Surat Untuk Afi Nihaya Faradisa
Halo Afi Nihaya Faradisa, saya suka dengan tulisan-tulisan dan keberanianmu selama ini. Saya bukanlah orang yang kepanasan saat membaca tulisan-tulisanmu, apalagi sampai ingin membunuhmu. Saya hanya keberatan dengan satu paragraf dalam tulisan terbarumu. Yang begini isinya:
"Apakah aku pernah melakukan plagiasi? Ya.
Kita semua pernah. Siapa yang tidak pernah melakukannya? Mulai dari tugas sekolah sejak SD, makalah kuliah, ujian, sampai caption foto di media sosial. Kalaupun kita mengklaim punya hak cipta atas suatu gagasan yang brilian, maka gagasan tersebut tetaplah akumulasi dari segala hal yang berhasil kita serap sehari-hari.
Tak ada gagasan yang benar-benar murni, asli."
Dalam dunia komikus/ilustrator, banyak yang marah-marah saat komik/gambar mereka di ambil tanpa izin, tanpa menuliskan sumber, menghilangkan watermark apalagi sampai dianggap milik si pengambil. Bahkan seorang komika (stand-up comedy), ada yang keberatan saat materi lawaknya dijadikan cerita komik tanpa izin. Dan saya yakin dalam dunia lainnya, saat karya orang lain diakui sebagai karya sendiri banyak yang akan marah-marah.
Saya kagum dengan keberanianmu, karena itu jangan lunturkan keberanian itu dengan pembelaan diri yang tidak semestinya. Pembelaan dirimu ini cukup berbahaya, apalagi jika dibaca adik-adikmu di SD, SMP, SMA dan kakak-kakakmu yang sedang kuliah. Bahkan berbahaya juga untuk para kreator, mengapa?
1. Kalimatmu itu seakan ingin mengatakan anak SD menyalin tugas temannya di sekolah, itu wajar. Menyalin makalah kuliah dan ujian itu wajar. Padahal guru, dosen dan tokoh agama, berjuang mati-matian untuk menanamkan itu tidak wajar.
2. Saat kamu mengatakan bahwa tidak ada gagasan yang benar-benar murni lalu membenarkan bahwa mengambil karya orang lain adalah hal yang lazim, maka jangan marah saat kebudayaan kita diakui oleh Malaysia. Tidak ada yang murni asli. Dan buku-buku tidak perlu lagi menorehkan catatan kaki dari mana kutipan tersebut mereka ambil, karena tak ada yang murni asli. Skripsi tinggal salin dari tulisan yang sudah ada sebelumnya, karena tak masalah menyalin. Betapa banyak gelar sarjana dibatalkan karena ketahuan menyalin skripsi yang sudah ada, mungkin setelah membaca tulisanmu itu, mereka akan segera menuntut kampusnya karena tidak masalah untuk menyalin, tidak ada yang baru di bumi ini.
3. Mungkin juga kamu mengatakan bahwa ini bukan soal karya ilmiah, tapi ini soal status sosial media. Oke. Di atas saya sudah tulis komikus/ilustrator dan komika yang protes saat karya mereka diambil tanpa dituliskan sumbernya. Karya mereka bukan karya ilmiah, diunggahnya juga di sosial media, tetapi mereka tetap marah. Siapa yang tidak marah saat karya mereka diambil tanpa diakui bahwa merekalah pembuatnya.
4. Mengatakan bahwa tidak ada gagasan yang baru, semua adalah akumulasi dari segala hal yang berhasil kita serap sehari-hari lalu dengan seenaknya mengambil karya orang lain tanpa sumber, sama seperti mereka yang berkata, "Semua yang ada di bumi adalah milik Tuhan, jadi saya bebas mengambilnya." Atau sama seperti plagiator lagu yang membela dirinya dengan mengatakan, "Saya tidak plagiat. Nada hanya do sampai si, jadi wajar jika sama."
5. Dan tulisanmu yang dipermasalahkan sebagai plagiarisme bukan hanya satu atau dua kalimat, tapi berparagraf-paragraf, sama persis.
Nah menurut saya, ada baiknya dengan berani kamu mengakui bahwa kamu salah karena tidak menuliskan sumber dari tulisanmu. Saya yakin kamu tidak bermaksud mengakui tulisan itu sebagai tulisanmu. Dan saya yakin, pasti ada banyak alasan kenapa kamu tidak mau menuliskan nama si penulisnya.
Tapi, meminta maaflah jika salah. Dan lanjutkan lagi tulisan-tulisanmu yang mencerahkan itu. Jika mengambil dari tulisan lain, jangan lupa ditulis sumbernya. Selamat menjadi pencerah yang berani salah dan siap memperbaiki diri Afi. Tuhan memberkati.
Salam dari saya, yang pernah remaja.
0 komentar:
Posting Komentar