Pages

Kamis, 26 Mei 2011

PINTAR SAJA TIDAK CUKUP

Seorang pelajar miskin mencoba membantu ibunya untuk jualan kue. Dia tahu bahwa di tempat A kue bacang harganya Rp. 10.000 untuk satu bacang, di tempat B Rp. 10.000 untuk 2 bacang dan di tempat C Rp. 10.000 untuk 3 bacang.

Dengan perhitungan matematika dan prinsip ekonomi yang pintar ia berencana untuk menjual bacang di tempat A agar mendapatkan keuntungan yang besar. Ia membawa sebanyak-banyaknya bacang ke tempat A.

Perjalanan ke kota A harus melewati sungai, jurang, naik dan turun gunung sehingga membutuhkan waktu sampai 4 hari untuk sampai di kota A. Sesampainya di kota A, bacang yang banyak itu telah basi.

Sayang sekali yah, mau untung malah buntung. Seandainya dia punya hikmat untuk mempertimbangkan sesuatu lebih jauh daripada sekadar perhitungan matematis dan ekonomis mungkin dia tidak akan serugi itu.

Untuk dapat bertahan hidup di dunia, pintar secara akademis saja tidaklah cukup. Kita membutuhkan hikmat. 

Darimana datangnya hikmat? Dari pengalaman hidup.

Dari suka dan juga dari duka.
Dari keberhasilan dan juga dari kegagalan.
Dari pujian dan juga dari cacian.
Dari hal-hal besar dan juga dari hal-hal kecil.
Dari kepintaran dan juga dari kebodohan.
Dari kenaikan dan juga dari kejatuhan.
Intinya dari setiap hal dalam kehidupan.


Hal apa yang sekarang sedang terjadi dengan mu? Maknai setiap hal itu untuk membuatmu lebih berhikmat.

Karya: Nuryanto, S.Si (Teol)

Senin, 23 Mei 2011

KAMU COCOKNYA JADI APA YA...?

Lagi banyak masalah?

Lagi bete sama pacar atau mungkin baru diputusin?

Lagi bingung mau ngapain?

Lagi bokek?

Atau lagi stres dengan hal-hal lain?

Daripada stres lebih baik kita bermain yuk?

Bermain sejenak bukan untuk menghilangkan masalah melainkan untuk merefresh diri agar dapat berpikir jernih. Biasanya jika sedang banyak masalah kita sulit untuk berpikir jernih. Mari kita bermain sejenak. Permainan ini sederhana saja. Kamu tinggal memasukkan nama orang yang ingin kamu ingin tahu dia kira-kira cocoknya jadi apa. Contohnya seperti ini:






Permainan ini hanya untuk lucu-lucuan. Jangan dijadikan untuk mengejek ya...

Berminat? Jika berminat silahkan download linknya di sini Tes nama lucu
File saya protek, bagi yang mau tahu passwordnya dapat menghubungi saya lewat FB dengan mengirimkan pesan langsung ke saya.

Minggu, 22 Mei 2011

Masyarakat Ilahi (Leonardo Boff)


God as Trinity
Masyarakat Ilahi Leonardo Boff

Ringkasan
Kerinduan terbesar dari Boff adalah menyelaraskan doktrin sosial dari Trinitas dengan keprihatinan sosial dari proyek pembebasan orang-orang Amerika Latin. Kemasyarakatan yang ada harus merefleksikan Trinitas Allah.. Allah sebagai Trinitas tidak terdiri dari satu pribadi saja tetapi terdiri dari beberapa pribadi. Pribadi yang tidak sekadar saling mengasihi satu dengan yang lain, tetapi juga yang bersahabat dalam komuni dan kasih.
Allah sebagai Trinitas juga tidak hanya terdiri dari pria atau perempuan saja. Boff memasukkan simbol seks ke dalam kehidupan ilahi yang ia coba bangun. Baginya simbol seks yang dilekatkan kepada Allah memiliki efek yang besar bagi kehidupan sosial kemasyarakatan. Apabila Allah dikatakan sebagai Allah Bapa maka hal ini akan melegitimasi peran ayah di dalam rumah tangga sebagai bos yang dapat berlaku sewenang-wenang terhadap anak dan istrinya. Oleh karena itu, Boff berpendapat bahwa Allah seharusnya itu biseksual, sebagai ayah sekaligus sebagai ibu juga.
Namun, hal itu bukan seperti pemikiran yang diajukan oleh kaum feminis. Selama ini kaum feminis, menyatakan bahwa Roh Kudus merupakan wujud feminim dari Allah sedangkan Yesus merupakan wujud maskulin dari Allah. Hal ini ditolak dengan tegas oleh Boff. Baginya, baik Roh Kudus maupun Yesus sama-sama memiliki sisi feminin dan maskulin. Jadi pada dasarnya, Boff tidak mempermasalahkan jender Allah per se tetapi lebih kepada kualitas dari sifat feminin dan maskulin Allah.
Pada satu pihak Boff, berusaha menemukan prototypes kemaskulinan dan kefeminiman manusia di dalam Allah. Pada pihak lain, dia tidak menemukan hal tersebut jika “Allah melampaui seks.” Jika Allah benar-benar melampaui seks maka seksualitas manusia bukan lah hal yang ilahi melainkan hanya fenomena manusiawi biasa saja.
Pemikiran trinitas yang coba dibangun oleh Boff, sepertinya membawa dia kepada doktrin tradisional tentang Trinitas yang pada akhirnya nanti akan terjebak pada hierarki antara Allah Bapa dengan Roh Kudus dan Yesus. Namun Boff, berargumen bahwa Allah adalah Kasih, sedangkan Roh Kudus dan Yesus adalah refleksi dari kasih tersebut. Jadi tidak ada hierarki dalam pemikiran tersebut, yang ada adalah hubungan kasih. Hubungan seperti inilah yang juga diharapkan oleh Boff terjadi di dalam kehidupan human society. Tesis besar dari Boff adalah membawa human society untuk menjadi divine society dengan bercermin kepada Allah sebagai Trinitas.
Human society juga harus didasarkan kepada eskatologi Kerajaan Allah. Kerajaan Allah yang akan datang tersebut merupakan kerajaan yang abadi di mana Allah adalah rajanya. Selama kerajaan Allah itu belum datang manusia bebas untuk mengkritisi struktur sosial saat ini dan manusia juga bebas untuk mentransformasinya, karena semuanya itu bersifat sesaat. Hanya Kerajaan Allah yang kekal.
Hanya Allah yang berhak menjadi raja. Oleh karena itu, tidak ada manusia yang berhak menganggap bahwa dirinya adalah raja atas segalanya. Allah adalah absolut.

