SUSAHKAH PENDETA UNTUK BERTANYA?
Suatu kali, Hana sedang berdoa karena dia sedang sangat tertekan. Dia menceritakan semua keluh kesahnya kepada Tuhan. Dia berdoa cukup lama, mulutnya terus bergerak untuk berdoa. Mulut yang tidak berhenti berdoa itu dilihat oleh seseorang. Orang yang melihat hal tersebut menganggap dia sedang mabuk lalu memintanya untuk segera berhenti dari mabuknya.
Tahukah siapa yang mengira perempuan tersebut sedang mabuk? Seorang Imam, mungkin kalo dalam kekristenan sekarang ini kita menyetarakannya dengan pendeta. Tanpa bertanya ada apa, atau apakah butuh bantuan, Si Imam ini langsung menuduh Hana sebagai seorang perempuan yang sedang mabuk.
Hana menyanggahnya, dia tidak sedang mabuk, dia sedang tertekan. Dia sedang mencurahkan isi hatinya kepada Tuhan. Dia meminta Si Imam untuk tidak menganggapnya sebagai perempuan tercela, dia berdoa sangat lama karena dia sedang sangat tertekan.
Seberapa sering sebagai seorang pendeta, kita lebih cepat menghakimi umat yang sedang mendapatkan masalah? Seberapa sering kita bertanya "Ada yang bisa saya bantu", dibanding bertanya "Kamu habis melakukan dosa apa sampai hidupmu seperti ini?"
Entah seberapa banyak umat yang sakit hati karena pertanyaan kita daripada diberkati karena kepedulian kita.
*Nuryanto Gracia
Mahasiswa S2 Filsafat Kelahiran
Di STF Driyarkara
Dan Pendeta di salah satu gereja kecil
Di Jakarta
0 komentar:
Posting Komentar