengalaman dan ingatan yang panjang dari si nenek membantu
kawanan gajah menemukan makanan dan air. [1]
Dalam memimpin suatu organisasi, kita
memang memerlukan pengalaman yang matang. Pengalaman hidup jelas membentuk kita
sekaligus memperlengkapi kita dengan berbagai macam hal yang dapat membantu
kita untuk mempertimbangkan sesuatu dan mengambil keputusan. Namun demikian,
apakah hanya pengalaman saja yang diperlukan dalam memimpin sebuah organisasi? Tentu
saja tidak, ada beberapa hal lain yang kita sangat perlukan. Mari kita
lanjutkan pembelajaran kita.
Berang-berang
Kita pasti tahu bahwa berang-berang
sangat ahli dalam membuat dam di sungai sebagai tempat tinggalnya. Namun bagaimana
cara mereka bekerja sama sehingga mampu membangun dam tersebut? Sekawanan berang-berang biasanya kerjasama
dalam membangun dam, dan uniknya, dari sejumlah berang-berang tersebut, tidak
ditemukan pemimpin atau penanggung jawab utama dari pembuatan dam tersebut.
Tiap berang-berang berlaku sebagai pemimpin dirinya sendiri dan mereka bertanggung jawab terhadap tugas sendiri bukan untuk kepentingan pribadi tetapi untuk mendukung kepentingan bersama. Setiap anggota organisasi sudah mengetahui aturan main yang ada, dan melakukan pekerjaan sesuai dengan metode yang dianggapnya optimal. Kemudian, yang mengagumkan, berang-berang saling terbuka satu sama lain, mereka tidak menyembunyikan pohon yang bagus dari berang-berang lainnya. [2]
Tiap berang-berang berlaku sebagai pemimpin dirinya sendiri dan mereka bertanggung jawab terhadap tugas sendiri bukan untuk kepentingan pribadi tetapi untuk mendukung kepentingan bersama. Setiap anggota organisasi sudah mengetahui aturan main yang ada, dan melakukan pekerjaan sesuai dengan metode yang dianggapnya optimal. Kemudian, yang mengagumkan, berang-berang saling terbuka satu sama lain, mereka tidak menyembunyikan pohon yang bagus dari berang-berang lainnya. [2]
Dari
berang-berang kita belajar bahwa tidak ada ‘kayu-kayu baik’ yang harus disembunyikan
hanya untuk menunjukkan kualitas kerja kita/bidang kita adalah yang terbaik. Justru
‘kayu-kayu baik’ itu harus dibagikan dengan rekan-rekan/anggota bidang
pelayanan yang lain untuk kepentingan bersama.
Tupai
Ketika seekor tupai mencari makanan,
mereka tidak hanya mencari untuk diri sendiri, melainkan dimakan beramai-ramai
sebagai cadangan makanan di musim dingin. Intinya, tupai merupakan binatang
yang tidak egois dan memikirkan dirinya sendiri. Tupai bekerja demi mencapai
tujuan mereka bersama.[3]
Seorang
pemimpin bukanlah seorang yang hanya duduk ‘uncang-uncang kaki’ selama
anggotanya bekerja. Seorang pemimpin adalah seseorang yang bekerja sama
sekaligus berkerja bersama-sama dengan anggotanya yang sedang bekerja keras. Seorang
pemimpin harus bekerja keras demi mengerahkan dan mengarahkan timnya mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
Semut
Semut adalah binatang yang selalu
bekerja keras. Mereka mengerjakan tugas mereka dengan cepat dan tidak akan
berhenti sampai mereka mencapai apa yang mereka cari. Setiap kali mereka
menemui hambatan saat perjalanan, dengan semangat yang menggebu-gebu mereka
terus mencari jalan keluar untuk keluar dari masalah itu. Untuk membuktikannya,
cobalah anda menghalangi langkah mereka! Mereka pasti tidak akan berhenti,
namun mereka akan berusaha dan pantang menyerah untuk menemukan jalan keluar.
Binatang mungil ini juga merupakan binatang yang tidak rakus dan dermawan.
kedermawanan mereka mengalahkan keegoisan dan kerakusan mereka, sehingga
apabila mereka menemukan makanan, mereka akan membawa makanan tersebut ke
sarang atau memanggil semut lain untuk menikmati makanan itu bersama-sama.