Refleksi
            Cita-cita Boff untuk menjadikan human society menjadi divine society, merupakan suatu upaya imitatio Dei. Dalam hal ini Dei yang dimaksud adalah Allah Trinitas. Apa yang terjadi kepada dan di dalam tiga pribadi dari Trinitas tersebut (Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus) merupakan contoh ideal bagi kehidupan human society. Refleksi terhadap Trinitas tersebut lah yang pada akhirnya akan membawa human society kepada divine society.
            Saya berpendapat bahwa manusia tidak selalu bisa mengimitasi Allah. Seperti juga yang diungkapkan oleh Boff bahwa walaupun Allah adalah raja, manusia tidak bisa menganggap dirinya sebagai raja juga. Dari sini terlihat bahwa memang ada hal-hal yang memang dapat diimitasi namun ada hal-hal yang memang absolut milik Allah.
Seperti Allah adalah hakim, maka Allah berhak mengatakan seseorang sesat dan layak masuk neraka. Manusia tidak bisa mengimitasi peran tersebut karena yang berhak menghakimi hanya Allah. Ada juga saatnya Allah murka lalu menghabisi bangsa-bangsa yang ‘menyakiti’ hati-Nya. Allah berhak melakukan itu, namun manusia tidak. Jadi memang tidak semua tindakan Allah, terlebih lagi tindakan Allah terhadap Yesus yang mengorbankan anaknya sendiri untuk ‘memuaskan’ murka-Nya terhadap manusia, yang dapat manusia imitasi.


Diringkas dan direfleksikan oleh Nuryanto, S.Si (Teol)

MEDIA CETAK DAN KEKRISTENAN



MEDIA CETAK DAN KEKRISTENAN

Media cetak memiliki fungsi untuk menyampaikan informasi. Pada pembahasan ini kita akan melihat hal tersebut dalam dua bagian yaitu infotainment dan news.

1. Infotainment
            Infotaintment sebenarnya adalah informasi yang disajikan dalam bentuk hiburan. Namun demikian, di Indonesia arti tersebut telah berubah menjadi informasi mengenai kehidupan pribadi para artis di dunia hiburan. Sampai akhirnya infotainment hanyalah berisi gosip kehidupan para artis. Padahal hal ini telah melanggar etika jurnalistik dan melanggar batas pribadi para artis. Hal ini jugalah yang membuat MUI memfatwa haram infotainment.[1]
            Media cetak yang pertama kali memulai pemberitaan para artis adalah tabloid Monitor. Isi berita hanya menampilkan gosip kehidupan para artis. Namun, media cetak itu telah dibredel,selain karena gosip, juga karena dianggap menghina agama dan isinya terlalu berbau seks.Tabloid tersebut kemudian menjadi tabloid “Bintang“.[2]
Setelah itu media cetak mulai berkejar-kejaran untuk mencari informasi mengenai artis hingga yang masih berbau gosip saja sudah disampaikan ke konsumen, karena ingin menunjukkan upayanya mencari berita yang tercepat antara benar dan tidaknya urusan belakang soal pembuktiannya. Contoh media cetak yang berisi infotainment adalah Nova, Cek & Ricek, Hai, Bintang, dsb.

2. News
Media cetak juga berfungsi memberikan berita (news). Berita mengenai masalah ideologi, politik, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan. Semua masalah ini diangkat ke permukaan agar diketahui oleh masyarakat. Sebagian masyarakat mungkin sudah mengetahuinya. Namun ada juga yang belum tahu. Itu sebabnya, masalah-masalah perlu diinformasikan kepada masyarakat. Masalah disampaikan agar masyarakat menaruh perhatian khusus. Perhatian itu berujung pada diskusi-diskusi yang bakal menggerakkan banyak orang untuk menawarkan solusi. Masalah terungkap, solusi tersedia. Dalam tataran praktis, masyarakat mendapat masukan-masukan untuk sesegera mungkin menyelesaikan masalah.[3] Selain berita nasional, media cetak juga memuat berita olahraga, gaya hidup, referensi, dan iklan. Contohnya adalah Kompas, Sindo, Poskota, dsb.
            Jadi sesungguhnya media cetak sebagai sumber informasi mempunyai tujuan untuk mencerdaskan (semakin banyak informasi yang didapat, masyarakat akan semakin cerdas), menegakkan keadilan dan kebenaran (memperjuangkan keadilan dan kebenaran lewat berita yang disampaikan), mengungkap masalah (memuat masalah ideologi, politik, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan), kontrol sosial (mengkritik penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di masyarakat), dan hiburan (infotainment, maksudnya bukan gosip tetapi gaya hidup, referensi, tip-tip memasak dan info-info lainnya).
Oleh karena itu agar berita yang disampaikan dapat memenuhi tujuan tersebut maka penulisan berita harus memenuhi prinsip-prinsip jurnalistik. Dalam buku The Elements of Journalism (New York: Crown Publishers, 2001), Bill Kovack dan Tom Rosenstiel menyebut sembilan prinsip jurnalistik. Prinsip-prinsip tersebut adalah kewajiban kepada kebenaran, loyalitas kepada masyarakat, disiplin verivikasi, independen terhadap sumber, pemantau kekuasaan, menyediakaan forum kritik dan komentar publik, membuat yang penting jadi menarik dan relevan, menjaga agar berita proporsional dan komprehensif, dan terakhir adalah mengikuti hati nurani.
Bagi setiap kita yang mengkonsumsi media cetak, hendaknya tidak hanya sekadar membaca saja, melainkan secara kritis menilai media cetak yang sedang kita baca. Begitu pula dengan kita yang hendak menjadi penulis atau menyumbangkan pemikirannya di media cetak, hendaknya tidak asal menulis tetapi memperhatikan terlebih dahulu prinsip-prinsip jurnalistik di atas.

