Pages

Sabtu, 07 Juni 2025

HARI PENTAKOSTA DAN TAMBANG NIKEL DI RAJA AMPAT

HARI PENTAKOSTA DAN TAMBANG NIKEL DI RAJA AMPAT

Hari Pentakosta seringkali hanya dimaknai sebagai hari pencurahan Roh Kudus sehingga khotbah-khotbah atau perdebatan hanya di sekitar bahasa lidah atau bahasa Roh. Namun jika kita menengok ke dalam Perjanjian Lama, Pentakosta dimaknai sebagai:
1. Hari raya panen. Itulah kenapa di PL disebutnya sebagai Hari Hari Raya Tujuh Minggu, Hari Buah Sulung atau Hari Menuai. Semuanya berkaitan dengan karya Allah terhadap alam.
2. Hari pemberian Taurat kepada Musa di Gunung Sinai. 
Jadi, dalam PL, Pentakosta tidak melulu dimaknai sebagai peristiwa rohani tetapi juga peristiwa alam. 
Sayangnya di PB, oleh para pendeta, Pentakosta dimiskinkan maknanya hanya tentang peristiwa rohani. Bersyukurnya masih ada beberapa denominasi gereja yang memasukkan peristiwa alam ke dalam liturgi mereka. Ada simbol-simbol panen di dalam ruang ibadah mereka. Tetapi apakah ada pembahasan tentang alam di dalam khotbah-khotbah mereka? 

Saya sadar bahwa peristiwa Pentakosta adalah peristiwa gerejawi yang oleh beberapa gereja protestan dipakai untuk membahas topik minor yang jarang mereka bahas dalam khotbah-khotbah mereka yaitu, Roh Kudus. Oleh karena itu, kita tidak bisa terlalu banyak berharap di Pentakosta akan ada pembahasan tentang alam (ekoteologi). Paling-paling hanya ada lelang buah-buahan dan sayur-sayuran setelah selesai ibadah. 

Apa sebenarnya hubungan Pentakosta dengan alam atau lebih jauh lagi dengan Raja Ampat? 
Pada hari Pentakosta/Hari Raya Tujuh Minggu, umat Israel mempersembahkan hasil panen mereka, termasuk lembu dan domba dengan sukarela (Im 23:15-20; Bil 28:26-31; Ul 16:9-10). Persembahan sukarela sangat ditekankan, itu artinya berapa pun boleh asalkan tidak datang kepada Allah dengan tangan hampa (Ul 16:17). Tapi bagaimana bisa membawa persembahan hasil alam jika alamnya rusak? Jika hutannya dijadikan tambang nikel?

Izin tambang Nikel sudah diberikan sejak 2017. Namun menteri SDM, Seskab dan Presiden baru bereaksi sekarang. Kenapa? Karena kabar ini baru berisik sekarang. Itu artinya kita harus berisik dulu baru pemerintah akan bergerak. Oleh karena itu, berisiklah. Tidak hanya di media sosial tetapi juga di khotbah-khotbah kita. 

Mungkin ada beberapa yang akan mengatakan, "Ah ini kan ga ada hubungannya sama gereja. Khotbah pendeta hanya perlu berkutat pada keselamatan dan kebaikan Allah. Urusan alam, biar menjadi urusan pemerintah."

Jika begitu, maka mari kita fokus pada Habakuk 2:17.

Laurie J. Braaten dalam "Violence Against Earth: Moving from Land Abuse to Good Neighbor in Habakkuk" serta Gert Thomas Marthinus Prinsloo dalam "“This Wine Is Treacherous” (Hab 2:5a): Reading Condemnations against Violence  in Habakkuk 2:5–20 from an Ecotheological  Perspective" melihat Habakuk 2:17 sebagai bentuk kekerasan terhadap tumbuhan, hewan dan manusia. 

Dalam Habakuk 2:17 menurut terjemahan CEV, GNT, TLB dan NLT dituliskan secara eksplisit tentang kekerasan terhadap hutan Libanon dan kebinasaan binatang sebagai bagian dari tuduhan Tuhan terhadap kekuatan para penguasa. Dalam TB1 masih ditulis "kekerasan terhadap gunung Libanon" namun pada  TB2 hanya ditulis "kekerasan terhadap Libanon" sehingga jejak masalah ekologis seakan menghilang dalam ayat ini. Padahal secara historis ada masalah ekologis dalam ayat ini. 

Bangsa-bangsa besar seperti Mesir, Asyur, dan terutama Babel mengeksploitasi hutan Libanon untuk memenuhi ambisi kekaisaran mereka. Ketika Babel berkembang menjadi imperium militer besar, mereka tidak hanya menaklukkan manusia tetapi juga menjarah alam. Habakuk 2:17 menegaskan bahwa alam yang dieksploitasi demi kekuasaan tidak akan dibiarkan tanpa pembalasan. 