Semut juga merupakan binatang yang penuh kasih sayang, semut yang lebih besar
tidak akan pernah memakan semut kecil lainnya, selapar apapun mereka.
Solidaritas mereka pun patut diacungi jempol, apabila mereka menemukan semut
lain yang lemah atau mati, mereka tidak akan membiarkan dan meninggalkannya, mereka
akan menggotong semut itu untuk dibawa ke sarang atau tempat lain yang lebih
aman.[4]
Dari semut kita belajar bagaimana mereka
bekerja keras bersama-sama dengan rekan-rekannya yang lain. Mereka bekerja demi
kepentingan bersama, bukan hanya untuk
kepentingan diri sendiri. Kita juga belajar dari semut bahwa masalah yang
datang seperti apapun pemimpin tidak boleh menyerah, dia harus berusaha untuk
mencari jalan keluar. Bahkan apabila ada anggota kita yang sedang mengalami
masalah kita harus turut membantunya mengatasi masalahnya sama seperti semut
yang tidak meninggalkan temannya yang sedang mengalami masalah (lemah atau
mati). Masalah anggota kita adalah masalah kita juga. Solidaritas harus menjadi
bagian dari sifat kepemimpinan kita.
David
W. Johnson menyebut hal tersebut sebagai caring
relationship. Hal tersebut merupakan hal pertama yang harus ditingkatkan
dalam upaya memberdayakan anggota. Hal tersebut apabila terus ditingkatkan akan
menghasilkan kepercayaan, komunikasi yang terbuka dan dukungan antar pribadi.[5]
Lebah
Dalam membangun wadah madu yang
dihasilkan, lebah memiliki perhitungan yang begitu cermat, hingga dalam dunia
lebah dimiliki aturan standar inetrnasional kemiringan wadah madu 13 derajat. Dalam berkoordinasi antara satu sama lain,
lebah menggunakan panduan arah berdasarkan posisi matahari, padahal pada setiap
waktunya matahari bergeser satu derajat per empat menit. Bayangkan kalau lebah
tidak smart membaca petunjuk kerja dari sesamanya, tidak mungkin bisa mereka
bekerja dengan optimal. Selain itu walaupun lebah menyengat dengan galak, lebah
adalah binatang yang sangat lembut. Kalau dia hinggap di seutas ranting, yang
rapuh sekalipun, tidak rusak ranting itu karena ulahnya.[6]
Dari lebah kita mendapat suatu
pembalajaran yaitu smart. Hal itulah yang harus dimiliki oleh seorang
pemimpin. Tanpa hal tersebut pemimpin tidak dapat menganalisis masalah,
menentukan formasi yang efektif untuk organisasinya dan melakukan
pertimbangan-pertimbangan.
Satu
hal penting yang harus kita pelajari dari lebah adalah seorang pemimpin memang
harus melakukan eksplorasi tetapi bukan eksploitasi. Lebah melakukan eksplorasi
dalam mengumpulkan madu, tetapi dia tidak sampai merusak ranting yang bahkan
sudah rapuh sekali pun. Kita boleh melakukan eksplorasi terhadap apa yang ada
di gereja (gedung gereja, umat dan pejabat gerejawi) namun jangan sampai melakukan
eksploitasi.
Burung Angsa
Kalau kita tinggal di negara empat
musim, maka pada musim gugur akan terlihat rombongan burung angsa terbang ke
arah selatan untuk menghindari musim dingin. Burung-burung angsa tersebut
terbang dengan formasi berbentuk huruf "V". Saat setiap burung mengepakkan sayapnya, hal
itu memberikan "daya dukung" bagi burung yang terbang tepat di
belakangnya. Ini terjadi karena burung yang terbang di belakang tidak perlu
bersusah payah untuk menembus “dinding udara” di depannya. Dengan terbang dalam
formasi "V", seluruh kawanan dapat menempuh jarak terbang 71% lebih
jauh daripada kalau setiap burung terbang sendirian.
Kalau seekor burung
angsa terbang keluar dari formasi rombongan, ia akan merasa berat dan sulit
untuk terbang sendirian. Dengan cepat ia akan kembali ke dalam formasi untuk
mengambil keuntungan dari daya dukung yang diberikan burung di depannya.