Peran Media Cetak Bagi Kekristenan
            Pada abad ke-16, protestantisme dengan saksama mempergunakan media cetak untuk melakukan propaganda dan hasutan terbuka menentang Gereja Katolik. Media cetak membawa gagasan-gagasan kepada khususnya kaum intelektual dan kelompok masyarakat kelas menengah. Dalam beberapa dasaluwarsa, ratusan dari ribuan orang yang dapat membaca memperoleh jalan masuk ke karya-karya tulis yang sebelumnya tersedia bagi kaum ulama, guru-guru dan orang-orang yang sangat kaya. Demokratisasi belajar ini cocok dengan penekanan Luther pada imamat am orang-orang percaya.[4]
            Akan tetapi media cetak juga menimbulkan pertentangan hebat di dalam kekristenan, membuat para pemimpin gereja saling berselisih. Oleh karena ada begitu banyak variasi terjemahan Alkitab orang-orang tidak bisa lagi mengabaikan perbedaan-perbedaan dalam Kitab Suci. Sebagian orang mulai mempertanyakan pengarang Kitab Suci dan menganalisis teks Alkitab secara ilmiah. Seiring dengan itu, media cetak mengijinkan para penguasa agama menuntut kesetiaan umat terhadap bentuk-bentuk ibadah ‘standar’, puji-pujian yang disetujui dan naskah-naskah Alkitab yang ‘dianggap sah’.[5]
            Bagaimana dengan masa kini? Dewasa ini, media sangat dimanfaatkan oleh kekristenan (gereja, individu, kelompok). Banyak muncul artikel, majalah, tabloid, komik, dan buku yang bernuansa Kristen. Semakin banyak pula gereja yang membuat warta untuk memberikan informasi tentang kegiatan gerejanya hingga renungan-renungan dan informasi lain di dalamnya. Ini suatu hal yang menggembirakan. Namun demikian, sebagai penulis berita kita harus tetap memperhatikan setiap informasi yang kita sampaikan, jangan sampai informasi tersebut justru merusak citra kekristenan. Sebagai pembaca juga kita harus kritis karena tidak semua media cetak kristiani isinya juga kristiani. Tidak dapat dihindari ada beberapa media cetak kristiani yang isinya menghina umat agama lain, menimbulkan fanatisme beragama bahkan ada juga yang menghina aliran kekristenan lain dengan membanggakan ajaran gerejanya sendiri. Oleh karena itu, kita tetap harus kritis dalam membaca.

Karya: Nuryanto, S.Si (Teol)


                [3] Hendrik J. Teteregoh, Mendidik Anak Berjurnalistik (Yogyakarta: Pohon Cahaya, 2009), halaman. 61-72.
[4] William F. Fore, Para Pembuat Mitos: Injil Kebudayaan dan Media (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002), hal. 44.
[5] Ibid., hal. 45.       

 

MENGISI LIBURAN DENGAN TETAP MELIBATKAN ALLAH


MENGISI LIBURAN DENGAN TETAP MELIBATKAN ALLAH

Suatu hari, remaja satu dan remaja dua dari suatu gereja sedang terlibat dalam pembicaraan akrab.

“Kau terlihat seperti monyet liar,” kata remaja satu sambil tertawa.
“Dan kau seperti Kristus,” jawab remaja dua.
“Kenapa kau bilang begitu,” Tanya remaja satu mulai serius.
“Seekor monyet liar mengira setiap orang seperti monyet liar sementara sang Kristus selalu mengira bahwa setiap orang seperti Dia.”

Pertama kali saya membaca cerita ini, saya tertawa terbahak-bahak.  Remaja dua secara tidak langsung ingin mengatakan bahwa remaja satu adalah monyet liar karena  remaja satu telah mengatai remaja dua monyet liar. Sedangkan remaja dua ingin menunjukkan bahwa dirinya adalah Kristus karena dia telah mengatakan bahwa remaja satu seperti Kristus. Namun saya tidak tahu apakah teman-teman yang membaca cerita tersebut juga tertawa terbahak-bahak seperti saya, atau setidaknya tersenyum simpul sedikit. Okelah…apabila teman-teman tidak tertawa tidak apa-apa, toh ada maksud lain yang hendak saya sampaikan melalui cerita tersebut daripada sekadar membuat teman-teman tertawa. 

Cerita tersebut akan membantu kita untuk berbicara mengenai “Mengisi liburan dengan melibatkan Allah. “ 

Loh????? 

Saya merasakan adanya rasa penasaran yang saat ini sedang hinggap dalam pikiran teman-teman. Mungkin teman-teman saat ini sedang bertanya-tanya apa hubungannya cerita tersebut dengan topik pembicaran kita kali ini? Bagus…teman-teman masih mempunyai rasa penasaran, tapi jangan terburu-buru…Sebelum kita membahas cerita tersebut, ada baiknya kita membahas dulu apa yang dimaksud dengan Liburan tetapi tetap melibatkan Allah?
Apakah dengan berdoa setiap bangun dan sebelum tidur, berdoa sebelum dan sesudah makan, berdoa sebelum pergi ke suatu tempat serta bersaat teduh setiap pagi dan malam itu sudah berarti melibatkan Allah?