Habakuk 2:17 terjemahan NLT menulis demikian:
You cut down the forests of Lebanon.
    Now you will be cut down.
You destroyed the wild animals,
    so now their terror will be yours.
You committed murder throughout the countryside
    and filled the towns with violence.

Dalam pandangan Tuhan, kekerasan terhadap alam tidak dapat dipisahkan dari kekerasan terhadap manusia. Jika gereja berseru paling keras saat terjadi penindasan terhadap manusia, maka kini gereja juga harus berseru paling keras saat terjadi penindasan terhadap alam. 

Pentakosta  di satu sisi adalah lambang pemulihan hubungan antara Tuhan dan umat manusia—melampaui batas etnis, bahasa, dan wilayah. Namun di sisi lain, Roh Kudus juga adalah Roh Pencipta (Kejadian 1:2), yang sejak awal melayang-layang di atas permukaan air dan menghidupkan bumi. Maka Pentakosta bukan hanya tentang komunikasi dan penyelamatan jiwa, tetapi juga tentang pemulihan ciptaan.

Dalam terang itu, Habakuk 2:17 mengingatkan bahwa Roh Kudus tidak tinggal diam terhadap kekerasan terhadap bumi. Ketika Libanon dirusak dan binatang punah, Roh Kudus bersaksi bahwa ciptaan sedang dilukai.

Pentakosta mengajarkan bahwa ketika Tuhan mengaruniakan Roh-Nya, itu bukan hanya untuk keselamatan pribadi, tetapi untuk pemulihan seluruh dunia—termasuk alam yang sedang menjerit.

Di Hari Pentakosta ini biarlah Allah menjadikan diri kita alat Roh Kudus untuk membawa keadilan ekologis dan pertobatan kolektif. Mari berisiklah, agar pemerintah mendengar dan sadar bahwa ini adalah masalah serius. 

"Menempatkan tambang nikel di radius 30km di laut Raja Ampat adalah sebuah kebodohan. Ini tidak hanya bejat, ini sangat bodoh, benar-benar bodoh" seru Ferry Irwandi.

*Nuryanto Gracia
Mahasiswa S2 Filsafat Keilahian
Di STF Driyarkara 
Dan Pendeta di salah satu gereja kecil di Jakarta

Sabtu, 17 Mei 2025

UJI PENDETAMU, MUNGKIN DIA PENDUSTA

UJI PENDETAMU, MUNGKIN DIA PENDUSTA

Bolehkan pendeta dikritik? Jangankan dikritik, diuji saja boleh.

Yesus (melalui Yohanes) dalam Wahyu 2:2 memuji jemaat Efesus karena mereka menguji orang-orang yang mengaku rasul, dan ternyata pendusta. 

Mungkin ada pendeta yang mengatakan: 

Tapi jemaat Efesus itu karena kebanyakan menguji dan mengkritik, kasih mula-mula ditinggalkan (Wahyu 2:4). Jemaat Efesus jadi seperti orang yang banyak mengkritik tapi tidak memiliki kasih. 

Demikian pembelaan beberapa pendeta. Tapi, jika kita teliti, Yesus (melalui Yohanes) tidak mencela jemaat Efesus yang menguji para rasul pendusta. Jadi, tindakan ini bukanlah hal yang salah. Paulus juga dalam Kisah Para Rasul 20:28-30 mengingatkan jemaat Efesus untuk berjaga-jaga dari para pendusta ini. 

Jadi mengkritik/menguji para rasul atau pendeta pendusta, bukanlah hal yang salah. Bahkan, jangan-jangan jemaat Efesus meninggalkan kasih mula-mula karena lelah menghadapi para pendusta yang berpura-pura saleh.

Jangan sampai juga, jemaat di mana kita melayani akan meninggalkan kasih mula-mula karena lelah melihat pendetanya munafik, dan pendusta. Menguji pendeta, bukan hanya soal agar kita terhindar dari penyesatan tapi juga agar umat tidak kehilangan kasih-Nya kepada Allah dan gereja. 

*Nuryanto Gracia
Pendeta di salah satu gereja kecil di Jakarta

Selasa, 06 Mei 2025

APAKAH ULAR DI TAMAN EDEN ADALAH NAGA?

APAKAH ULAR DI TAMAN EDEN ADALAH NAGA?

Naga adalah hewan yang paling banyak ditemui kisahnya di berbagai belahan dunia, walau tidak ada bukti ilmiah yang membuktikan keberadaannya. Namun jika kita melihat secara etimologis, kita bisa mengais-ngais jejak keberadaannya. 
1. Dragon berasal dari kata Yunani “Drákōn” (δράκων) yang berarti ular besar atau monster ular.  
2. Naga dari bahasa sanskerta Nāga, yang artinya ular.
3. Di Cina, kata Long (龍) merujuk pada hewan yang menyerupai ular. 

Kita bisa melihat bahwa Naga erat kaitannya dengan ular. Lalu imajinasi saya pun mulai liar. Jangan-jangan, dulunya ular itu adalah naga. Karena di Kejadian 3:14 TUHAN mengutuk ular 
"dengan perutmulah engkau akan menjalar dan debu tanahlah akan kaumakan seumur hidupmu." Ayat ini menimbulkan banyak tafsiran bahwa dulunya ular berjalan dengan kakinya. 