Ketika burung angsa pemimpin yang
terbang di depan menjadi lelah, ia terbang memutar ke belakang formasi, dan
burung angsa lain akan terbang menggantikan posisinya.
Burung-burung angsa yang terbang dalam
formasi ini mengeluarkan suara riuh rendah dari belakang untuk memberikan
semangat kepada burung angsa yang terbang di depan sehingga kecepatan terbang
dapat dijaga.
Ketika seekor burung
angsa menjadi sakit, terluka, atau ditembak jatuh, dua burung angsa yang lain
akan ikut keluar dari formasi bersama burung angsa tersebut dan mengikutinya
terbang turun untuk membantu dan melindungi. Mereka akan tinggal dengan burung
angsa yang jatuh itu sampai ia mati atau dapat terbang lagi. Setelah itu mereka
akan terbang dengan kekuatan mereka sendiri atau dengan membentuk formasi lain
untuk mengejar rombongan mereka.[7]
Manusia memiliki pasang
surut dalam melaksanakan pekerjaannya. Hal ini dikenal dengan konsep circadian rhytms (siklus irama). Setiap pemimpin
terkadang menuntut anggotanya untuk bekerja dengan maksimal tanpa kenal lelah,
padahal menurut konsep circadian rhytms setiap
manusia mempunyai pasang surut baik tenaga maupun pemikiran dalam sehari. Oleh karena
itu perlu dilakukan penyimpanan tenaga agar pekerja dapat melakukan
pekerjaannya dengan produktif dalam batas-batas kemampuannya.[8]
Konsep circadian rhytms sendiri
memberikan beberapa langkah untuk menyimpan energy, namun pada saat ini kita
tidak akan membahas hal tersebut. Kita akan lebih menitikberatkan pada
pembahasan bagaimana angsa menyimpan energi mereka dengan efektif.
Seperti yang telah
diceritakan, angsa membentuk formasi “V” ketika melakukan perjalanan
bersama-sama dengan kelompoknya. Formasi itu membuat seluruh kawanan angsa
dapat menempuh jarak terbang 71% lebih jauh daripada kalau setiap burung
terbang sendirian. Hal ini berarti
angsa dapat menghemat 71% energi mereka.
Jadi kerjasama dan formasi merupakan hal
yang penting dalam organisasi. Dalam permainan sepakbola, formasi tim pun
merupakan hal yang sangat menentukan kemenangan suatu tim. Oleh karena itu
pemimpin harus cermat memutuskan formasi apa yang efektif untuk organisasinya.
Formasi dalam suatu organisasi tentunya berkaitan dengan siapa yang memang
mampu dan sesuai dengan panggilannya di bidang tersebut.
Selain formasi, angsa juga memberikan
kita pembelajaran lainnya yaitu memotivasi rekan kerja lainnya. Caring relationship juga ditunjukkan
oleh angsa, yaitu ketika rekan di depannya kelelahan, rekan yang lain
menggantikannya. Pemimpin yang di depan harus jujur apabila memang ia sudah
kelelahan dan butuh bantuan.
Pembagian tugas dapat kita lihat jelas
dalam kawanan angsa tersebut. Ketika ada temannya yang mengalami kesusahan ada
beberapa dari kawanan angsa yang menemaninya. Mereka yang mendapat tugas untuk
menemani angsa yang sedang dalam masalah tersebut akan menemani dan membantu
sampai masalah angsa tersebut selesai. Mereka melakukan tugas tanggung jawabnya
sampai tuntas. Begitu pula setiap kita yang telah bersedia mengambil bagian
pelayanan di bidang tertentu, kita harus melakukan tugas pelayanan kita dengan penuh
tanggungjawab dan sampai tuntas.
Mamalia
Karakter mamalia itu secara garis besar
adalah sebagai berikut: cenderung berkerumun, berkomunitas, guyub, saling ingin
tahu, saling berbagi dan saling menyesuaikan diri. Cenderung percaya satu
dengan yang lainnya dan kalau ada penugasan tidak ragu-ragu melakukan
pendelegasian. Mamalia juga cenderung meng-empower
orang lain agar proses delegasi berlangsung aman. Dengan kata lain, ada
spirit kekeluargaan yang cenderung saling melindungi, menjaga dan berorientasi
pada kebersamaan (people sense). Itulah karakter mamalia.[9]
Karakter
itu bukan cuma ada pada orang per orang, melainkan juga saling memengaruhi satu
dengan yang lainnya. Sehingga membentuk rumah atau budaya mamals (mamalia). Dapat
dibayangkan apa jadinya organisasi yang diisi orang-orang baik dan seperti itu?