Berapa lama sih teman-teman paling lama berdoa? Oke, hitunglah berdoa 10 menit. Kalo sehari 6 kali berdoa jadi 6 x 10 menit = 1 jam. Kemudian berapa lama teman-teman bersaat teduh? Hitunglah sekali saat teduh satu jam. Kalo teman-teman saat teduhnya padi dan malam itu berarti 2 x 1 jam = 2 jam. Total doa dan saat teduh adalah 3 jam. Kalo kita memahami bahwa melibatkan Tuhan hanya dengan cara berdoa dan bersaat teduh maka itu berarti kita hanya melibatkan Tuhan 3 jam dalam sehari. Lalu 21 jam selebihnya, Tuhan kita taruh di mana?
Yang namanya melibatkan Tuhan itu bukanlah hanya satu atau dua jam, melainkan sepanjang satu hari perjalanan hidup kita. Loh? Kalo begitu, itu berarti kita harus berdoa dan baca Alkitab terus dari pagi sampai malam dong? Lalu kapan mainnya? Kapan jalan-jalannya? Kapan nge-date-nya? Kapan hang-out nya?

Melibatkan Tuhan bukan hanya berdoa dan baca Alkitab saja. Sesungguhnya melibatkan Tuhan dalam kehidupan kita merupakan bagian dari kehidupan spiritualitas. Kehidupan spiritualitas bukanlah hanya berdoa dan baca Alkitab saja. Ketika kita buang air besar, hal itu juga merupakan bagian dari kehidupan spiritualitas. Loh? Apa maksudnya?

 Nah ini saatnya kita kembali pada cerita remaja satu dan dua di atas. Apabila kita adalah seorang pengikut Kristus maka kita akan memandang diri kita sebagai Kristus dan sesama kita juga sebagai Kristus. Apa yang akan kita lakukan apabila bertemu Kristus? Pastinya kita akan melakukan yang terbaik. Nah pada liburan ini, kita akan bertemu lebih sering dengan “Kristus.” Mulai dari rumah, pada liburan ini mungkin ada yang akan menghabiskan banyak waktu di rumah. Di rumah ada mami, papi, adik, kakak dan pembantu. Lakukan lah yang terbaik untuk mereka. Atau mungkin ada yang menghabiskan waktu di luar dengan teman-teman, perbuatlah yang terbaik untuk teman-temanmu dan orang-orang yang akan kau temui nanti. 

Apakah jika kita sudah melakukan hal tersebut, itu sudah berarti kita melibatkan Tuhan? Belum, masih ada lagi yaitu bagaimana kita memandang diri kita sendiri. Seperti yang telah dikatakan sebelumnya apabila kita adalah seorang pengikut Kristus maka kita akan memandang diri kita sebagai Kristus. Apabila kita memandang diri kita sebagai Kristus maka dalam setiap tindakan kita, kita akan senantiasa mengikuti teladan Kristus. Kristus adalah seorang pribadi yang bertanggung jawab maka kita pun harus hidup dengan penuh tanggung jawab dalam setiap hal yang kita jalani. Apabila kita sedang buang air besar atau air kecil kita akan bertanggung jawab untuk menyiramnya sampai bersih. Apabila kita sedang bermain facebook/twitter, kita akan memanfaatkan waktu dengan bertanggungjawab, tahu kapan harus berhenti ketika bermain facebook/twitter. Atau bertanggung jawab terhadap setiap status/tweet yang akan ditulis di FB/twitter. Banyak kasus telah menunjukkan bahwa status FB/ tweet dapat menjadi malapetaka apabila tidak digunakan secara bertanggungjawab. 

Apabila pada saat liburan nanti kita sedang shopping bersama teman-teman, kita harus bertanggungjawab dalam menggunakan uang yang diberikan oleh orang tua kita. Tahu mana yang memang butuh untuk dibeli dan tahu mana yang bukan merupakan kebutuhan jadi tidak perlu dibeli sehingga kita tidak menjadi konsumerisme.

Sebenarnya masih banyak contoh lain yang dapat diberikan untuk menunjukkan kehidupan yang melibatkan Allah, namun sayangnya ga muat jika harus ditulis semua di sini. Pada intinya, apa yang akan kita lakukan baik sekarang maupun nanti pada saat liburan ingatlah bahwa “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” (Kol 3: 23). Itulah yang dimaksud dengan hidup yang melibatkan Allah.
Mulai dari bangun tidur hingga nanti pergi tidur, lakukan semua kegiatan kita secara bertanggungjawab seperti kita melakukannya untuk Tuhan.

Ada baiknya apabila teman-teman membawa kaca kecil ke mana-mana. Jadi apabila saat liburan ada bujukan dari teman untuk melakukan hal-hal yang tidak baik, maka segera buka kacanya dan lihat di kaca tersebut ada siapa? Ada Kristus yang tercermin dalam dirimu. Kristus selalu melakukan segala sesuatu dengan penuh tanggungjawab, maka apabila kita melihat diri kita sebagai Kristus maka kita pun harus seperti itu. Lain lagi halnya apabila kita menganggap diri kita sebagai monyet liar, maka ketika kita membuka kaca kecil yang kita bawa maka yang akan kita lihat adalah seekor monyet liar, yang suka melakukan segala sesuatu semaunya sendiri. Jadi teman-teman mau jadi seperti Kristus atau monyet liar? Kita lihat saja nanti waktu liburan.

Karya: Nuryanto, S.Si (Teol). Tulisan ini pernah dimuat di majalah Shining Star Gunsa (Majalah Remaja GKI Gunung Sahari).


BERFIRMAN MELALUI MEDIA ELEKTRONIK


Berfirman melalui Media Elektronik

I. Pendahuluan
Tidak ada satupun manusia di dunia ini yang tidak berkomunikasi. Baik kepada sesamanya maupun kepada makhluk yang lain, mereka saling memberikan input dan sekaligus menerima output. Inilah gambaran komunikasi yang terjalin di antara makhluk hidup. Dengan komunikasi manusia semakin mudah memenuhi kebutuhannya. Misalnya, komunikasi yang terjalin antara penjual dan pembeli di pasar tradisional. Namun, tidak jarang juga komunikasi memiliki andil untuk menciptakan perseteruan. Misalnya, gosip menimbulkan pertengkaran antar tetangga. Semuanya bergantung pada manusia, bagaimana ia mengelola komunikasi tersebut.
Dalam perkembangannya, manusia menciptakan berbagai media untuk berkomunikasi. Media tersebut dari bentuk sederhana hingga saat ini dengan bentuk yang super canggih oleh bantuan teknologi mutkahir. Tentunya media komunikasi tersebut bermanfaat disegala bidang. Dalam paper kali ini, kelompok memaparkan peranan media komunikasi dalam bidang teologi khusunya jenis media elektronik.