Wahyu 12:9 seakan menegaskan bahwa Naga adalah ular, "Dan naga besar itu, si ular tua, yang disebut Iblis atau Satan ..."

Jangan-jangan, dulunya ular beneran naga? Menarik untuk bikin jadi cerita fantasi 😆😆

Ini hanya imajinasi liar saja, bukan refleksi serius.

Sabtu, 03 Mei 2025

Yohanes 21:15-17


Yohanes 21:15-17 

Banyak pendeta melihat permainan kata di dalam ayat-ayat tersebut sebagai berikut:
Yesus: ἀγαπᾷς (ayat 15-16)
Petrus: φιλῶ (ayat 15-16)
Yesus: φιλεῖς (ayat 17)
Petrus: φιλῶ (ayat 17)

Agapas (agape) seringkali diterjemahkan sebagai cinta ilahi, cinta Tuhan kepada manusia dan Philo (filia) adalah cinta persahabatan. Lalu dianggaplah bahwa Agape lebih tinggi tingkatannya dari filia. Dan dalam ayat 17 terlihat Yesus seperti menurunkan tingkat tuntutan untuk mengasihi-Nya, bukan dengan kasih ilahi tapi kasih persahabatan. Itulah kenapa Petrus menangis, seakan dia merasakan betapa Yesus mengerti kelemahannya yang tidak bisa mengasihi Yesus setinggi itu. Namun ada juga yang tidak setuju dengan penafsiran ini karena Agape dan Filia tidak sehierarkis itu. 

Mari biarkan dulu perbedaan pendapat itu, karena selama ini kita hanya fokus pada Agape dan Filia. Kita tidak melihat bahwa ada permainan kata lainnya di dalam ayat-ayat tersebut.
Βόσκε τὰ ἀρνία μου (ayat 15)
Ποίμαινε τὰ πρόβατά μου (ayat 16)
Βόσκε τὰ πρόβατά μου (ayat 17)

Boske diterjemahkan dalam TB2 menjadi peliharalah (bukan gembalakanlah seperti pada TB1), karena memang Boske lebih kepada memberi makan. Yesus menggunakan kata ini di ayat 15 dan 17. Di ayat 16 Dia menggunakan kata Poimaine yang diterjemahkan dalam TB2 sebagai gembalakanlah. Jika mau memakai hierarki kata maka Poimaine tugasnya lebih berat daripada boske. 

Selain 2 kata itu, Yesus di ayat 15 menggunakan kata Arnia yang diterjemahkan dalam TB2 sebagai anak domba. Di ayat 16-17 Dia menggunakan kata probata yang diterjemahkan dalam TB2 sebagai domba. Domba yang dimaksud bukan hanya domba dewasa tapi seluruh kawanan domba, yang masih anak mau pun yang sudah dewasa. 

Maka jika diringkas permainan kata ini menjadi seperti ini:
15 Peliharalah anak-anak domba-Ku. 
16 Gembalakanlah domba-domba-Ku.
17 Peliharalah domba-domba-Ku.
Yesus menggabungkan 2 kalimat di ayat 15-16 menjadi peliharalah domba-dombaku. 

Yesus seperti mengatakan 
Di ayat 15 "Apakah kamu mengasihi Aku dengan kasih ilahi? Oh ga bisa yah, ya udah, mulai dari lakukan tugas sederhana dulu dengan memelihara anak-anak domba."
Di ayat 16 Yesus masih tidak menyerah, Dia bertanya lagi, "Apakah kamu mengasihi Aku dengan kasih ilahi? Oh masih ga bisa yah? Ya udah gembalakanlah seluruh domba."
Di ayat 17 Yesus mengganti pertanyaannya ""Apakah kamu mengasihi Aku dengan kasih persahabatan seperti yang kamu bilang tadi? Nah sip, bisa yah. Kalo gitu, mulailah pelayananmu dari memelihara domba-domba. Bukan anak domba, tapi seluruh domba."

Petrus diberikan tanggung jawab sederhana namun tidak terlalu sederhana (bukan anak domba), dimulai dari memelihara (memberi makan) baru kemudian menggembalakan. 

Jadi, ayat-ayat ini tidak hanya menunjukkan pengertian Yesus dalam memahami kemampuan Petrus mengasihi Yesus tapi juga kemampuan Petrus melayani-Nya. Mungkin inilah kenapa Petrus menangis.

Saya berikan perbandingan terjemahan dalam 3 bahasa melalui tabel berikut. Semoga membantu. 

Bebas untuk tidak setuju dengan pendekatan tafsir ini. 

*Nuryanto Gracia
Mahasiswa S2 Filsafat Keilahian
Di STF Driyarkara 

Protected by Copyscape Duplicate Content Detection Tool

Delete this element to display blogger navbar