Reptilia
Reptilia memang agresif dan fokus. Mahkluk
ini cenderung tidak mendatangi (berkelompok), melainkan memisahkan diri dan
bisa cari makan sendirian. Ia sangat detil, kuat, berkulit keras dan mudah
dipanasi. Dalam diri manusia, orang-orang tipe reptil adalah tipe yang agresif,
fokus, detil, analitikal, berorientasi pada angka, keras hati, tidak merasa
perlu berkelompok, financial sense (the bottom line), cool, cenderung
tidak percaya dengan orang lain sehingga melakukan verifikasi dan merasa perlu
mengontrol. Tentu tidak ada salahnya belajar dari para pemimpin reptilia,
karena rata-rata pemimpin besar ternyata memang demikian. Pemimpin reptilia
adalah pemimpin yang keras hati atau berhati baja.
Pemimpin besar harus mampu menggabungkan
dua kekuatan sekaligus, yaitu berhati keras dan berjiwa lembut. Yesus
mengatakan “Cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati”. Dalam bahasa manajemen
disebut “berkulit tebal namun berhati mulia.” Dalam bahasa kepemimpinan kita
menyebutnya mamareptil: Keras, teguh, disiplin, detail dan berani,
namun berhati lembut, memelihara kekompakkan (kohesiveness), mengembangkan
manusia, dalam suasana yang menyenangkan namun produktif.[10]
Jadi?
Setelah mempelajari beberapa gaya
kepemimpinan binatang di atas, apakah kita masih ingin berpendapat bahwa tidak
ada gunanya belajar dari binatang? Ataukah kita masih berpendapat bahwa hanya
orang malas atau bodoh saja yang harus belajar dari binatang?
Saya hanya ingin mengatakan satu hal “Orang
yang rendah hati tidak pernah merasa dirinya direndahkan ketika belajar dari sesuatu
yang lebih rendah dari dirinya.” Semakin kita tidak membatasi diri dalam
belajar, semakin banyak hal yang kita dapatkan. Begitu jugalah seorang pemimpin
seharusnya, belajar bijak dari apapun juga. Seorang pemimpin tidak bisa hanya
puas dengan sedikit hal yang telah dipelajari. Dia harus terus menerus belajar
dalam memperlengkapi dirinya. Selamat menjadi pemimpin (setidaknya memimpin
diri sendiri terlebih dahulu).
Karya: Nuryanto, S.Si (teol)
[1]
Utami Widijati, 217 Fakta Superaneh Dunia
Binatang (Yogyakarta: New Diglossia, 2011), hal. 35.
[2]
Rinella Putri, Belajar Organisasi dan
Kepemimpinan dari Sekawanan Hewan, http://vibizmanagement.com/journal/index/category/leadership_corp_culture/154/130
[3]
Ibid.
[4]
Izzah, Semut adalah Sosok Pemimpin yang
Ku Tunggu, http://zazakawaii.wordpress.com/2009/07/18/semut-adalah-sosok-pemimpin-yang-kutunggu/
[5]
David W. Johnson dan Frank P. Johnson, Joining
Together: Group Theory and Group Skills (USA: Allyn and Bacon, 2003), hal.
210.
[6]
Rizki Dwi Rahmawan, 10 Pelajaran
Kepemimpinan dari ‘Bee’, http://umum.kompasiana.com/2009/08/03/10-pelajaran-kepemimpinan-dari-bee/
[7]
Gery, Filosofi Burung Angsa, http://adamakna.blogspot.com/2009/11/filosofi-burung-angsa.html
[8]
Pandji Anoraga, Psikologi Kepemimpinan (Jakarta:
Rineka Cipta, 1992), hal. 72-73.
[9]
Rhenald Kasali, Mama Reptil, http://afewgoodwords.wordpress.com/2007/03/28/mama-reptil-kategori-pemimpin/
[10]
Ibid.
0 komentar:
Posting Komentar