II. Pengertian Komunikasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, komunikasi berarti pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.[1] Dari pengertian ini jelas menunjukkan bahwa komunikasi menjadi kegiatan penyaluran informasi. Menurut Rm. J. Lampe, SJ, komunikasi memiliki empat tingkatan. Pertama, komunikasi intra-personal, yakni komunikasi yang terdapat dalam diri manusia sendiri. Kedua, komunikasi inter-personal, yakni komunikasi yang terjadi antara dua person. Tingkatan yang ketiga dan keempat yaitu group media dan mass media, yang merupakan media berkomunikasi.[2]
Komunikasi pada dasarnya berkaitan erat dengan kesenjangan. Dalam interaksi yang terjalin antara manusia dengan manusia, dan manusia dengan Allah, seringkali muncul adanya kesenjangan. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dibangun suatu jembatan komunikasi. Hal ini kemudian menjadi teori khusus yang mempelajari bagaimana jembatan-jembatan komunikasi itu dibangun dan bagaimana cara menyeberanginya, yaitu dapat diaplikasikan dalam komunikasi yang terjalin antara Allah dan umat manusia.[3]
Komunikasi merupakan media yang penting untuk menyampaikan pesan Allah kepada manusia. Alkitab dengan jelas memaparkan prinsip-prinsip Allah dalam berkomunikasi. Misalnya, dalam Ibrani 1:1, Allah menggunakan pihak ketiga (baca: orang lain) untuk berkomunikasi dengan umat-Nya. Yesus merupakan contoh  metode-Nya yang sempurna sebagai jembatan komunikasi (Ibr 1:2).[4]
Allah memberikan teladan berkomunikasi dengan beberapa cara, yaitu pertama, Allah berusaha berkomunikasi  bukan sekadar untuk menimbulkan kesan kepada kita. Kedua, Allah ingin dimengerti, bukan sekadar dikagumi. Ketiga, Allah mencari jawaban dari para pendengar-Nya bukan sekadar mendengarkan secara pasif. Keempat, Allah menyatakan diri di Alkitab bukan hanya apa yang mau dikomunikasikan melainkan juga bagaimana mengkomunikasikannya. Kelima, Allah berorientasi kepada penerima pesan. Keenam, metode dasar komunikasi Allah bersifat penjelmaan atau inkarnasional. Ketujuh, Allah berkomunikasi dengan dampak.[5]  

III. Pengertian Media
Kata “media” berasal dari Bahasa Latin medius yang secara harafiah berarti tengah, perantara, atau pengantar. Namun, pengertian media dalam proses pembelajaran cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, fotografis atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.[6]
Perkembangan dunia sangat cepat terutama dalam bidang media. Hampir setiap hari kita menemukan perubahan dalam media baik itu media cetak, elektronik dan telekomunikasi. Banyak pengaruh yang ditimbulkan oleh perubahan dan perkembangan media ini, baik dampak negatif maupun positif yang telah dirasakan dalam hidup masyarakat modern.
Dalam hal ini, gereja pun ikut terlibat menggunakan perkembangan media komunikasi ini. Secara khusus media elektronik saat ini gereja manfaatkan untuk mendukung kegiatan pelayanan. Dalam paper ini kelompok memaparkan empat contoh media elektronik, yaitu televisi, hp (baca: sms), radio, dan cyber church.   

IV. Peranan Media Elektronik Secara Kristiani
a. Televisi
Televisi merupakan media komunikasi elektronik yang tidak pernah hilang dalam peredaran perkembangan teknologi era ini. Dari model hitam-putih hingga saat ini diciptakan televisi bermodel flat dengan fungsi yang sama memberikan informasi dalam bentuk audio-visual. Perkembangannya tidak hanya di dunia tetapi juga dirasakan hingga di Indonesia. Meskipun menurut Ishadi SK, praktisi televisi dan ilmuwan komunikasi Indonesia, televisi merupakan barisan yang paling belakang hadir sebagai kekuatan bisnis di Indonesia.[7]
Berbagai pakar budaya dan komunikasi memberikan pandangannya terhadap produk teknologi ini. Umar Kayam, seorang budayawan Indonesia, berpendapat bahwa televisi memiliki peranan penting dalam proses dialektik membentuk kebudayaan masyarakat. Artinya, televisi bersama dengan masyarakat membentuk sosok kebudayaannya.[8]
Menurut Nasir Tamara, seorang jurnalis Indonesia, kehadiran televisi di dunia membawa dampak besar bagi umat manusia. Televisi memiliki berbagai kandungan informasi, pesan-pesan yang dalam kecepatan tinggi menyebar ke seluruh pelosok dunia. Televisi juga menjadi alat bagi beberapa kelompok atau golongan untuk menyampaikan pesan kepada berbagai kalangan masyarakat.
Dengan demikian, jelas bahwa televisi memiliki banyak manfaat. Orang dapat menyaksikan secara langsung suatu peristiwa di bagian dunia lain berkat jasa televisi. Televisi menyajikan berbagai macam program tayangan dalam berbagai bentuk seperti berita, pendidikan, hiburan, dan iklan, berdasarkan realitas, rekaan, atau ciptaan yang sama sekali baru.[9]
Medium televisi memiliki potensi yang sangat besar karena sifatnya yang audio-visual, sehingga dapat memadukan bahasa lisan, tulisan, gambar yang bergerak, animasi, dan efek suara menjadi satu kesatuan. Televisi mampu menangkap dinamika dari penglihatan, suara dan gerak, mengubah ruang/ waktu, hubungan dan menggunakan konvensi-konvensi naratif untuk menciptakan “kenyataan”. Televisi juga mampu melintasi batas-batas geografi, menyampaikan pesan yang sama kepada jutaan penonton sekaligus menciptakan sebuah perasaan akan adanya keikutsertaan secara pribadi. Televisi mampu menciptakan “realitas”, yaitu realitas yang terbentuk di dalam benak manusia didasarkan pada apa yang dilihatnya dari media.
Akan tetapi, televisi juga memberikan banyak pengaruh negatif, yaitu:
  1. Media televisi melalui tayangannya mengajarkan anak untuk menyelesaikan masalah secara instan. Misal kantong ajaib Doraemon. Hal ini menjadikan anak memiliki konsep hidup tanpa perjuangan. Anak menjadi tidak tangguh lagi dalam menghadapi persoalannya.
  2. Media televisi mengajarkan kejahatan dan kekerasan, terutama dalam tayangan sinetron atau film lepas laga. Secara gamblang diperlihatkan cara menyelesaikan perselisihan yang dilakukan dengan perkelahian.
  3. Tayangan iklan di media televisi juga memancing anak menjadi hidup konsumtif dan serakah.
  4. Bagi anak kecil di bawah 7 tahun, mereka masih sulit untuk membedakan antara fiksi (pura-pura) dengan realita (kenyataan). Adegan melompat ketinggian, terbang seperti Superman, putri jelita secantik Barbie dan lain-lain semuannya hanya khayalan membuat anak hidup dalam fantasi.
  5. Anak berperilaku seks yang tidak senonoh, seperti yang dilakukan tokoh Crayon Sinchan dengan mudah ditiru juga oleh anak.[10]
Bila kita telah melihat manfaat dan dampak peranan televisi, sekarang apa yang harus gereja lakukan untuk memanfaatkan televisi dengan setia kepada Injil? Gereja dapat menggunakan televisi untuk pra-evangelisme, maksudnya gereja tidak dapat menjadi gereja di televisi. Gereja tidak dapat menyiarkan persekutuan sejati, menyediakan baptisan, perkawinan, penguburan, atau pun perayaan-perayaan ibadah yang disediakan oleh gereja. Akan tetapi, gereja dapat memberikan informasi tentang iman Kristen dan pertanyaan-pertanyaan yang dapat dikemukakan. Gereja memakai televisi sebagai persiapan untuk Injil, bukan sebagai perantara. Hal ini dikarenakan Injil membutuhkan kehadiran pribadi manusia, bukan mesin.[11]
Ketika gereja mau menayangkan tayangan yang berhubungan dengan kerohanian, maka gereja harus memerhatikan komunitas setelah menonton tayangan tersebut. Gereja harus sadar akan kebutuhan penonton yang menggunakan media televisi yang menayangkan acara rohani. Ada tiga langkah yang gereja lakukan dalam menggunakan media televisi untuk mempersiapkan orang-orang yang menerima Injil. Pertama, seorang teolog yang bernama Paul Tillich menyebut istilah “situasi-situasi tapal batas,” maksudnya keadaan di mana manusia modern mencapai batas-batas eksistensi kemanusiaan mereka. Pada waktu itu, mereka merasa kehilangan makna pribadi atau merasa tidak berguna dan tidak berharga. Kedua, melalui media televisi, gereja dapat menghadirkan maupun menceritakan kembali orang-orang dan peristiwa-peristiwa yang telah melampaui “situasi-situasi tapal batas” secara kreatif dan dengan iman, misalnya cerita mengenai berita (Selma, Manila, Afrika Selatan), biografi (Dietrich Bonhoeffer, Gandhi, Martin Luther King Jr., C.S. Lewis), drama (“A Man for All Seaseon,” “Who’s Afraid of Virginia Wolfe?””The Turning Back”), dokumentasi (Dr. Kubler-Ross yang menghadapi kematian anaknya). Ketiga, komunikasi Kristen pada akhirnya bersaksi akan iman Kristen di dalam Yesus Kristus.[12]
 
b. S
ending Messagge Service (SMS) Rohani
Salah satu perkembangan media yang membuat kemudahan dan keuntungan manusia adalah penggunaan media telekomunikasi yang kita sebut HP (handphone). Oleh gereja, media komunikasi ini dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan pelayanan. Misalnya, Pesan Rohani Harian melalui sending messagge service (sms) yang dibuat oleh Komisi Liturgi KWI dalam kerja sama dengan PT Infokom Jakarta. Pada dasarnya, harapan yang mau dicapai melalui program "renungan/pesan
rohani harian singkat" ini agar umat beriman boleh dibantu menimbah inspirasi hidup Kristiani dari hari ke hari.
Pesan Rohani Harian yang dikirimkan via sms ini umumnya bersumber dari bacaan-bacaan Misa pada hari yang bersangkutan sesuai dengan kalender Liturgi Gereja. Namun, ada kalanya pesan rohani ini diambil juga dari kata-kata inspiratif-reflektif dari Para Kudus, dokumen-dokumen/ ajaran resmi gereja, dan lain sebagainya.
Adapun biaya yang dipungut setiap pesan rohani SMS yang dikirimkan adalah Rp 1000,- . Namun biaya yang dipungut bukanlah untuk keuntungan pribadi melainkan apabila ada keuntungan finansial yang mungkin kelak didapat dari layanan ini, sepenuhnya akan digunakan untuk karya pelayanan Komisi Liturgi KWI.

c. Radio
Radio merupakan salah satu media massa memiliki fungsi untuk memberikan informasi, pendidikan dan hiburan kepada masyarakat. Menurut Lasswell (1948) fungsi media massa termasuk radio dikatakan mencakup fungsi pengawasan (surveillance), pertalian bagian -bagian masyarakat dalam memberikan respon terhadap lingkungannya (correlation) dan transmisi warisan budaya (transmission of culture). Selain tiga fungsi tersebut Wright (1960) menambahkan satu lagi yakni hiburan (entertainment). Dengan adanya berbagai fungsi yang dimiliki, sebagai salah satu media massa radio diharapkan mampu berperan dalam proses pembangunan.[13]
Selain sebagai media komunikasi pembangunan secara umum, radio bisa digunakan untuk bidang pelayanan dan pendidikan keagamaan.  Radio adalah media massa untuk  pelayanan umum, di mana siarannya tidak diperuntukkan bagi suatu golongan tertentu dan tidak dimonopoli kelompok tertentu, termasuk pemerintah. Oleh karena itu, isi siaran harus dijaga sesuai etika penyiaran, seperti: jangan menghina seseorang atau golongan tertentu.
Berbicara radio sebagai media massa untuk pelayanan umum, radio juga bisa digunakan untuk pelayanan keagamaan, di mana siaran keagamaan ini telah sengaja dibangun yang hanya bermanfaat bagi golongan agama tertentu. Hal ini berkaitan dengan pendidikan keagamaan.  Tujuan dari “keagamaan” di sini adalah untuk membangun dan mengembangkan karakter manusia, misalnya: kita dapat mengartikan “keagamaan” sebagai implisit Kristen. Tujuan siaran yang membangun dan mengembangkan karakter, bukan hanya bagi umat kristiani, tetapi bagi bangsa Indonesia. Dasar pendidikan kristiani adalah Hukum Kasih yang tidak membedakan dan tidak mengunggulkan, tetapi merangkul sesama kita. Oleh karena itu, tugas utama penyiaran pendidikan (kristiani) adalah membangun dan menumbuhkan sifat-sifat yang disebut sebagai buah roh.[14]
Berikut ini adalah contoh program radio yang dijadikan sebagai alat pemberitaan Firman.
Stasiun radio pada frekwensi 1044 AM  dengan daya pancar 1000 watt, radius pancar 67 Km, yang  menjangkau mulai dari daerah Cikarang hingga mencapai kota-kota lain seperti Seluruh Kabupaten Bekasi, Depok, Bogor, Karawang, Cikarang, Purwakarta, Subang, dan sekitarnya. Dengan daya jangkauan siaran yang luas dari pukul 05.00 dini hari hingga 24.00 wib, maka ada banyak orang yang akan mendengarkan setiap program siaran dari radio ini. Dengan demikian akan sangat membantu untuk terjadinya sebuah transformasi di Indonesia, terkhusus dalam penyebaran firman. Sesuai dengan amanat agung Tuhan Yesus Kristus untuk memberitakan Kabar Baik dan menjadikan seluruh bangsa menjadi murid Tuhan.
     Program siaran radio ini tidak hanya berupa pemutaran musik country tetapi terdapat pula program lain seperti interactive infotaiment dan talkshow. Selain dari aliran musik Country western (70%) yang menjadi chirikhas radio ini, lagu-lagu dari dalam negri yang sedang naikdaun pun mendapatkan tempat(30%) dalam program siaran.
Dengan program-program rohani yang bermutu yang dikemas menarik, interaktir, dan informatif serta lagu-lagu country unggulan yang disajikan kepada pendengar, dan pastinya akan menambah iman, wawasan dan menjadikan sarana hiburan. Target utama dari siaran radio ini adalah anak-anak muda yang professional dalam kisaran umur 20-39 tahun dari golongan menengah ke atas. Karena mereka yang berada dalam usia inilah yang sedang produktif dan memiliki pengaruh dalam komunitasnya.
Komposisi pendengar radio ini berdasarkan aktivitas 24% exsekutive, 22% karyawan, 17% mahasiswa, 14% pensiunan, 13% Ibu rumahtangga, 10 % pelajar. Berdasarkan golongan ekonomi 60% Menengah, 27% atas, 13% bawah. Berdasarkan jenis kelamin 60% & Pria, 40% Perempuan.
c. Cyber Church
Era teknologi dan komunikasi yang melaju begitu cepat membuat kekristenan pun tidak mau ketinggalan. Kekristenan ikut berlari dengan perkembangan tersebut. Dia menggunakan teknologi yang ada untuk memberitakan pada dunia bahwa dirinya eksis. Dia masuk lewat media yang ada. Di antaranya adalah internet. Salah satu cyber church yang ada mempunyai visi sebagai berikut “A ministry of ChristRing Ministries, our mission is to bring Jesus Christ to the Internet and to unashamedly present His Gospel of Love and Grace to all that visit here. While Cyber-Church can never replace fellowship in your local church it is our sincere prayer that we can become your "home away from home" Church and that you will find true Christian fellowship here. That we at the Cyber-Church can meet many of your ministry needs.”
Cyber church membahas topik-topik kekristenan dan agama-agama lain. Ada ruang untuk permohonan doa, khotbah, toko buku, ruang chating.  Cyber church tidak sama dengan Web page gereja. Web page gereje hanya berisi informasi gereja lokal. Cyber church melebihi itu. Dia tidak bersifal lokal melainkan global. Dia berkomunikasi dan membangun hubungan dengan pada pengunjungnya. Beberapa cyber church yang ada, yaitu Virtual Church (SM), CyberMinistries Virtual Church, Nettkirken (Norway), WebChurch (Scotland), Osaka-Nozomi Web Chapel (Japan), dan lain-lain.
Cyber church memang mempermudah umat Kristen untuk berkomunikasi dan mengenal lebih jauh tentang Kekristenan. Namun apabila sampai doa, khotbah dan ruang konseling juga ad di sana maka batas-batas sosial akan mulai melenyap. Jaringan informasi menjadi bersifat transparan dan virtual. Tidak ada lagi kategori-kategori norma gereja yang mengikat dan membatasinya. Yasraf Amir mengatakan “Ketika segala sesuatunya berputar bebas dalam sirkuit global, di dalam cyber space, maka hukum yang mengatur masyarakat global kita bukan lagi hukum kemajuan – sebab kemajuan berarti juga ekspansi territorial – melainkan hukum orbit, segala berputar secara global, berpindah dari satu tempat ke tempat lain, dari satu territorial ke territorial lain, dari satu komunitas ke komunitas lain, dari satu kebudayaan ke budayaan lain.”[15]
Batas-batas sosial yang di dalamnya terdapat budaya, nilai, dan simbol-simbol pun ikut lenyap. Ini lah bahaya dari cyberchurch. Kelompok melihat bahwa web page gereja lebih baik daripada cyber church karena web page merupakan bagian dari kegiatan pelayanan gereja bukan menggantikan peran gereja seperti cyber church.

V. Penutup
Komunikasi memiliki peranan penting dalam interakasi manusia. Komunikasi tidak hanya menolong manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tetapi juga berpengaruh dalam pembentukan budaya manusia. Secara Teologi, komunikasi dipahami lebih mendalam. Alkitab memaparkan komunikasi yang terjadi antara Allah dengan umat-Nya. Komunikasi tersebut direfleksikan sebagai relasi iman yang nyata dalam kehidupan umat.
Dalam perkembangannya, manusia kemudian menciptakan berbagai media komunikasi yang semakin mempermudah proses komunikasi tersebut. Dalam perkembangan media komunikasi ini, gereja ikut serta membudidayakan media tersebut dalam praktek pelayanannya. Secara khusus media elektronik yang sangat berkembang saat ini, gereja membudidayakannya untuk memfasilitasi pertumbuhan iman umat.
Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa setiap bentuk media komunikasi khususnya elektronik, memiliki dampak positif dan negatif. Gereja perlu mengantisipasi pengaruh perkembangan media ini agar tidak menjadi batu sandungan bagi pertumbuhan iman jemaat. Karena sangat disayangkan dengan tujuan yang baik tetapi justru dapat menghancurkan esensi persekutuan itu sendiri.

Ditulis oleh: Nuryanto, S.Si (Teol); Novianti, S.Si (Teol); Putri, S.Si (Teol); Robinson, S.Si (Teol) dan Suhardi, S.Si (Teol). Ditulis untuk mata kuliah Pembulatan Studi Teologi (sewaktu kami semua masih kuliah)










DAFTAR PUSTAKA
Fore, William F. Para Pembuat Mitos: Injil kebudayaan dan Media (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002.
Fore, William F. Television and Religion: The Shaping of Faith, Values, and Culture. Minneapolish: Augsburg, 1987
Ketakese Komkat KWI. Peranan Media dalam Pendidikan Iman dan Upaya Pendidikan Kesadaran Bermedia. Jogjakarta: Kanisius, 1997.
Mulyana, Deddy, Idi Subandy Ibrahim (ed), Bercinta dengan Televisi. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997.
Piliang, Yasraf Amir. Dunia yang Dilipat: Tamasya Melampaui Batas-batas Kebudayaan. Bandung: Jalasutra, 2008.

Artikel dan Bahan Bacaan Yang Tidak Diterbitkan
Atmarumengkas, Junus N. “Peran Media Radio dalam Pelayanan dan Pendidikan Keagamaan,” dalam  Faithful Love 40 th RPK FM. Jakarta: RPK Jakarta, 2007.
Ginting, Rina. Mujizat Bukan Pada Pesawat Televisi Anda: Tinjauan Kritis terhadap Siaran Rohani Kristiani di Televisi. Jakarta: Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, 2005, Karya Tulis Akhir.
Hasil Konsultasi Komunikasi-Teologi. Komunikasi dan Pendidikan Teologi. Yogyakarta: WACC Indonesia, 1989.
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001).

Internet
N., Yahya. “Pengertian Media,” dalam http://apadefinisinya.blogspot.com/2007/12/pengertian-media.html, tanggal 30 Agustus 2009 pukul 19.20. 
Sulaiman,  R. “Media Penyiaran Sebagai salah Satu Alternatif Pemberdayaan Masyarakat,” dalam www.geocities.com/radiogshfm/Data/RadioMediaAlternatif.pdf, diakses pada hari Senin, 31 Agustus 2009, pukul 18.35 WIB.



[1] Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001).
[2] Hasil Konsultasi Komunikasi-Teologi, Komunikasi dan Pendidikan Teologi (Yogyakarta: WACC Indonesia, 1989), h. 8.
[3] Ketakese Komkat KWI, Peranan Media dalam Pendidikan Iman dan Upaya Pendidikan Kesadaran Bermedia, (Jogjakarta: Kanisius, 1997), h. 12.
[4] Ibid., h. 11. 
[5] Ibid., h. 13-18
[6] Yahya N., “Pengertian Media,” dalam http://apadefinisinya.blogspot.com/2007/12/pengertian-media.html, tanggal 30 Agustus 2009 pukul 19.20.  
[7] Deddy Mulyana, Idi Subandy Ibrahim (ed), Bercinta dengan Televisi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997), h. 16.
[8] Ibid., h. 328.
[9] Ibid., h. 285.
[10] Rina Ginting, Mujizat Bukan Pada Pesawat Televisi Anda: Tinjauan Kritis terhadap Siaran Rohani Kristiani di Televisi, (Jakarta: Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, 2005, Karya Tulis Akhir), h. 22-28. 
[11] William F. Fore, Para Pembuat Mitos: Injil kebudayaan dan Media (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002), h.107-108
[12] William F. Fore, Television and Religion: The Shaping of Faith, Values, and Culture (Minneapolish: Augsburg, 1987), h. 122-124
[13]  R. Sulaiman, “Media Penyiaran Sebagai salah Satu Alternatif Pemberdayaan Masyarakat,” dalam www.geocities.com/radiogshfm/Data/RadioMediaAlternatif.pdf, diakses pada hari Senin, 31 Agustus 2009, pukul 18.35 WIB.
[14] Junus N. Atmarumengkas, “Peran Media Radio dalam Pelayanan dan Pendidikan Keagamaan,” dalam  Faithful Love 40 th RPK FM. (Jakarta: RPK Jakarta, 2007), h. 164-165.
[15] Yasraf Amir Piliang, Dunia yang Dilipat: Tamasya Melampaui Batas-batas Kebudayaan (Bandung: Jalasutra, 2008), h. 134-135.
Protected by Copyscape Duplicate Content Detection Tool

Delete this element to display blogger navbar